9 Juara MotoGP dengan Selisih Poin Paling Tipis dari Rivalnya, Ketat!

- Keterampilan matematika dasar sangat penting di MotoGP
- Beberapa pembalap kehilangan titel hanya karena selisih 0-5 poin
- Sembilan juara pernah menang dengan selisih poin tipis, seperti Agostini, Masetti, dan Roberts
Keterampilan matematika dasar sangat penting di MotoGP. Bagaimana tidak, untuk bisa merebut juara dunia, penambahan jumlah poin harus dihitung secara cermat tiap serinya. Tiap kekurangan poin dari rival harus terbayar pada seri berikutnya. Jika tidak, gap akan makin jauh, peluang merebut titel pun bisa buyar.
Dalam sejarah MotoGP, beberapa pembalap bisa kehilangan titel hanya karena kekurangan 5, 4, 3, 2, 1, bahkan 0 poin. Episode saling mengejar poin yang direpresentasikan dengan adu salip di lintasan sering mewarnai tiap seri balap. Tak jarang, perburuan poin kejuaraan berlangsung hingga seri pemungkas.
Setidaknya, ada sembilan juara yang pernah menang dengan selisih poin begitu tipis per April 2025. Siapa saja mereka? Berikut ini ulasannya!
1. Giacomo Agostini merebut gelar juara dari Mike Hailwood dengan selisih nol poin
Perebutan gelar pada 1967 antara Giacomo Agostini dan Mike Hailwood bisa jadi paling dramatis. Pasalnya, perolehan total poinnya sama. Masing-masing dari mereka meraih 46 poin.
Keduanya sama-sama merebut lima kemenangan. Pada akhirnya, gelar juara ditentukan dari posisi runner-up. Agostini yang mengoleksi 3 podium runner-up jadi peraih titel lantaran Hailwood hanya 2 kali finis P2.
2. Umberto Masetti pernah unggul 1 poin dari Geoff Duke dan 3 poin dari Leslie Graham
Umberto Masetti pernah dua kali jadi juara dunia dengan selisih tipis. Pada 1950, rider Italia ini mengoleksi 28 poin, sedangkan Geoff Duke meraih 27 poin. Pada 1952, Masetti kembali meraih 28 poin, sedangkan Leslie Graham mengemas 25 poin.
3. Gap antara Leslie Graham dan Nello Pagani hanya dua poin pada 1949
Pada musim pertama digelarnya MotoGP, Leslie Graham merebut gelar dengan selisih 2dua poin saja. Graham yang adalah pembalap Inggris mengoleksi 30 poin. Sementara itu, Nello Pagani dari Italia mencatatkan 28 poin.
4. Freddie Spencer merebut gelar juara dengan selisih dua poin dari Kenny Roberts
Kenny Roberts harus mengakui keunggulan Freddie Spencer pada 1983. Perebutan titel antara dua pembalap Amerika Serikat itu selisihnya dua poin saja. Spencer punya 144 poin, sedangkan King Kenny mengantongi 142 poin.
5. Geoff Duke mengalahkan Alfredo Milani dengan selisih empat poin
Geoff Duke pernah kehilangan gelar karena tertinggal satu poin pada 1950. Setahun berikutnya, pada 1951, Duke menjadi juara dunia dengan keunggulan empat poin dari Alfredo Milani. Duke mengoleksi 35 poin, sedangkan Milani mengemas 31 poin.
6. Wayne Rainey merengkuh titel juara 1992 dengan keunggulan empat poin dari Mick Doohan
Wayne Rainey pernah mengalahkan Mick Doohan pada 1992. Selisih poin di antara pembalap Amerika Serikat dan Australia itu empat poin saja. Rainey punya 140 poin. Di sisi lain, Doohan mengantongi 136 poin.
7. Marc Marquez merebut gelar juara dunia pertamanya usai unggul empat poin dari Jorge Lorenzo
Marc Marquez berjuang keras merebut gelar pertamanya pada 2013. Hasilnya manis, Marquez dengan 334 poin miliknya mengungguli Jorge Lorenzo yang mengoleksi 330 poin. Keunggulan empat poin menjadikan Marquez rookie yang bisa merebut titel juara dunia MotoGP.
8. Nicky Hayden mengoleksi lima poin lebih banyak dari Valentino Rossi
Setelah 5 musim beruntun meraih mahkota juara, Valentino Rossi harus mengakui keunggulan Nicky Hayden pada 2006. Hayden dengan 252 poinnya meninggalkan Rossi dengan selisih 5 poin. The Doctor yang mengemas 247 poin harus menelan pil pahit.
9. Valentino Rossi kalah lima poin dari Jorge Lorenzo pada perebutan gelar juara 2015 yang panas
Valentino Rossi kembali menelan pil pahit pada 2015. Kali ini, ia kalah lima poin dari Jorge Lorenzo. Rossi meraih 325 poin, sedangkan Lorenzo mengoleksi 330 poin.
Ketatnya selisih poin menandakan sengitnya persaingan di atas lintasan. Tiap kemenangan, tiap podium, dan tiap poin memang begitu berarti. Konsistensi finis di posisi terbaik memang jadi kunci kejayaan.