Apa yang Bakal Dibawa Laurent Mekies sebagai Team Principal Red Bull?

- Laurent Mekies dihadapkan pada tugas besar membenahi struktur internal Red Bull setelah menggantikan Christian Horner.
- Mekies diprediksi membawa gaya kepemimpinan yang lebih egaliter dan kooperatif untuk meredakan tensi internal di Red Bull.
- Regulasi baru 2026 menjadi pekerjaan rumah utama Mekies, termasuk menjaga Max Verstappen tetap di tim dan menata ulang departemen teknis.
Transisi kepemimpinan Formula 1 Red Bull Racing menandai akhir dari era Christian Horner yang telah membangun tim mulai pada 2005. Setelah lebih dari 2 dekade, kursi kepemimpinan kini ditempati Laurent Mekies, seorang insinyur Prancis yang membawa pengalaman luas dari Minardi, Ferrari, Racing Bulls, hingga Federation Internationale de l'Automobile (FIA). Tak sekadar formalitas, pergantian ini menjadi momentum perubahan di tengah penurunan performa, gejolak internal, dan ketidakpastian masa depan pembalap.
Mekies diangkat hanya beberapa hari setelah Grand Prix Inggris 2025 dan menghadapi tantangan kompleks yang tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga struktural dan kultural. Ia mewarisi tim dengan reputasi mentereng yang kini berada dalam periode sulit akibat kehilangan figur penting seperti Adrian Newey, Rob Marshall, dan Jonathan Wheatley. Dalam pidato perdananya, ia menyebut fokus awalnya adalah mendengarkan, memahami, dan membangun kembali semangat di balik mesin ajaib bernama Red Bull F1.
1. Tugas besar membenahi struktur internal Red Bull telah menanti Laurent Mekies
Setelah pemecatan mendadak Christian Horner pada Juli 2025, Red Bull Racing untuk pertama kalinya dalam sejarahnya harus melangkah ke musim balap tanpa figur sentralnya. Horner bukan hanya kepala tim. Ia merupakan arsitek di balik 6 gelar juara konstruktor dan 8 gelar juara pembalap yang dimenangkan Red Bull selama 2 dekade terakhir. Kini, tugas berat tersebut berada di pundak Laurent Mekies, yang baru saja dipromosikan dari Racing Bulls, tim junior Red Bull, hanya 2 minggu sebelum GP Belgia.
Pria kelahiran Prancis berusia 48 tahun ini membawa latar belakang teknis yang solid. Mekies malang-melintang di F1 dengan pengalaman sebagai insinyur di Arrows dan Minardi serta peran penting di FIA dalam pengembangan regulasi keselamatan seperti halo. Dirinya kemudian mengasah kemampuan manajerial di Ferrari sebagai direktur olahraga dan wakil kepala tim sebelum memimpin Racing Bulls pada awal 2024.
Meski belum lama memimpin tim utama, Mekies sudah memahami kompleksitas tugas yang menantinya. Ia dihadapkan kepada tantangan memulihkan performa balap, merapikan struktur organisasi yang sempat terpecah, dan memimpin proyek strategis Red Bull Powertrains untuk 2026. Ketiganya menuntut koordinasi lintas departemen dan keputusan strategis jangka panjang.
Kepemimpinan Mekies di Red Bull dimulai dalam situasi genting. Selain tekanan untuk menahan Max Verstappen di tengah isu kepindahannya ke Mercedes, Mekies harus menangani krisis akibat eksodus figur penting yang selama ini menjadi pilar kekuatan tim. Adrian Newey telah pergi ke Aston Martin, Jonathan Wheatley memimpin Kick Sauber, sedangkan Will Courtenay akan menyusul Rob Marshall bergabung dengan McLaren. Ia harus mengisi kekosongan ini sambil memastikan semangat kerja dan produktivitas tidak menurun di kampus Milton Keynes yang menjadi pusat operasional tim.
2. Laurent Mekies diprediksi membawa gaya kepemimpinan yan lebih egaliter
Jika Christian Horner dikenal dengan gaya agresif dan penuh konfrontasi, Laurent Mekies justru membawa karakter yang bertolak belakang. Ia dikenal sebagai insinyur rendah hati yang tidak hanya mumpuni dalam aspek teknis, tetapi juga mahir membangun relasi dan empati dengan tim. Pendekatan ini menjadi penyegar setelah era Horner yang penuh drama, baik di sirkuit maupun ruang rapat. Konfliknya meliputi sengketa regulasi dengan FIA, rivalitas panas dengan Toto Wolff dan Zak Brown, hingga puncaknya isu pelecehan seksual kepada salah satu stafnya.
Beberapa analis menyebut, Mekies dapat membawa perubahan budaya di Red Bull. Jolyon Palmer, mantan pembalap yang kini menjadi komentator F1, memperkirakan gaya konfrontatif ala Horner akan digantikan pendekatan lebih pragmatis dan kooperatif. Perubahan ini dipandang penting untuk meredakan tensi internal yang selama ini membayangi tim, termasuk fragmentasi antara manajemen Austria dan Inggris serta ketegangan antara Horner dan figur kunci dalam struktur Red Bull GmbH.
“Mereka (kru Red Bull) orang-orang terbaik di dunia dalam apa yang mereka lakukan. Meskipun sebelumnya kami adalah kompetitor, kami memandang kalian sebagai tim paling unggul, yang berhasil mengumpulkan talenta terbesar dalam satu kesatuan. Ini merupakan sebuah kehormatan bisa bergabung dengan tim ini,” ucap Mekies dikutip Motorsport.
Pernyataan ini mencerminkan penghargaan tinggi Mekies terhadap budaya kerja Red Bull sekaligus sinyal ia siap menyatu, bukan mendominasi. Pendekatan ini kontras dengan model kepemimpinan terdahulu yang lebih vertikal dan tersentralisasi. Dengan latar belakang kolaboratif dari Racing Bulls dan FIA, Mekies berpotensi menciptakan struktur manajemen yang lebih egaliter, pendekatan yang makin populer di tim-tim pesaing seperti McLaren dan Mercedes.
3. Regulasi baru pada 2026 bakal menjadi pekerjaan rumah utama Laurent Mekies
Regulasi baru yang akan diterapkan pada 2026 memberi peluang emas bagi Red Bull untuk melakukan redefinisi menyeluruh. Laurent Mekies berada di posisi strategis untuk memimpinnya. Selain regulasi aerodinamika dan sasis, perubahan paling signifikan adalah pengenalan mesin Red Bull Powertrains yang dikembangkan secara in-house bersama Ford. Proyek, yang sebenarnya diluncurkan Christian Horner, itu kini menjadi tanggung jawab Mekies sebagai CEO dan kepala tim.
Salah satu prioritas utama Mekies adalah memastikan Max Verstappen tetap menjadi bagian dari tim. Spekulasi kepindahan pembalap Belanda itu ke Mercedes makin intens menyusul konflik internal Red Bull dan kepergian figur-figur yang menjadi andalan Verstappen. Posisi pembalap kedua pun tak luput dari sorotan. Yuki Tsunoda, yang sebelumnya mendapat dukungan dari Mekies di Racing Bulls, tengah kesulitan beradaptasi dengan mobil Red Bull yang makin sulit dikendalikan. Isack Hadjar, pembalap muda yang dikembangkan Mekies, dikabarkan mulai dipertimbangkan sebagai opsi realistis untuk masa depan.
Tantangan berikutnya ialah menata ulang departemen teknis yang kini rapuh akibat kepergian Adrian Newey dan Rob Marshall. Pertanyaan besar muncul mengenai apakah Pierre Wache, direktur teknis saat ini, dapat mengembalikan performa mobil Red Bull ke level kompetitif tanpa pengaruh Newey. Mekies diperkirakan akan melakukan restrukturisasi internal, seperti yang dilakukan sebelumnya di Racing Bulls saat menggantikan Jody Egginton. Fokusnya bukan hanya kepada perekrutan dari luar, melainkan juga optimalisasi potensi dari talenta internal agar tetap kompetitif dalam jangka panjang.
Laurent Mekies tak sekadar menggantikan Christian Horner. Ia sedang membentuk ulang wajah dan jiwa Red Bull Racing dalam jangka panjang. Jika berhasil melewati tantangan besar ini, Mekies bukan sekadar melanjutkan tongkat estafet, tetapi menjadi sosok yang menulis babak baru dalam perjalanan Red Bull dengan caranya sendiri.