[EKSKLUSIF] Adrian Mattheis, Dulu Dibully Kini Tatap Sabuk Juara Dunia

Jakarta, IDN Times - Adrian Mattheis mungkin masih asing di telinga kamu semua, yang lebih sering mengikuti sepak bola atau olahraga umum lainnya. Namun, bagi para penggemar mixed martial arts, Adrian bukanlah orang yang asing.
Papua Badboy, begitu dia dijuluki, memang terkenal brutal saat bertarung di oktagon. Namun, siapa sangka, sosoknya malah ramah dan riang. Dia juga sering bercanda, meski tak dipancing oleh penulis saat berkesempatan mewawancarainya lewat program Locker Room IDN Times.
Adrian kini menatap level yang lebih tinggi dalam karier MMA profesionalnya. Dia bisa mengubah nasibnya dalam duel bertajuk ONE LIGHTS OUT dengan melawan mantan juara dunia yang juga idolanya, Alex Silva, di Singapore Indoor Stadium pada Jumat (11/3/2022) esok.
Simak wawancara IDN Times dengan Adrian Mattheis berikut ini.
Bagaimana awal cerita Adrian Mattheis terjun menggeluti MMA?

Saya kenal bela diri di Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta, salah satu petarung legendaris Indonesia yaitu Zuli Silawanto yang memperkenalkannya. Sebenarnya sih, terjun ke seni bela diri karena sering dibully, yang tidak bagus lah buat saya. Itu awal jalannya. Ya sudah.
Adrian masuk ke dunia bela diri itu untuk latihan agar bisa menjaga diri saja. Tidak berpikir untuk bertanding sampai sekarang ini.
Kebetulan, ketemu dengan Guardiola Lumihi. Dia juga berperan penting. Dia juga yang mengajarkan saya tendangan. Puji Tuhan, sampai sekarang ya Adrian bisa sampai di sini tuh karena mereka-mereka itu.
Dulu ada ekstrakurikuler yang namanya Yusika Kudo, pertama latihan disitu sampai lulus, sampai ketemu kakak Ardi.
Kakak Ardi waktu latihan sama saya. Saya masih sekolah masih tingkat dua, 2014 pokoknya. Adrian tidak langsung tahu bela diri, yang seperti MMA begini.
Karena memang, minimal kuasai ground fight, jadi Adrian dulu belajarnya stand up fight dulu. sampai sekarang Puji Tuhan Adrian sudah belajar, bisa mewakili Indonesia di ajang ONE Championship.
Kenapa Adrian Mattheis dijuluki Papua Bad Boy?

Badboy cukup di ring ya. Kenapa saya dijuluki Badboy sama pelatih? Karena memang setiap kita latihan, bertanding, itu ada nama panggilan.
Kalau saya nih kenapa dinamakan Papua Badboy? Karena saya itu suka usil sama teman-teman.
Sebenarnya itu nama-nama julukan bukan kita yang kasih nama sendiri. Jadi itu nama dari pelatih semua. Jadi kalau kayak gini dari pelatih kita semua yang kasih.
Waktu itu kita latihan di lapangan di kampus, pada saat itu Adrian sudah mau tanding ONE Championship. Sewaktu mau tanding mereka bilang, "Adrian harus punya julukan".
Ya sudah, master Zuli bilang, sudah punya julukan. Ya, itu Badboy. Terus pelatih, kami minta tambahkan daerah. Coach minta tambah Papua. Kalau mau dilihat-lihat, ya mungkin ada Papua Bad Boy yang lain, tapi KW, yang asli ya saya.
Apa suka-duka mendalami MMA?

Waktu sekolah, kebetulan tinggal di asrama. Dan, kalau latihan harus pakai seragam seperti punya Karate atau Taekwondo.
Jadi kalau bicara dukanya itu ketika ajang ekstrakurikuler suka diejek, "awas pendekar keluar" sama kakak senior. Tapi, sukanya itu saat di tempat latihan ada teman-teman daerah, jadi kami bisa ketemu mereka.
Bagaimana pengalaman bertarung pertama dan paling berkesan untuk Adrian Mattheis?

Pertarungan pertama saya di Tangerang, main muaythai. Kalau tidak salah 2015. Sistemnya satu kali main langsung menang. Seperti eksibisi. Waktu itu saya langsung melawan atlet-atlet daerah.
Itu pertama kali saya bertarung. Belum punya pengalaman. Jadi pada waktu timbang baik-baik saja, tidak bisa tidur, grogi, itu sih.
Kalau pertarungan internasional pertama saya itu lawan mantan juara dunia, Dejdamrong Sor Amnuaysirichoke.
Kalau pertandingan yang paling membekas, waktu lawan Rene Catalan. Karena mainnya di Indonesia dan saya kalah. Tapi, Puji Tuhan Adrian bisa lalui itu.
Jadi ya, apa yang orang-orang bilang, Adrian gak ambil pusing, itulah manusia, punya titik jenuh, Puji Tuhan Adrian bisa lalui itu semua.
Ada pertandingan yang sempat membuat saya susah move on. Yaitu saat melawan senior, Stefer Rahardian. Kami berdua sama-sama dari Indonesia, waktu kami fight, saya gak ada persiapan karena juga persiapan buat SEA Games.
Waktu itu saya kalah. Padahal waktu itu istilahnya pembuktian siapa paling wow, antara captain Steven atau saya badboy.
Saya mengaku saya kalah, sampai sekarang masih membekas, jadi ketika bertemu kakak Steven saya respect.
Bagaimana Adrian Mathheis memaknai MMA?

Kalau untuk saya, bela diri MMA ini no drama. Di atas arena kami rival. Tapi, kalau sudah di luar arena, kami keluarga dalam kemanusiaan. Walaupun saya gak tau bahasa, budaya dia, tapi kita disatukan dengan MMA.
Kenapa bisa no drama? Karena di sini benar-benar adu strategi, adu fisik, mental, endurance. Jadi di MMA itu asli semua dapat, feelingnya, sakitnya semua dapat.
Secara teknis, apa yang sedang Adrian Mathheis kembangkan untuk diri sendiri?

Saya merasa masih kurang di semua sisi. Maka dari itu saya, mau belajar terus. Kalau detailnya, saya sedang mendalami di ground MMA.
Menurut saya, jujur, untuk orang Indonesia di ground MMA itu kurang. Belajar juga dari teman di negara lain. Waktu itu ada dari Brazil menawarkan untuk ikut melatih dan latihan bersama. Tidak usah bayar.
Walaupun Adrian gak paham bahasa mereka, mereka hormat sama kami, gitu sih. Adrian berterima kasih kepada Tuhan Yesus karena meski mulut tidak bisa bicara (karena beda bahasa) tapi diberi kasih untuk saling mengerti.
Siapa sosok paling berpengaruh dan berjasa bagi Adrian Mathheis?

Kalau mau bahas sosok paling penting, kemarin kami sempat bahas juga di dalam tim, refleksi. Saya bilang sama kakak Ardi, sosok penting untuk saya itu pelatih Zuli Silawanto. Dia berperan penting dalam karier saya. Bukan cuma saya, tapi juga buat teman-teman.
Kami betah di sini. Pelatih dan teman-teman menjadi rumah saya. Kalau untuk Adrian, zona nyaman beda dengan rumah.
Kalau zona nyaman, ya itu punya sendiri. Tapi ini rumah, saya pergi jauh, tapi bakal ke sini lagi. Selain master Zuli, ada coach David, coach Ranu, kakak Ardi, master Awal, ada Andriawan, pokoknya banyak.
Bagaimana Adrian Mattheis memaknai diri sebagai petarung kebanggan Indonesia?

Kalau untuk saya sebenarnya jujur saja, ada beban. Tahu lah negeri +62. Tapi apapaun itu, saya akan lakukan, bikin apapun itu, untuk bela negara ini.
Apa target Adrian Mathheis ke depannya?

Kalau untuk juara, semua pasti mau. Di sini untuk Adrian memaknainya sih, sekarang sudah ada di puncak pertama (melawan Alex Silva). Tapi, masih akan ada puncak lagi.
Kalau di puncak ini Adrian bisa baik-baik saja, Adrian mau coba ke puncak lebih tinggi. Sampai saat ini bisa lawan petarung liima besar ini, Adrian sangat bersyukur.
Alex Silva itu adalah idola buat saya. Dulu saat kuliah suka lihat dia bertarung. Istilahnya, sekarang saya punya idola dan jadi rival.
Jadi bisa dibilang mimpi saya sekarang jadi kenyataan. Saya hanya bisa bilang terima kasih kepada Tuhan Yesus. Sebenarnya, kalau untuk cita-cita ya, dulu masih kecil mau jadi apa? Mau jadi pemain bola. Tapi sampai sekarang malah jadi petarung MMA.
Cita-cita paling besar itu, saya cuma mau buat panti asuhan, karena itu impian mama saya.
Saya rencana mau buat kayak rumah sosial, karena mama dan bapak senang berbagi sama orang. Istilahnya itu juga pesan buat mama. Adrian cuma ingin bantu mama dengan liat dia senang, saya juga senang.
Adrian Marttheis akan jalani duel lawan Alex Silva, apa saja persiapan yang dilakukan?

Kami kan akan menghadapi lima besar dunia. Jadi kalau soal persiapan, Adrian mempersiapkan dari semua sisi. Sudah dibantu coach David di ground, striking dibantu coach Zuli, pokoknya teman-teman yang sudah mendukung.
Adrian akan lakukan yang terbaik, selebihnya Tuhan yang bekerja. Jadi saya persiapkan, Adrian akan lakukan yang terbaik, pokoknya on fire. Kami tetap on fire.
Setiap mau lawan penghuni papan atas dunia, Adrian selalu punya persiapan matang. Tapi tidak ada perbedaan mau lawan papan atas atau tidak.
Persiapan yang berbeda hanya pernah dilakukan saat mau menghadapi kakak Steven. Selebihnya tidak. Termasuk untuk Alex Silva.
Sebenarnya Alex Silva itu strikingnya bagus. Dia memang petarung MMA berpengalaman ya. Jadi kalau mau cari kelemahannya itu susah.
Kami punya antisipasi dari groundnya dan pukulannya. Tapi, kalau kelemahan, susah banget menemukannya. Orang ini termasuk sudah sempurna. Karena dari pukulannya dia langsung transisi ke takedown.
Merasa sedikit saja gugup, sisanya sih saya lagi berpikir kalau kalah bagaimana, kalau menang juga bagaimana. Kalau tidak bisa tidur sudah pasti, tapi ya untuk Adrian pernah bilang ke diri sendiri, kami bertarung buat kebanggaan dan kehormatan.
Saya di titik ini sudah buktikan tidak gampang, bahkan saya orang Indonesia pertama yang menantang top rank di dunia. Ini pencapaian terbesar saya, kalau Tuhan kasih berkat yang luar biasa, Adrian akan terima lapang dada.
Apakah Adrian Mattheis punya kebiasaan khusus sebelum bertanding?

Tidak ada yang terlalu istimewa. Paling ada, saya yang tadinya tidak lari siang, ini lari siang lagi. Banyak pengorbanan.
Kan banyak yang bilang "Fighter itu pengorbanannya apa?" Nah, banyak. Latihan jam 06.00, lari siang, latihan malam dua kali, pokoknya banyak.
Adrian, jujur berterima kasih ke orang-orang yang sayang sama Adrian sampai sudah jadi seperti saat ini. Terima kasih untuk doa dan dukungannya selama ini. Adrian menyampaikan ini secara pribadi dari hati yang terdalam
Setelah pertandingan ini, saya ingin makan nasi padang, ikan bakar, ayam goreng, sudah dijanjikan daging steak.
Jadi pulang pertandingan ini gak ke rumah dulu, tapi ke warung nasi padang dulu. Saya sudah rindu makan enak, saya dua bulan tidak makan enak, istilahnya balas dendam.
Apa harapan Adrian Mathheis untuk MMA dan untuk pendukung di Indonesia?

Jujur saja Adrian masih kesal sama orang-orang yang sempat disebut di berita waktu itu ketika teman-teman main bola dikatain monyet. Jujur Adrian sangat mengutuk keras.
Walaupun Adrian rambut lurus, tapi jujur aja tapi saya cuman mau bilang, Siapa yang tidak menghargai perbedaan berarti tidak menghargai ciptaan Tuhan.
Untuk fighter Indonesia, terus berkarir terus berjuang. Kita sebagai fighter itu adalah no drama, no tipu-tipu. Jadi tetap respect dengan satu yang lain. Karena kita punya tingkat pandangan itu biru, di atas langit masih ada langit.
Untuk fighter-fighter lain, jangan dengar omongan. Ingat kita bertarung untuk kehormatan, bukan untuk konten.
Satu lagi, apapun yang terjadi nanti, kita fight itu adalah kekuatan yang sudah kita bikin. Kekuatan yang kita semaksimal mungkin.
Pertarungan itu sudah direncanakan. Syaa hanya bisa bilang bahwa kalau Tuhan sudah berkata seperti itu (menang atau kalah), saya tidak akan melawan kehendak-Nya. Pokoknya lakukan apa yang kau bisa. Selebihnya biarkan Tuhan yang bekerja.