Eksotisme Papua dan Pengalaman yang Berkesan di PON XX 2021

PON Papua berjalan sukses, "Torang Bisa"

Jayapura, IDN Times - “Tanah Papua, tanah yang kaya. Surga kecil jatuh ke bumi. Seluas tanah, sebanyak madu, adalah harta harapan.” Sebait penggalan lagu Franky Sahilatua berjudul “Aku Papua”, benar-benar menggambarkan begitu indahnya Jayapura. Hal itu dirasakan penggawa IDN Times selama dua pekan berada di Bumi Cendrawasih.

Pertama kali menginjakkan kaki Bandara Sentani, Kabupaten Jayapura, saya yang ditemani seorang teman untuk menjalankan tugas kerja, langsung disambut cantiknya alam di Jayapura saat mengarah ke penginapan menggunakan taksi daring. Birunya danau Sentani menyapa kami yang kelelahan usai penerbangan.

Sopir dengan aksen Jawa-Papua yang cukup kental, begitu ramah memperkenalkan diri. Dia juga menjelaskan bagaimana indahnya beberapa tempat yang dilewati, bak tourguide yang sudah lama menemani wisatawan berpelesir.

"Nah ini namanya Danau Sentani, ini sangat indah, bisa bapak lihat bagaimana kecantikan alam yang dimiliki Papua," kata sopir tersebut. 

Seperti orang bingung yang baru menginjakkan kaki di tempat baru. Mata kami cukup terbelalak menikmati keindahan alam yang terhampar di sepanjang jalan Sentani, Kabupaten Jayapura hingga menuju perbatasan Kota Jayapura.

Kesempatan langka itu didapatkan saya, Ilyas Listianto Mujib (reporter) dan Muhammad Firza (videografer), saat mendapatkan tugas untuk meliput Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua 2021. 

1. Masyarakat Papua yang ramah

Eksotisme Papua dan Pengalaman yang Berkesan di PON XX 2021Mama-mama yang sedang berada di pinggiran kota menyaksikan pertandingan PON XX Papua melalui videotron. (IDN Times/Tata Firza).

Hal itu sedikit berbeda dengan bayangan kami sebelum berangkat. Saat pertama kali ditugaskan meliput ajang multievent nasional tersebut, perasaan berkecamuk sebetulnya muncul. Rasa senang sekaligus khawatir datang bersamaan mengiringi kami yang pergi ke Papua.

Pada waktu bersamaan, rasa senang karena akan datang ke tempat yang indah, sedikit tertutupi rasa khawatir. Terlebih, pemberitaan soal isu keamanan, terlebih perang suku yang terjadi di Pegunungan Yahukimo beberapa hari sebelum berangkat, ramai diberitakan di Jakarta.

Hal itu sedikit runtuh usai kami mulai menjalani tugas pada 4 Oktober 2021. Saat pertama kali mengurus hal administrasi untuk meliput PON, banyak panitia lokal yang membantu kami. Mereka begitu terbuka menyambut kami, khususnya jurnalis yang akan meliput pergelaran akbar tersebut.

Di sisi lain, beberapa masyarakat acap kali menyapa kami dengan baik. Mengucapkan selamat siang, sore, atau malam, sudah jadi hal lumrah yang jadi kebiasaan masyarakat kepada setiap orang, tak terkecuali kami. Hal itu sempat membuat saya kaget, terlebih di Ibu Kota, hal itu sangat jarang ditemui.

Meliput kegiatan olahraga multievent bukan yang pertama bagi saya, berbeda dengan Tata yang sebelumnya berkecimpung di bidang Ekonomi. Ini memang cukup berat, hal itu dirasakan saat melakukan hal serupa di PON Jawa Barat lima tahun silam. Tak hanya menguras otak, lelah fisik pun kian terasa, karena mengejar pertandingan dan berkejaran dengan deadline.

Hal itu membuat saya menyiapkan beberapa strategi selama liputan di Papua. Berbekal pengalaman sebelumnya, saya yakin tugas di ajang empat tahunan ini bisa dijalankan dengan baik. Apalagi, ini bukan kali pertama bagi saya menjalankan tugas berat itu.

Baca Juga: Harmoni Khas Nusantara Tutup Kemeriahan PON XX Papua

2. Liputan dengan menumpang teman selama sepekan pertama

Eksotisme Papua dan Pengalaman yang Berkesan di PON XX 2021Pertandingan pencak silat Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua 2020 di GOR HMS Toware, Doyo Lama, Distrik Waibu, Jayapura, Rabu (6/10/2021). (IDN Times/Tata Firza).

Namun, rencana terkadang berbanding terbalik dengan realita. Banyak jadwal liputan yang sudah saya susun harus berubah. Selain homestay yang tak berdekatan dengan media center baik di Kota Jayapura maupun Kabupaten Jayapura, jarak antar arena pun sangat jauh. 

Hal itu pun diakui Wakil Presiden, Ma’ruf Amin dalam penutupan PON pada 15 Oktober 2021. Dia menyebut, ajang yang digelar di Papua ini tak mudah, karena sejarah mencatat, Papua jadi salah satu tuan rumah dengan venue yang berjauhan.

"Ada beberapa catatan penting yang membuat PON ini tak mudah digelar. Saya mencatat, jika Papua adalah tuan rumah yang punya jarak antar-venue terjauh sepanjang sejarah gelaran ini dilangsungkan," ujar Ma’ruf.

Hal itu semakin terasa berat bagi penggawa IDN Times yang meliput langsung ke Jayapura.  Sebab, tak adanya akomodasi yang disediakan panitia untuk mengantarkan jurnalis ke lokasi pertandingan. Hal itu diperburuk dengan minimnya transportasi umum hingga taksi daring di Jayapura.

Kami sempat kelimpungan selama menjalani liputan di hari-hari pertama. Padahal, kami sudah sepakat untuk mengandalkan transportasi umum atau akomodasi panitia selama liputan di sana. Hal itu membuat kami harus memutar otak menentukan kembali prioritas liputan yang tepat.

Beruntung kami punya relasi cukup baik dengan rekan-rekan pewarta lain dari Jakarta yang kebetulan juga meliput PON. Mengandalkan itu, kami nebeng dengan mereka yang kebetulan sudah menyewa kendaraan roda empat selama satu pekan pertama meliput PON. 

Hanya itu cara yang paling masuk akal bagi kami bepergian sembari mencari ide lain untuk memudahkan kami bepergian selanjutnya. 

Kondisi itu memaksa kami mengubah beberapa program yang sudah disiapkan sejak dari Jakarta. Kami tak bisa menentukan tujuan yang tepat ke arena pertandingan, karena harus mengikuti jadwal teman-teman lainnya yang rela kami tumpangi ke venue pertandingan setiap harinya. 

3. Kesulitan dalam liputan di Stadion Lukas Enembe

Eksotisme Papua dan Pengalaman yang Berkesan di PON XX 2021Penggawa IDN Times yang tertahan di stadion Lukas Enembe selama empat jam akibat tak ada kendaraan. (IDN Times/Tata Firza).

Pada saat hari keempat bertugas, kami mendapatkan pengalaman tak terlupakan di Stadion Lukas Enembe, Sentani, Kabupaten Jayapura. Saat sulit meminta tolong untuk bisa pulang, tak dinyana, orang Papua yang sebelumnya saya anggap cuek dan tempramen, dengan cuma-cuma bersedia menolong kami. 

Kejadian tersebut berawal saat kami meliput pertandingan cabang olahraga senam ritmik di Istora Papua Bangkit, yang berada di dalam kompleks olahraga Stadion Lukas Enembe.

Seperti biasa, kami menumpang salah satu rekan jurnalis untuk bisa sampai tujuan, tapi kami harus berpisah lantaran, mereka punya program di venue lainnya. Sementara kami, masih menunggu salah satu atlet yang tampil cemerlang untuk wawancara. Walhasil, kami harus pulang sendiri menuju arah penginapan.

Usai liputan sekitar pukul 16.00 WIT, kami mencoba memesan taksi daring untuk mengantar kembali ke penginapan. Namun, sudah tiga jam menunggu, tak ada satupun yang bisa mengambil pesanan kami. Hal itu karena banyaknya mobil sudah disewa kontingen hingga panitia untuk akomodasi selama di sana.

Kami sempat menghentikan beberapa bus menuju arah Abepura, tapi tak ada satupun mobil yang menuju arah sana. Mereka rata-rata pergi ke Sentani untuk mengantar atlet-atlet kembali ke wisma, arah yang sebaliknya dengan tujuan kami pulang.

Hingga pukul 19.00 WIT, kami masih kebingungan. Beruntung ada seorang yang menghampiri kami yang sudah terlihat frustrasi. Pria bernama Leo itu langsung bertanya masalah sulit yang kami hadapi.

"Adik berdua tak dapat kendaraan? Mau pulang ke arah mana? Nanti coba saya bantu cari-cari orang yang bisa satu jalan dengan kalian," ujar Kakak Leo yang dengan murah hati rela membantu kami.

Selain menghentikan beberapa mobil, dia rela menelepon rekan-rekannya yang kemungkinan bisa membawa kami. Usaha ia pun membuahkan hasil, karena salah satu rekannya mau mengantar kami kembali ke daerah Waena, tempat kami menginap.

4. Dibantu orang tulen Papua yang sangat baik

Eksotisme Papua dan Pengalaman yang Berkesan di PON XX 2021Kembang Api Upacara penutupan Pon XX Papua di Stadion Lukas Enembe Jayapura, Date Jumat, 15/10/2021 (Foto: PB PON XX Papua/Martona)

Ternyata, salah satu rekannya kebetulan sedang berada di GOR HMS Toware, Kampung Kwadeware, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura, yang jaraknya hampir 15 kilometer dari tempat kami, berencana pergi ke Kota Jayapura. Sehingga, dia bersedia datang untuk menjemput kami.

Di sisi lain, Kakak Leo pulang lebih dulu bersama rekannya menggunakan sepeda motor. Hal itu membuat kami kebingungan, karena tak tahu rekannya itu bakal menjemput kami atau tidak. Sehingga, kami sudah punya rencana untuk menginap saja di venue jika tak dapat tumpangan.

Namu,n saat kami berada di gerbang masuk Stadion Lukas Enembe dengan wajah lelah, tiba-tiba ada pria paruh baya dengan mobil berjenis MPV membuka jendela dan berteriak. Dia bahkan keluar mobil untuk bertanya kepada setiap orang yang ada di depan gerbang utama Stadion Lukas Enembe.

"Hallo, apakah di sini ada teman Kakak Leo? Sa su janji jemput teman dia (Kak Leo) untuk ke Jayapura. Di mana Kalian?" kata pria tersebut dengan pekik yang didengar banyak orang di sekitar pintu stadion.

Kami pun langsung menghampirinya dan mengajaknya bicara. Ternyata, orang yang dimaksud adalah kami. Dengan bergegas, kami pun membereskan alat-alat kami dan membawanya ke mobil untuk menumpangi mobilnya untuk pulang. 

Bak malaikat yang sengaja diutus Tuhan untuk menolong kami, pria yang  belakangan diketahui namanaya adalah Frans itu tanpa pamrih rela mengantar kami sampai homestay di Waena. Padahal, arah tujuannya berbeda dengan tempat kami pulang

Dia begitu hangat menceritakan manisnya masyarakat Papua. Bagaimana orang-orang di Papua begitu baik. Hal itu pun saya rasakan langsung, karena Om Frans merupakan pria tulen Papua. 

Namun, dia juga mengingatkan kami jika bepergian di malam hari harus lebih hati-hati. Dia menyarankan agar kami bisa memastikan dapat kendaraan untuk pulang. Sebab, ada beberapa lokasi yang cukup rawan. 

"Kalian kalau sudah malam seharunya ada kendaraan yang mengantar. Malam-malam sedikit bahaya, terlebih ke Waena. Bukan soal perampokan, banyak anak muda yang mabuk suka bikin onar. Nanti kalian bisa kena," ujar dia kepada kami berdua.

Menghabiskan waktu hampir satu jam lebih sambil mengobrol, kami akhirnya sampai di depan penginapan. Tentu kami tak lupa atas jasa Kakak Leo dan Om Frans yang dengan murah hati rela mengantar kami dengan selamat. 

5. Liputan menggunakan motor di pekan kedua PON XX Papua 2021

Eksotisme Papua dan Pengalaman yang Berkesan di PON XX 2021Potret dari udara keindahan Jembatan Merah Holtekamp di Jayapura. (IDN Times/Tata Firza).

Aktivitas kami meliput mulai pagi hingga malam sudah jadi rutinitas biasa saban hari. Aksi kami menumpang untuk bisa liputan pun terus berlanjut hingga Sabtu, 9 Oktober 2021. Strategi itu masih jadi andalan, walau terkadang tak sesuai dengan rencana, itu jadi pilihan terbaik bagi kami saat itu. 

Beberapa pengalaman pahit sempat kami rasakan saat tak menumpang rekan kami. Mulai dari dihentikan gerombolan pemuda yang mabuk, hingga diikuti beberapa orang mencurigakan pernah kami rasakan. Bahkan kami harus beberapa kali menginap di tempat teman untuk tetap aman karena pulang larut.

Bukan soal takut baku pukul, tapi kami takut risiko alat-alat kantor, seperti kamera, lensa dan lain-lain, yang harganya begitu mahal raib. Sehingga, cara jitunya dengan mengandalkan batuan kolega kami yang juga sedang betugas liputan PON.

Memasuki pekan kedua, kami akhirnya mendapatkan lampu hijau untuk menyewa sepeda motor. Kebetulan kami dapat motor dari salah seorang sopir yang bekerja mengantar orang-orang KONI selama PON berlangsung. Walau masih gress, dia merelakan kami menyewakan motor baru tersebut. 

Hal itu memudahkan kami bepergian untuk liputan. Setidaknya, itu membuat program yang direncanakan berjalan dengan baik, karena tak lagi tergantung teman lainnya yang liputan untuk nebeng.

Mengaspal melewati pegunungan, mulai saat matahari baru nongol hingga bulan menunjukkan kecantikannya, jadi kebiasaan baru selama meliput di Jayapura. Tak disangka, selama menggunakan motor ini, kami semakin tahu bagaimana cantiknya alam Papua yang selama sepekan pertama tak kami nikmati.

Jika harus menilai, Jayapura itu memang paket komplet sebuah tempat yang eksotis. Selain pegunungan, danau luas yang diapit bukit-bukit indah, pemandangan pantai, hingga hamparan teluk selalu menyambut kami di sepanjang jalan.  

6. Eksotisme Jayapura yang tak terbantahkan

Eksotisme Papua dan Pengalaman yang Berkesan di PON XX 2021Stadion Mandala Jayapura yang berada di pinggir laut terlihat indah. (IDN Times/Tata Firza).

Beberapa kali kami dibuat takjub dengan kemolekan beberapa venue pertandingan. Salah satunya adalah venue cabang olahraga sepak bola, Stadion Mandala. Hal itu semakin tak terbantahkan saat Tata menerbangkan drone untuk mengambil gambar, sebelum pertandingan final dilangsungkan.

Stadion yang berada di pinggir laut itu sangat indah. Terlebih, di sekitarnya terdapat beberapa kapal yang terparkir rapi di dermaga kecil. Saya dan Tata merasa lokasi ini tak seperti berada di Indonesia saja. 

Selain itu, satu tempat yang tak kalah ciamik adalah venue dayung yang berada di Teluk Youtefa, Enggros, Wai Mhorock, Abepura, Kota Jayapura. Tak terbayangkan di benak kami sama sekali, pertandingan olahraga bisa digelar di tempat seindah itu. 

Hal itu pun diakui salah satu atlet dayung disiplin rowing Jawa Barat, Syiva Lisdiana. Peraih dua emas dalam dua nomor berbeda itu mengaku, Youtefa adalah venue pertandingan paling eksotis yang pernah disambanginya selama menjadi atlet dayung.

"Teluk Youtefa ini sangat indah. Hamparan air jernih hingga pegunungan di depannya membuat kami bersemangat bertanding. Selain itu, di seberang jalan juga ada pantai yang cantik. Ini benar-benar luar biasa," kata Syiva kepada IDN Times.

Kami bahkan sempat tercengang ketika melewati ringroad Abepura-Entrop yang baru dibangun. Usai melewati bukit kapur dengan dinding menawan, kami melewati jembatan yang membelah Teluk Youtefa di sore hari. Ketika mata memandang, hamparan air berwarna hijau jernih membuat rasa lelah sedikit terobati.

Jika perjalanan itu dilanjutkan hingga pertigaan, kita bisa pergi menuju Pantai Hamadi atau pergi ke jembatan yang kini jadi ikon baru Jayapura, yakni Jembatan Merah Holtekamp. Deburan ombak disertai bau laut yang khas, semakin memanjakan kami yang berkendaraan di Jayapura.

Yang membuat kami semakin kagum, mayoritas jalan di Jayapura ini sudah sangat baik dengan hamparan aspal cukup rata. Hal itu kami rasakan sampai saat melakukan perjalanan menuju venue voli di GOR Koya Koso. Sepanjang jarak hampir 60 kilometer yang kami lalui, tak ada sedikitpun jalan yang rusak menghambat kami.

7. Jarak antara venue ke venue di PON XX Papua sangat jauh

Eksotisme Papua dan Pengalaman yang Berkesan di PON XX 2021Cabang olahraga dayung yang digelar di eluk Youtefa, Enggros, Wai Mhorock, Abepura, Kota Jayapura. (IDN Times/Ilyas Mujib).

Namun, itu bukanlah pelesiran yang biasa kami nikmati sepanjang hari. Tugas kami adalah meliput sebuah pergelaran akbar dengan ratusan nomor cabang olahraga. Sehingga, kami benar-benar ditantang untuk menentukan prioritas utama untuk bisa meliput suatu pertandingan dengan efisien.

Sedikit mustahil mengangkat semua berita dari berbagai cabang olahraga. Terlebih, satu pekan pertama kami berjalan kurang efektif lantaran minimnya transportasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Sehingga, kami memilah beberapa hal unik soal atlet, atau sisi lain di luar pertandingan di waktu yang tersisa.

Cukup sulit berada di tempat berbeda dalam satu waktu, walau raga saya tengah berada di Koya Koso (misalnya), saya harus tahu dan mengamati pertandingan lainnya, seperti pencak silat yang ada di GOR Toware. Kami tak bisa langsung melesat berpindah ke tempat lainnya, jika ditempuh dengan kendaraan tak mungkin bagi kami bisa mengejar kedua pertandingan yang digelar di dua tempat itu.

Mengakali masalah itu, saya terkadang berbagi informasi dengan jurnalis lainnya baik lokal maupun nasional untuk mencari tahu hal-hal dalam pertandingan, seperti kontak atlet, hingga terjadinya beberapa rekor yang pecah dalam beberapa cabang olahraga. 

Dengan program yang dibuat se-efisien mungkin saja, kami harus menghabiskan jarak 500 kilometer lebih dalam satu pekan menggunakan motor. Rata-rata kami harus berkendaraan sebanyak 72 kilometer per hari. Belum lagi waktu terpotong untuk mengerjakan deadline, tentu itu membuat fisik dan mental kami sedikit terkuras.

Salah satu sopir yang setiap hari mengantar petinggi KONI pun sempat kaget melihat kami berkendaraan dengan motor setiap hari ke berbagai venue. Pria yang disapa Kakak Awel itu mengaku, tak kuat menggunakan mobil dengan mobilitas tinggi seperti kami.

Ia pun kebingungan melihat kami yang sehari-hari melakukan aktivitas berkeliling venue untuk mendapatkan berita.

“Aduh, sa tra bisa menggunakan motor sejauh itu. Sa bingung ko tak merasa sakit badan setiap hari. Kalau sa yang melakukan itu, tipus sudah,” ujar Awel dengan diiringi tawa lepas.

Kami pun menanggapinya dengan tertawa lagi. Sebab, kami juga bingung kenapa bisa melakukannya. Selain karena tak ada cara lain untuk menyelesaikan tugas selama pergelaran PON Papua, kami selalu mengiringi tugas berat itu dengan bercanda saja di perjalanan. 

8. PON Papua memperkenalkan keindahan alam dan masyarakat yang ramah

Eksotisme Papua dan Pengalaman yang Berkesan di PON XX 2021Penonton yang tengah asik menyaksikan pertandingan tinju PON XX Papua 2021 melalui videotron. (IDN Times/TataFirza).

Momen dan rasa lelah kami terbayarkan saat penutupan PON XX Papua 2021 digelar pada 15 Oktober 2021. Selain proses acara yang mengagumkan, beberapa hiburan dari artis lokal sampai nasional, membuat masyarakat begitu riuh menyaksikannya. 

Tarian kembang api juga menambah kemegahan closing ceremony yang digelar di Stadion Lukas Enembe tersebut. Selama beberapa menit, langit di Papua berwarna-warni membentuk cahaya di malam hari, diiringi lantunan merdu lagu-lagu yang dibawakan Noah. 

Tak sedikit yang menikmatinya hanya melalui layar besar di pinggir Jalan Sentani Timur. Namun, itu tak mengurangi kegembiraan dan euforia yang ditunjukkan masyarakat Papua yang sangat ramah menyambut pendatang selama PON berlangsung.

Walau menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan pengamanan berlapis, penutupan itu dinilai sukses jadi puncak acara pergelaran akbar yang sudah berjalan selama dua pekan lebih di Jayapura.  

Sehari berselang, IDN Times pun masih harus melakukan liputan dengan beberapa pejabat daerah dan KONI untuk kepentingan berita baik tulisan maupun video. Walau sebetulnya itu hari libur, kami harus tetap menjalankannya. Hal itu dilakukan sambil kami mencari buah tangan untuk kembali ke Jakarta.

Setelah semuanya selesai, saya dan Tata  kembali ke Jakarta dengan selamat pada Minggu (18/10/2021). Dua pekan selama bertugas di Jayapura ternyata tak terasa sudah selesai. Walau diakui banyak kendala dan kekurangan, setidaknya PON Papua memberikan kami kesan yang berbeda dari sebelumnya.

Jika sebelumnya jamak orang-orang menganggap Papua adalah daerah tertinggal, konservatif, tak aman, hingga miskin, saya, Tata, dan mungkin belasan ribu orang yang sudah berkunjung ke sana akan menyanggahnya. Terlebih, Papua bisa menjalankan tugasnya menjadi tuan rumah PON edisi ke-20 ini.

Keramahan masyarakat, cantiknya wilayah Papua, ditambah fasilitas olahraga yang megah ternyata membuat Jayapura sejajar, bahkan lebih maju dari beberapa wilayah di Indonesia. Dan, PON XX Papua 2021 ini telah mengajarkan saya dan semua orang untuk meruntuhkan kesan Papua yang menakutkan.

Baca Juga: Praktik Bajak Atlet di PON XX Papua Masih Terjadi

Topik:

  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya