Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Jochen Rindt, Satu-Satunya Juara Dunia Formula 1 Berstatus Anumerta

potret Jochen Rindt (formula1.com)

Formula 1 menjadi salah satu olahraga paling populer di dunia saat ini. Selain dikenal sebagai olahraga termahal, balapan jet darat ini juga menyimpan bahaya yang mengintai para pembalapnya. Sejak digelar pertama kali pada 1950, terhitung sudah ada 52 pembalap F1 meninggal dunia di lintasan.

Salah satu kisah pilu pembalap yang kehilangan nyawanya di lintasan adalah Jochen Rindt. Ia merupakan legenda yang meraih juara dunia Formula 1 pada 1970. Pada tahun yang sama, dia kehilangan nyawa saat sesi latihan di sirkuit Monza, Italia. Pembalap asal Austria ini kemudian merengkuh gelar juara dunia setelah para rivalnya tak mampu melampaui capaian poinnya dan membuatnya memperoleh gelar juara dunia secara anumerta.

Berikut profil dan perjalanan karier Jochen Rindt yang harus kamu ketahui!

1. Jochen Rindt remaja dikenal sebagai pemuda yang bandel dan cenderung liar

potret Jochen Rindt (twitter.com/F1)

Pembalap bernama lengkap Karl Jochen Rindt ini lahir di Mainz, Jerman, pada 18 April 1942. Pada usianya yang masih balita, dia harus kehilangan kedua orangtuanya karena tewas dalam Perang Dunia ke-2. Ia lalu diadopsi oleh kakek-neneknya dan dibawa ke Graz, Austria.

Masa remaja Rindt tak jauh dari kenakalan dan pemberontakan. Ia dikenal sebagai sosok yang bandel, sulit diatur, sering terlibat dalam berbagai masalah di sekolah. Beberapa kali Rindt dikeluarkan dari sekolah akibat kenakalannya, bahkan status kakeknya sebagai pengacara ternama tak mampu menolongnya.

Dilansir situs resmi Formula 1, penampilan Rindt saat remaja digambarkan sebagai pemuda urakan. Dia seringkali menggunakan potongan tali untuk mengikat sepatunya yang rusak dan cenderung berbicara kasar dan mengintimidasi siapa pun. Namun, siapa sangka dirinya justru memiliki cita-cita sebagai pembalap kala itu.

Sejak muda, Jochen Rindt sudah menunjukkan kecintaannya pada kecepatan. Jiwa pemberaninya mendorongnya mengikuti ke berbagai balapan liar, baik menggunakan motor, mobil, maupun ski. Kegemarannya ini bahkan membuatnya mengalami dua kali patah tulang dan berurusan dengan pihak berwajib.

2. Jochen Rindt sempat jadi buah bibir media Inggris sebagai pembalap di Formula 2

potret Jochen Rindt (twitter.com/F1)

Sebagai pemuda yang memiliki cita-cita sebagai pembalap, Jochen Rindt tentu memiliki sosok pahlawan di benaknya. Aristokrat sekaligus pembalap asal Jerman, Wolfgang von Trips, merupakan sosok inspirasinya untuk terjun ke dunia kecepatan. Sayangnya, dia meninggal di sirkuit Monza pada 1961 saat membalap untuk Ferrari di Formula 1.

Rindt memulai karier balapnya menggunakan mobil touring dan single-seater. Dia beberapa kali mengalami kecelakaan hingga harus dirawat di rumah sakit. Namun, berbagai kecelakaan tersebut tak memadamkan tekadnya untuk mewujudkan mimpinya sebagai pembalap top.

Keseriusannya untuk berkecimpung di dunia balap ditunjukkannya pada 1964. Rindt memulai karier balapnya di Formula 2 atas nama pribadi dan membeli mobil Formula 2 milik Brabham seharga 4.000 pound sterling atau setara Rp79,3 juta. Dirinya menjadi satu-satunya pembalap yang tak tergabung dengan tim mana pun kala itu.

Pada seri balap kedua yang diadakan di Crystal Palace, Inggris, Rindt membuat geger para penggemar balap. Dirinya berhasil mengalahkan Graham Hill yang saat itu dikenal sebagai pembalap muda potensial. Dia lalu menjadi buah bibir di kalangan media Inggris yang menjulukinya sebagai orang Austria yang tak dikenal.

3. Awal karier Jochen Rindt di Formula 1 tak berjalan mulus

Jochen Rindt saat membalap untuk Cooper pada 1964. (formula1.com)

Prestasi gemilang Rindt di Formula 2 menarik perhatian tim Formula 1, Cooper, yang kemudian mengontraknya pada 1965. Namun, Cooper saat itu bukanlah tim yang kompetitif, sehingga dia tidak berhasil meraih satu pun kemenangan. Di sisi lain, Rindt yang juga terikat kontrak dengan Ferrari untuk ajang balap ketahanan Le Mans 24 Jam mampu bersinar dan berhasil mengantarkan Ferrari meraih kemenangan.

Pada 1968, Rindt pindah ke tim Brabham yang mampu meraih juara dunia pembalap dan konstruktor pada 1966. Akan tetapi, mobilnya terlalu sering mengalami masalah teknis sehingga gagal bersaing dengan pembalap lain. Dirinya bahkan hanya mampu menyelesaikan 2 balapan dan berakhir di peringkat ke-12 dengan mengoleksi 8 poin.

4. Sempat mengalami cedera parah, Jochen Rindt berhasil meraih kemenangan perdana di F1 pada 1969

potret Jochen Rindt (formula1.com)

Performa jeblok Brabham membuat Rindt menerima tawaran dari tim lain. Pada 1969, Lotus yang diakui sebagai tim besar merekrut Jochen Rindt sebagai pembalap mereka. Ia saat itu berduet dengan juara dunia 1968, Graham Hill, dan Mario Andretti yang nantinya menjuarai Formula 1 pada 1978. 

Musim pertama Rindt bersama Lotus tidak berjalan mulus. Ia belum mampu menyaingi performa rekan setimnya. Situasi ini semakin diperparah ketika ia mengalami kecelakaan serius saat membalap di sirkuit Montjuich Park, Spanyol. Rindt mengalami gegar otak dan patah tulang rahang akibat terkena sayap belakang mobil Graham Hill yang terlepas dan mengenainya.

Rindt harus absen pada tiga balapan selanjutnya imbas insiden ini. Colin Chapman selaku pemilik dan insinyur Lotus dikritik banyak pihak yang menganggap mobilnya tidak memenuhi standar keselamatan. Namun, kritik ini dijawab oleh Rindt sendiri ketika berhasil memenangi GP Amerika Serikat sekaligus menjadi kemenangan perdananya di Formula 1.

5. Jochen Rindt sempat ingin pensiun pada pertengahan musim meskipun tampil apik

Jochen Rindt (di dalam kokpit) saat membalap di GP Prancis pada 1970. (redbull.com)

Performa Jochen Rindt semakin moncer pada 1970. Sempat tampil kurang meyakinkan pada 2 seri balapan pertama, Rindt menunjukkan tajinya dengan meraih 5 kemenangan dari 7 balapan berikutnya. Salah satu kemenangan terbaiknya terjadi di GP Monako. Rindt terlibat dalam pertarungan sengit dengan Jack Brabham. Pada tikungan terakhir, Brabham tergelincir dan Rindt melintasi garis finis sebagai pemenang.

Rindt sempat mempertimbangkan pensiun dari dunia balap pada pertengahan musim. Ini dikarenakan ia harus kehilangan dua teman dekatnya sesama pembalap, Bruce McLaren dan Piers Courage, yang meninggal dalam kecelakaan di lintasan secara beruntun. McLaren kehilangan nyawa saat membalap pada seri keempat di GP Belgia, sedangkan Courage tewas di sirkuit Zandvoort, Belanda, pada seri selanjutnya.

Kematian kedua sahabatnya ini menguncang Rindt dan membuatnya memikirkan ulang tentang kariernya di dunia balap. Ia sempat mempertimbangkan untuk pensiun karena tidak ingin mengalami nasib yang sama. Terlebih, dirinya yang menikah pada 1967 telah memiliki seorang anak perempuan yang masih balita.

6. Jochen Rindt menyusul pahlawan masa remajanya saat meninggal di sirkuit Monza

potret Jochen Rindt (twitter.com/F1)

Tanggal 5 September 1970 menjadi hari yang nahas bagi Jochen Rindt. Dia mengalami kecelakaan fatal saat sesi latihan untuk GP Italia di sirkuit Monza, Italia. Mobil Lotus 72C yang dikendarainya secara misterius menabrak pagar pembatas. Sempat dilarikan ke rumah sakit, tetapi nyawanya tak tertolong karena luka di tenggorokannya yang sangat parah akibat tercekik sabuk pengaman.

Kecelakaan fatal ini terjadi di dekat insiden yang juga merenggut nyawa pahlawan Rindt saat remaja, Wolfgang von Trips. Mantan bos F1, Bernie Ecclestone, yang merupakan teman baik dan manajer bisnis Rindt, menjadi salah satu orang pertama yang tiba di lokasi kejadian. Ia hanya membawa dua benda yang tersisa dari Rindt, yaitu helmnya dan sepatunya yang terlempar agak jauh dari reruntuhan mobil.

Walaupun saat itu balapan masih menyisakan empat seri lagi, Rindt berhasil merengkuh gelar juara dunia Formula 1 pada 1970. Pesaing terdekatnya, Jacky Ickx, tak mampu mengejar poinnya meski berhasil memenangi 2 balapan dalam 4 seri terakhir. Rindt keluar sebagai juara dengan mengoleksi 45 poin, sedangkan Ickx harus puas di posisi ke-2 dengan raihan 40 poin.

Kisah Jochen Rindt bagaikan roller coaster yang penuh liku. Dari pemuda bandel, menjadi pembalap tangguh, hingga meraih gelar juara dunia Formula 1 secara anumerta. Kehidupannya diwarnai ambisi, prestasi gemilang, dan tragedi yang memilukan. Kematiannya menjadi pengingat akan bahaya yang selalu mengintai di balik kecepatan dan adrenalin Formula 1.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Widyo Andana Pradiptha
EditorWidyo Andana Pradiptha
Follow Us