5 Alasan Pembalap Spanyol Mendominasi MotoGP

Sebelum 1992 tak pernah menang di kelas premier

Sudah menjadi rahasia umum jika pembalap Spanyol mendominasi MotoGP. Untuk musim balap 2022 saja, jumlah pembalap asal Spanyol adalah yang terbanyak di semua kategori.

Di kelas MotoGP, ada sembilan pembalap Spanyol. Di Moto2 dan Moto3, masing-masing ada 9 dan 10 pembalap. Jumlah ini adalah yang terbanyak dibandingkan asal negara lain. Italia saja hanya mempunyai tujuh pembalap di masing-masing kategori.

Tak hanya soal kuantitas, pembalap asal Spanyol pun punya kualitas. Khusus di kelas MotoGP, dominasi pembalap Spanyol masih belum terkalahkan. Hanya diselingi Casey Stoner pada 2011, sejak 2010—2020, juara dunia MotoGP selalu direbut pembalap Spanyol.

Lantas, apa alasan yang membuat pembalap Spanyol bisa begitu mendominasi MotoGP? Siapkan kopi dan camilan karena ini akan panjang.

1. Imbas sejarah yang melahirkan dan membesarkan industri motor

5 Alasan Pembalap Spanyol Mendominasi MotoGPAngel Nieto memacu Derbi. (boxrepsol.com)

Dominasi Spanyol di MotoGP tak datang tiba-tiba. Bukan juga karena konspirasi dari segelintir elite balap global dunia. Kesuksesan Spanyol bermula dari peristiwa sejarah yang berpilin melahirkan peristiwa baru yang saling mendukung.

Menurut MotorSport Magazine, untuk mengerti kenapa orang Spanyol bisa mengendarai motor dengan lebih baik, penyebabnya bisa dilacak ke dekade 1960-an. Saat Spanyol masih dipimpin oleh seorang diktator bernama Francisco Franco Bahamonde atau biasa dikenal dengan Jenderal Franco. Agar tak melebar ke kisah dan sejarah politik, singkatnya, salah satu kebijakan ekonomi Franco menguntungkan industri sepeda motor lokal.

Dampak Perang Dunia II masih terasa pada porak-porandanya ekonomi. Karenanya, Jenderal Franco mengeluarkan kebijakan ekonomi proteksionime dan self-sufficiency. Salah satu yang diproteksi adalah industri sepeda motor. Merek motor dalam negeri seperti Bultaco, Derbi, dan Ossa terlindung dari gempuran produk luar, utamanya dari motor buatan Jepang.

Sampai tingkatan tertentu, produsen motor Spanyol mampu memproduksi motor 2-tak dengan harga yang relatif murah. Tak ayal lagi, kendaraan roda dua membanjiri pasaran dan menjadi alat transportasi populer di Spanyol. Dampaknya, mengendarai motor menjadi semacam kebiasaaan yang membudaya, yang pada akhirnya membesarkan olah raga balap. Balapan menjadi olah raga populer setelah sepak bola.

Pada akhir 1969, Bultaco dan Derbi mampu membuat mesin balap yang bisa bersaing di ajang Grand Prix. Dikombinasikan dengan talenta berbakat seperti Angel Nieto, perpaduan ini menjadikan mereka dominan di kejuaraan dunia Grand Prix kelas 50cc dan 125cc.

Selama kariernya, Angel Nieto bisa mencatatkan 90 kemenangan. Nieto lalu berkesempatan bertemu dengan Jenderal Franco yang percaya bahwa kesuksesan Nieto akan mempromosikan Spanyol sebagai negara maju. Angel Nieto kemudian menjadi semacam pahlawan di bidang balapan. Ia menjadi simbol keberhasilan dan keberanian Spanyol.

Angel Nieto menandai babak awal kisah kesuksesan Spanyol di ajang balap Grand Prix. Namun, pembalap Spanyol kala itu hanya mampu juara di kelas lightweight, belum mampu bersaing di kelas intermediate, apalagi premier.

Menurut Sport-journal, proteksionisme Jenderal Franco seperti dua sisi mata uang koin. Di satu sisi berdampak baik pada industri sepeda motor Spanyol yang berkembang. Tapi di sisi lain, penutupan pintu pada investasi asing, terutama Jepang, membuat perkembangan teknologi balap Spanyol tidak semaju negara lain.

Setelah terbebas dari kediktatoran Jenderal Franco pada akhir dekade 1970-an, Spanyol memasuki babak baru. Spanyol mulai masuk ke pasar internasional pada 1986. Keterbukaan ekonomi ini memang membuat merek motor lokal digempur merek luar. Namun, masuknya peralatan dari negara lain semakin menambah akses teknologi bagi kompetisi balap.

Mengutip Sport Journal, titel juara dunia kelas intermediate yang berhasil direbut Alfonso "Sito" Pons pada 1988 salah satunya terwujud karena akses teknologi ini. Setelahnya, Alex Criville bisa berlaga di kelas 500cc. Tidak hanya Criville, tetapi juga Alberto Puig, Carlos Checa, dan Sete Gibernau. Mereka mulai bersaing dan diperhitungkan di kategori 250cc dan 500cc.

2. Sponsor dan federasi yang punya visi dan mimpi

5 Alasan Pembalap Spanyol Mendominasi MotoGPAlex Criville membawa bendera di atas Repsol Honda. (motogp.com)

Mari sejenak lupakan tentang kebijakan dan politik pemerintah. Meski itu penting dan berpengaruh pada industri sepeda motor yang mendukung kemajuan balap, tetapi ada hal penting lain yang membuat pembalap Spanyol bisa begitu jagoan: kerja sama yang apik antara sponsor dan federasi balap.

Angel Nieto memulai babak baru bagi dunia balap Spanyol. Ia merebut banyak juara dunia dan menjadi simbol nasional. Namun, Angel Nieto pensiun pada pertengahan 1980-an.

Spanyol sadar, untuk menjadi yang terbaik di ajang balap motor, harus ada pembalap muda yang menggantikan Nieto. Industri sepeda motor Spanyol bekerja sama untuk menemukan Angel Nieto baru baru.

Mengutip MotorSport Magazine, kerja sama ini diawali dari Bultaco dan Real Federación Motociclista Española atau Federasi Sepeda Motor Spanyol (RFME). Mereka membuat seri balapan yang akan menjadi cikal bakal kompetisi balap yang membuat Spanyol dominan.

Ajang balap ini bernama Copa Bultaco Streaker. Dari ajang ini, lahirlah nama Alfonso "Sito" Pons, yang menjadi pembalap Spanyol pertama yang berhasil merebut titel juara dunia kelas 250cc pada 1988. Ini adalah langkah progresif dari pembalap Spanyol. Setelah hanya juara dunia di kelas 50cc dan 125cc, kini bisa juara dunia di kelas 250cc.

Upaya Spanyol di ajang Grand Prix terus berlanjut sampai Alex Criville menjadi pembalap Spanyol pertama yang menang di kelas 500cc pada 1992. Namun, Spanyol masih harus menempuh jarak yang jauh untuk menjadi juara dunia di kelas ini.

Setidaknya kesuksesan demi kesuksesan ini membukakan mata para sponsor baru untuk terus berinvestasi di ajang Grand Prix. Perusahaan oli raksasa Spanyol, Repsol, menjadi titel sponsor untuk Honda sejak 1995. Sponsor inilah yang mengantarkan Alex Criville menjadi juara dunia kelas 500cc pada 1999. Ia sekaligus menjadi pembalap Spanyol pertama yang menjadi juara dunia di kelas premier.

Kesuksesan memancing kesuksesan lain. Setelah Repsol, perusahaan raksasa Spanyol lain mulai melirik MotoGP sebagai arena untuk menginvestasikan dana sponsorship-nya. Pada awal 2000-an, perusahaan telekomunikasi asal Spanyol, Telefonica, menjadi sponsor dengan menggunakan nama brand Movistar. Ditambah lagi perusahaan minuman Estrella Galicia.

Tak ayal lagi, kehadiran banyak sponsor membawa angin segar bagi perkembangan kompetisi balap di Spanyol. Ini akan mempercepat dominasi Spanyol di MotoGP.

Baca Juga: 5 Alasan Pembalap asal Inggris Tak Lagi Mendominasi di MotoGP

3. Tim balap yang profesional dan menebar inspirasi

5 Alasan Pembalap Spanyol Mendominasi MotoGPSito Pons dan Alex Rins (motogp.com)

Spanyol sudah memiliki industri yang mampu menjadi fondasi pengembangan balap motor. Ditambah kerja sama antara federasi dan sponsor yang apik, jadilah iklim balap yang kondusif. Ini masih ditambah sekelompok pembalap senior yang mendedikasikan dirinya untuk merekrut dan membina pembalap muda.

Pembalap senior yang pensiun mendirikan tim balap di berbagai kelas. Tim ini pada akhirnya merekrut para talenta muda Spanyol. Alfonso "Sito" Pons, misalnya, setelah pensiun membentuk tim Pons Racing untuk kelas 500cc pada 1992. Tim ini yang merekrut Alex Criville untuk berlaga di kelas premier. Sebelumnya, Criville membalap selama dua tahun di kelas intermediate dengan tim asal Spanyol lainnya, JJ Cobas.

Keberadaan tim Spanyol ini kelak sangat membantu proses penyemaian bibit unggul asal Spanyol di MotoGP. Setelah Alex Criville bergabung dengan Pons Racing, pada 2017, separuh dari 10 pembalap asal Spanyol di kelas MotoGP pernah bergabung dengan tim Moto2 milik Pons.

Pons memang bukan satunya-satunya pembalap senior yang mengembangkan para pembalap Spanyol. Angel Nieto juga punya tim balap. Jorge Martinez, mantan juara dunia kelas 125cc, pernah punya tim di Moto2 dan MotoGP. Alberto Puig, yang saat ini menjadi bos Repsol Honda, telah mendedikasikan waktunya untuk membina para pembalap muda.

4. Kompetisi yang kompetitif

5 Alasan Pembalap Spanyol Mendominasi MotoGPCEV Repsol (motogp.com)

Spanyol memiliki program kompetisi balap yang fokus pada pembalap muda. Ini yang membuat gelombang pembalap Spanyol seolah tak terbendung di MotoGP.

Ada perlombaan-perlombaan tingkat junior seperti Aprilia 50 dan 125 Cup. Kompetisi yang menjembatani balapan minibikes, yang menarik minat banyak anak kecil, dengan balapan yang menggunakan motor sungguhan. Pada 1999, Dorna sempat meluncurkan Movistar Activa Joven Cup.

Kompetisi balap bagi pembalap muda pun ada di tingkat daerah. Di Valencia misalnya, ada Cradle of Champions. Kemudian di daerah lain ada juga Catalonia Championship, dengan kompetisi anak-anak yang berbeda seperti Conti Cup atau Open RACC 50.

Ada satu kompetisi yang kualitasnya diakui dunia, yaitu kejuaraan nasional Spanyol atau CEV (Campeonata de Espana de Velocidad). Menurut Sport Journal, CEV lahir pada 1998 setelah RFME dan Dorna sepakat untuk membuat ajang balap yang lebih kompetitif. Saking kompetitifnya kompetisi ini, nantinya CEV secara resmi menjadi Kejuaraan Dunia Junior.

Maka, tak heran jika Spanyol terkenal sebagai negara dengan kompetisi balap motor terbaik di dunia. Pembalap Inggris sekelas Scott Redding dan Bradley Smith mengasah kemampuan balapnya di Spanyol. Hasil yang paling anyar adalah juara dunia MotoGP 2021, Fabio Quartararo. Meski dari Prancis, sejak usia tujuh tahun ia sudah membalap di kompetisi Spanyol.

5. Infrastruktur yang membangkitkan minat dan budaya balap

5 Alasan Pembalap Spanyol Mendominasi MotoGPMarc Marquez di Sirkuit Jerez. (motogp.com)

Budaya sepeda motor memang sudah mengakar di Spanyol. Di pusat kota, misalnya, banyak anak muda yang mengendarai skuter atau moped. Lagi-lagi, fenomena ini adalah akibat tidak langsung dari sebuah regulasi.

Anak muda Spanyol baru bisa mengendarai mobil setelah berumur 18 tahun. Sementara untuk sepeda motor, sudah bisa mereka kendarai sejak usia 15 tahun. Menurut BBC, jeda waktu tiga tahun ini bisa membuat remaja Spanyol ketagihan mengendarai motor.

Tentu saja budaya mengendarai motor tak akan sampai ke mana-mana tanpa adanya budaya balap. Budaya balap bisa terbentuk dengan infrastruktur dan fasilitas yang memadai.

Mengutip Bikesport News, di daerah Spanyol seperti Albacete, Almeria, atau Andalusia, semua orang terbiasa dengan kompetisi balap. Para orangtua tak risau jika anaknya menghabiskan waktu di arena balap yang memang tersedia.

Untuk infrastruktur balap motor, Spanyol memang salah satu yang terbaik di dunia. Menurut Racing Circuits, Spanyol setidaknya memiliki 16 sirkuit yang biasa digunakan untuk ajang motorsport. Empat di antaranya sering masuk kalender MotoGP, seperti Sirkuit Jerez, Sirkuit Barcelona-Catalunya, Motorland Aragon, dan Sirkuit Valencia-Ricardo Tormo.

Selain itu, Spanyol memiliki beberapa sekolah pelatihan teknisi, yang lulusannya banyak berkarier di garasi MotoGP. Jadi, kesuksesan Spanyol tak hanya peran dari para pembalap, tetapi juga semua komunitas dan pihak yang terlibat dan berdedikasi sepenuhnya untuk MotoGP.

Kesuksesan Spanyol di MotoGP memang gabungan dari banyak faktor. Mengutip Sport Journal, keberhasilan ini adalah gabungan antara kerja sama yang baik (Dorna, RFME, dan sponsor) dan antusiasme dari generasi muda. Lalu, didukung terus menerus oleh insfrastruktur dan kemampuan teknisi yang terus meningkat.

Puncak dari dominasi pembalap Spanyol dimulai pada 2010. Kala itu pembalap Spanyol berhasil merebut semua gelar juara dunia di setiap kategori MotoGP. Jorge Lorenzo mengambil titel MotoGP, Toni Elias menguasai kelas 250cc, sementara Marc Marquez meraih gelar di kelas 125cc.

Peristiwa itu sangat bersejarah. Sebelumnya tak pernah ada negara yang bisa memenangi kejuaraan di semua kategori. Spanyol mengulangi dominasi ini pada 2013 dan 2014.

Pada waktu yang bersamaan, muncul nama Marc Marquez sebagai pembalap MotoGP asal Spanyol yang paling bersinar. Pada 2013, Marquez mencetak banyak sejarah. Ia merebut gelar juara dunia pertamanya saat masih menjadi rookie. Itu menjadikannya rookie pertama yang juara dunia setelah Kenny Roberts pada 1978.

Marquez sekaligus menjadi juara dunia kelas MotoGP termuda, merebut rekor sebelumnya dari Freddie Spencer. Pada 2017, rekor lain dipecahkan Marquez. Ia menjadi pembalap paling muda yang berhasil meraih empat gelar juara dunia. Marquez merebut rekor ini dari pembalap Inggris, Mike Hailwood.

Kesuksesan Marquez seolah menjadi titik puncak dari dominasi pembalap Spanyol di MotoGP. Pada 2020, di tengah absennya Marquez, muncul pembalap Spanyol lain yang bisa menjadi juara dunia, Joan Mir.

Namun, pembalap Spanyol menghadapi persaingan MotoGP yang makin ketat. Kini Italia punya VR46 Academy asuhan Valentino Rossi, yang berhasil mencetak juara dunia seperti Francesco Bagnaia dan Franco Morbidelli. Prancis mulai muncul dengan pembalap cepat seperti Johann Zarco dan Fabio Quartararo.

Selain itu, Dorna pun sedang mengupayakan kompetisi di kelas regional. Tentu agar bisa hasilkan pembalap kompetitif dari negara lain. Seperti British Talent Cup untuk Inggris, Asia Talent Cup untuk Asia-Pasifik, dan yang tebaru North American Talent Cup untuk Amerika Serikat.

Setelah tahu alasan Spanyol begitu jagoan, pertanyaan lain yang harus ditanyakan adalah: sampai kapan Spanyol akan terus mendominasi?

Baca Juga: 5 Pembalap MotoGP yang Pernah Menang di Aragon, Marquez Mendominasi

Ryan Budiman Photo Verified Writer Ryan Budiman

Hola... jadipunya.id

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Gagah N. Putra

Berita Terkini Lainnya