Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Dilema San Siro: Mempertahankan Nilai Sejarah atau Tuntutan Zaman

potret luar stadion San Siro, markas AC Milan
potret luar stadion San Siro, markas AC Milan (pexels.com/berkecanavci)
Intinya sih...
  • San Siro, stadion bersejarah yang usang dan tak memenuhi standar Eropa
  • AC Milan dan Inter Milan harus bertarung melawan rumitnya birokrasi dewan kota
  • Pendapatan laga kandang AC Milan dan Inter Milan jauh tertinggal dari klub Premier League
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Ketika matahari terbit di atas Kota Milan, bayang-bayang merah dari rangka baja San Siro masih berdiri megah di tengah modernitas yang terus berubah. Stadion yang dibangun hampir 1 abad lalu ini menjadi saksi perjalanan dua raksasa Italia, AC Milan dan Inter Milan, dalam mengukir sejarah sepak bola dunia. Namun, di balik kemegahan dan nilai sejarah stadion ini, tersimpan kisah panjang tentang perebutan masa depan dan pertarungan antara warisan budaya serta kebutuhan ekonomi.

Kini, perdebatan mengenai masa depan San Siro telah mencapai babak akhir yang menentukan arah sepak bola Italia. Dalam satu sisi, ada suara yang ingin mempertahankan nilai sejarahnya. Di sisi lain, tuntutan modernisasi menjadi keniscayaan bagi klub-klub yang ingin tetap kompetitif di Eropa. Sejarah panjang polemik San Siro tidak hanya menceritakan nasib sebuah stadion, tetapi juga menggambarkan pertarungan antara nostalgia dan kenyataan yang membentuk arah baru sepak bola Italia modern.

1. Meski menyimpan nilai historis, San Siro dianggap usang dan tak memenuhi standar Eropa

San Siro, atau Stadio Giuseppe Meazza, dibangun pada 1926 atas inisiatif Presiden AC Milan saat itu, Piero Pirelli, dengan gaya stadion Inggris tanpa lintasan atletik. Stadion ini awalnya berkapasitas 35.000 penonton, lalu terus berkembang melalui berbagai tahap renovasi besar pada 1950-an, 1980-an, dan menjelang Piala Dunia 1990. San Siro kemudian menjadi ikon sepak bola Italia dan panggung bagi para legenda, seperti Giuseppe Meazza, Marco van Basten, hingga Paolo Maldini, yang menjadikannya lambang kebanggaan kota Milan dan Italia.

Namun seiring waktu, usia bangunan mulai menunjukkan batasnya. Struktur beton yang dahulu tampak futuristik kini dianggap usang oleh standar arsitektur modern. Fasilitas penonton seperti tempat duduk, toilet, dan akses transportasi publik sudah tidak memenuhi harapan penonton masa kini. Dilansir The Athletic, UEFA bahkan mencoret San Siro dari daftar kandidat tuan rumah final Liga Champions Eropa 2027 karena tidak lagi sesuai dengan kriteria infrastruktur yang ditetapkan untuk kompetisi Eropa.

San Siro yang dulu dijuluki La Scala del Calcio kini berubah menjadi simbol stagnasi Serie A dalam menghadapi kemajuan sepak bola modern. Ketika stadion-stadion baru di Inggris dan Spanyol menjadi sumber pendapatan dan kebanggaan nasional, San Siro yang masih terjebak kejayaan masa lalu justru tak mampu menahan lajunya waktu. Seperti banyak stadion peninggalan era 1990-an di Italia, San Siro berdiri sebagai monumen kejayaan menghadapi dilema antara sejarah dan kebutuhan akan pembaharuan.

2. AC Milan dan Inter Milan harus bertarung melawan rumitnya birokrasi dewan kota

Sejak 1947, AC Milan dan Inter Milan menjadi penghuni bersama San Siro karena alasan finansial dan logistik. Kebersamaan ini awalnya efisien, tetapi lama-kelamaan menjadi hambatan bagi masing-masing klub untuk berkembang secara mandiri. Mengutip BBC, pada 2018, keduanya sepakat masa depan sepak bola Milan membutuhkan stadion baru yang lebih modern dan ramah lingkungan. Proyek itu diberi nama The Cathedral yang dirancang firma arsitektur, Populous, dan direncanakan memiliki kapasitas 65.000 penonton serta konsep net-zero carbon.

Namun, perjalanan proyek ini penuh dengan hambatan administratif. Protes masyarakat, perdebatan politik, serta ketentuan perlindungan warisan budaya membuat rencana pembangunan berjalan lambat. Otoritas warisan budaya Italia bahkan sempat menyatakan San Siro sudah tak memiliki nilai budaya signifikan dan dapat dihancurkan, pernyataan yang langsung memicu kontroversi luas. Di tengah kebuntuan tersebut, kedua klub sempat mencari alternatif dengan AC Milan meninjau kawasan San Donato, sementara Inter Milan mempertimbangkan lokasi di Assago.

Ketegangan mencapai puncaknya pada 2025, ketika Dewan Kota Milan akhirnya menyetujui penjualan San Siro kepada kedua klub setelah proses politik yang melelahkan. Keputusan ini diambil melalui pemungutan suara yang ketat, dengan hasil 24 suara mendukung dan 20 suara menolak. Penjualan tersebut membuka jalan bagi pembangunan stadion baru di area parkir sebelah barat San Siro yang dijadwalkan rampung pada 2031, tepat sebelum Italia menjadi tuan rumah bersama Euro 2032. Momen krusial ini menandai akhir dari perdebatan panjang antara tradisi dan transformasi.

3. Pendapatan laga kandang AC Milan dan Inter Milan jauh tertinggal dari klub Premier League

Keputusan untuk merobohkan San Siro menghadirkan dilema besar bagi masyarakat sepak bola Italia. Bagi banyak tifosi, stadion ini bukan hanya tempat pertandingan, melainkan juga ruang emosional yang menyimpan sejarah, kenangan, dan identitas kota Milan. Namun secara ekonomi, mempertahankan San Siro dianggap tidak lagi rasional. Infrastruktur tua itu menghambat potensi pendapatan klub dan memperlebar jurang antara Serie A Italia dan liga-liga top Eropa.

Perbandingan dengan English Premier League (EPL) menggambarkan kesenjangan yang mencolok. Berdasarkan laporan Deloitte Money League pada 2022, Tottenham Hotspur mampu menghasilkan 125 juta euro (Rp2,416 triliun) per tahun dari pendapatan laga kandang di stadion barunya, sedangkan Inter Milan hanya mencatat 44 juta euro (Rp850,4 miliar) dan AC Milan 32 juta euro (Rp618,5 miliar) pada tahun yang sama. Sementara itu, Juventus dengan Allianz Stadium yang dibangun pada 2011, menikmati peningkatan pendapatan hingga 282 persen dibanding ketika masih menyewa stadion milik pemerintah kota. Data ini mempertegas kepemilikan stadion modern tidak hanya soal kenyamanan, tetapi juga kelangsungan ekonomi.

AC Milan dan Inter Milan kini berencana membangun stadion baru berkapasitas 71.500 kursi di lokasi yang bersebelahan dengan San Siro. Kompleks baru itu dirancang untuk menjadi pusat olahraga dan sosial yang lebih hijau, modern, serta berkelanjutan. Proyek ini diharapkan menjadi awal kebangkitan sepak bola Italia menjelang Euro 2032 dan penanda babak baru bagi dua klub besar yang berjuang menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman. 

San Siro akan tetap akan dikenang sebagai monumen sejarah, tetapi sepak bola Milan harus melangkah ke depan dengan infrastruktur yang sepadan dengan ambisi mereka. Dalam kejatuhan tembok tuanya, tersimpan janji akan lahirnya era baru bagi AC Milan, Inter Milan, dan sepak bola Italia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Kidung Swara Mardika
EditorKidung Swara Mardika
Follow Us

Latest in Sport

See More

5 Pemain Sevilla 2025/2026 yang Mengoleksi Trofi Liga Top Eropa

07 Okt 2025, 22:18 WIBSport