BFC Dynamo, Contoh Sial Campur Tangan Polisi dalam Sepak Bola

Dampak keterlibatan aparat

Saat Timnas Indonesia U-23 mengalahkan Yordania pada laga terakhir fase Grup A Piala Asia U-23 2024, komentator di kanal YouTube AFC Asian Cup, yang juga menyediakan siaran langsung, menyoroti sosok Witan Sulaeman selaku pencetak gol. Tak luput dari risetnya, sang komentator menyenggol Witan sebagai pemain Bhayangkara FC, sebuah klub milik Kepolisian Republik Indonesia yang baru saja terelegasi dari Liga 1 Indonesia. 

Fenomena keterlibatan aparat, baik polisi maupun militer, ternyata bukan hal asing dalam sepak bola. Rusia punya Dynamo Moskow dan CSKA Moskow yang masing-masing mewakili polisi dan militer. Korea Selatan punya Gimcheon Sangmu FC yang terafiliasi dengan tentara. Ada pula Legia Warsawa yang ternyata dibentuk oleh Polish Legions, satuan tentara Polandia, pada Perang Dunia I dan masih banyak lainnya. 

Meski di banyak negara pengaruh itu mulai berkurang, ada satu kisah pilu dari Jerman soal keterlibatan polisi dalam sepak bola. Detailnya bisa kita tilik lewat balada dua klub bernama BFC Dynamo dan rivalnya, Dynamo Dresden. Apa yang terjadi kepada mereka dan seperti apa nasib dua klub itu sekarang? Ini secuplik kisahnya.

1. BFC Dynamo adalah raksasa sepak bola Jerman Timur buatan petinggi Stasi

BFC Dynamo, Contoh Sial Campur Tangan Polisi dalam Sepak Bolapemain BFC Dynamo (instagram.com/bfcdynamo_official)

Saat kembali ke lorong waktu di mana Jerman Timur masih eksis, kamu akan menemukan institusi bernama Stasi. Ia adalah istilah populer untuk Kementerian Keamanan Republik Demokratik Jerman Timur yang punya kemiripan dengan KGB milik Uni Soviet. Stasi sendiri bertugas sebagai agen keamanan dan intelijen yang tugasnya seputar spionase dan peradilan terhadap upaya sabotase.

Pada 1960-an, seorang kepala Stasi bernama Erich Mielke berinisiatif membentuk Berliner Fussball Club Dynamo (BFC Dynamo). Ini merupakan merger dari dua klub asal Berlin, SC Dynamo Berlin dan SV Dynamo. Ia bahkan didapuk sebagai presiden klub itu. 

Sejak kemunculan BFC Dynamo, dinamika sepak bola di Jerman Timur berubah. Liga utama di negara itu, Oberliga, jadi lahan bermain BFC Dynamo. Dalam waktu beberapa tahun, klub tersebut menyingkirkan tim dominan Dynamo Dresden. Mereka bahkan berhasil merebut gelar juara Oberliga sepuluh kali berturut-turut sepanjang 1970—1980-an. 

Baca Juga: Resiliensi Kappa Bikin Jersey Bola dengan Gaya Retro

2. Dynamo Dresden, klub bentukan polisi lainnya

BFC Dynamo, Contoh Sial Campur Tangan Polisi dalam Sepak Bolapemain Dynamo Dresden (instagram.com/sgdynamodresden)

Dynamo Dresden sendiri adalah klub yang punya afiliasi lekat dengan polisi. Bedanya, mereka dibentuk Volkspolizei, polisi sipil, di Dresden. Meski sama-sama bertugas di sektor keamanan dan sering berkolaborasi, Stasi dan Volkspolizei adalah dua institusi yang berbeda.

Keberadaan Dynamo Dresden dan BFC Dynamo pun jadi kontestasi dua entitas keamanan negara tersebut. Melansir tulisan Philip Oltermann untuk The Guardian, Erich Mielke menggunakan pendekatan-pendekatan koersif ala rezim otoriter. Ia melakukannya untuk memastikan kejayaan BFC Dynamo. Itu termasuk kriminalisasi tiga pemain Dynamo Dresden atas dugaan pembelotan, hingga perekrutan pemain terbaik di Jerman Timur secara paksa.

Mielke tak segan melakukan berbagai cara sistematis untuk memastikan kepentingan klubnya terpenuhi. Sempat ada kasus mencengangkan yang melibatkan mantan pemain BFC yang meninggalkan klub untuk berkarier di Jerman Barat. Lutz Eigendorf namanya, meninggal karena kecelakaan mobil pada 1983. Akibat kecelakaannya yang sampai sekarang tidak jelas, banyak yang meragukan dugaan ia mabuk saat berkendara.

3. Kemalangan dua tim itu membuka jalan untuk Union Berlin

BFC Dynamo, Contoh Sial Campur Tangan Polisi dalam Sepak Bolapemain Union Berlin (instagram.com/1.fcunion)

Pada 1990-an, terjadi pergolakan politik di Uni Soviet dan dan negara-negara satelitnya, termasuk Jerman Timur. Saat akhirnya tembok Berlin runtuh dan terjadi reunifikasi di Jerman, BFC Dynamo dan Dynamo Dresden kehilangan Oberliga yang jadi lahan bermain mereka selama ini. Ketika harus berkompetisi dengan klub-klub Jerman Barat yang tak hanya kompetitif secara teknis permainan, tetapi juga keuangan, mereka kalah saing dan kini harus terdampar di liga-liga divisi bawah. Dynamo Dresden saat ini berlaga di 3. Liga (liga kasta ketiga) dan BFC Dynamo di Regionalliga (liga kasta keempat). 

Satu-satunya klub warisan Jerman Timur yang berhasil mempertahankan relevansi mereka di liga utama Jerman adalah Union Berlin. Menariknya, Union Berlin adalah klub yang diprakarsai serikat pekerja. Sejak berdiri, mereka kerap diasosiasikan sebagai simbol perlawanan terhadap aparat dan otoritas macam Stasi dan sebangsanya. Sebagai klub yang mandiri sejak awal, Union Berlin cukup lihai beradaptasi dengan sistem kapitalis yang mendominasi industri sepak bola Jerman. Tak heran bila mereka kini berjaya di liga domestik.

Ketergantungan terhadap dana dan pengaruh pemerintah serta aparat ternyata tak abadi dalam sepak bola. Balada dua klub Jerman Timur tadi jadi contoh malang nasib tim sepak bola yang pernah jadi perpanjangan tangan polisi atau aparat. Apa tanggapanmu? Cukupkah studi kasus tadi menyakinkan aparat untuk berhenti campur tangan dalam industri olahraga?

Baca Juga: Bhayangkara FC Degradasi, Karma Bali United 2017 Terbayarkan

Dwi Ayu Silawati Photo Verified Writer Dwi Ayu Silawati

Penulis, netizen, pembaca

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Gagah N. Putra

Berita Terkini Lainnya