Simon Tahamata, Bukti Kesekian Relasi Lekat Maluku dan Belanda

Simon tokoh keturunan Maluku di Belanda 

Simon Tahamata mencuri perhatian jelang laga lanjutan Eredisivie Belanda 2023/2024 antara Ajax Amsterdam dan FC Utrecht pada Minggu (3/3/2024) lalu. Manajemen klub dan penggemar memberinya penghormatan sebelum pertandingan dimulai sebagai ucapan terima kasih atas kontribusinya di Ajax sebagai pemain dan pelatih tim junior. 

Sosoknya sekaligus memperpanjang daftar pegiat sepak bola keturunan Maluku di Belanda. Kita lebih dahulu mengenal Giovanni van Bronckhorst dan—yang terbaru—Tijjani Reijnders. Keberadaan mereka ternyata bisa ditarik lewat sejarah kompleks okupasi Belanda atas Indonesia. Berikut secuil kisahnya, termasuk kisah Simon Tahamata yang menguatkan bukti kesekian relasi lekat Maluku dan Belanda.

1. Eksistensi diaspora Maluku di Belanda dimulai dari para eksil yang mengungsi usai kemerdekaan

Simon Tahamata, Bukti Kesekian Relasi Lekat Maluku dan BelandaSimon Tamahata (instagram.com/afcajax)

Merujuk tulisan Fridus Steijlen berjudul "Searching Transnational relations between Moluccans in the Netherlands and the Moluccas" dalam Wacana, Journal of the Humanities of Indonesia, arus kedatangan migran dari Maluku terjadi pada 1950-an. Saat itu, beberapa tahun setelah Indonesia merdeka dan negara ini masih meraba-raba sistem pemerintahan. Muncul perdebatan sengit antara kelompok pendukung negara kesatuan dengan suporter federasi.

Maluku jadi salah satu wilayah yang mendukung sistem federasi. Namun, dengan makin menguatnya rencana pembentukan negara kesatuan yang Jawa-sentris, para tokoh Maluku pun mendeklarasikan pembentukan negara merdeka baru yang terpisah dari Indonesia dan bernama Republik Maluku Selatan. Namun, gerakan itu dianggap terlalu berisiko sehingga pemerintah Belanda pun memilih untuk mengungsikan para tokoh penting Maluku pendukung RMS yang mayoritas adalah veteran Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) ke Belanda.

Rencana awalnya hanya beberapa bulan sampai mereka bisa kembali ke Maluku yang sudah merdeka. Namun, ternyata RMS tak pernah benar-benar terwujud karena tekanan dari Indonesia, apalagi beberapa tahun kemudian Indonesia dikuasai rezim militer Soeharto. Pihak Belanda sendiri tak melihat RMS sebagai bagian dari kepentingannya dan perlahan melepas tanggung jawabnya atas urusan tersebut. Alhasil, para eksil ini pun menetap di Belanda dan membentuk komunitas diaspora sendiri.

Setelah proses negosiasi, pemerintah Belanda bersedia menjamin kehidupan mereka dalam skema veteran perang. Meski begitu, mereka sempat tak memiliki kewarganegaraan dan terlunta-lunta di kamp pengungsian. Kini sudah beberapa dekade berlalu, keturunan kesekian para eksil itu sudah berasimilasi dengan cukup baik di Belanda.

Baca Juga: 5 Mantan Pemain Ajax yang Bela Tim Liga Turki 2023/2024

2. Sebagian dari mereka berkecimpung di sektor olahraga, termasuk sepak bola

Simon Tahamata, Bukti Kesekian Relasi Lekat Maluku dan BelandaSimon Tamahata (instagram.com/afcajax)

Dengan asimilasi, keturunan para eksil Maluku di Belanda pun bisa mengajukan status kewarganegaraan Belanda dan otomatis menggenggam hak untuk mengakses berbagai kesempatan di negeri itu. Itu termasuk memanfaatkan skema akademi sepak bola untuk meniti karier sebagai atlet profesional. Simon Tahamata, misalnya, memulai kariernya dengan jadi murid akademi TSV Theole sebelum akhirnya pindah ke Ajax pada usia remaja. Pada 1980, ia lolos ke tim utama Ajax dan setelah itu sempat beberapa kali pindah klub di Belanda dan Belgia. 

Tahamata tak sendiri. Usianya tak terpaut jauh dengan pemain keturunan eksil Maluku lain, Sonny Silooy, yang juga pernah mengenyam pendidikan di akademi sepak bola Ajax. Disusul pemain kelahiran 1970-an macam Denny Landzaat, Bobby Petta, dan Giovanni van Bronckhorst. Mereka semua pernah memperkuat Timnas Belanda pada era keemasan masing-masing. Kiprah mereka kini dilanjutkan Reijnders bersaudara, Tijjani dan Eliano, yang mewarisi darah Maluku dari sang ibu.

3. Rasa bangga atas identitas Maluku masih mengakar kuat di benak pemain diaspora

Simon Tahamata, Bukti Kesekian Relasi Lekat Maluku dan BelandaSimon Tamahata (instagram.com/afcajax)

Simon Tahamata cukup vokal saat bicara identitasnya sebagai orang Maluku meski memegang paspor Belgia dan Belanda. Saat diwawancara International Centre for Sports History & Culture Universitas De Monfort dan dipublikasikan di situs resmi Leicester City FC, ia menyinggung soal aksi pembajakan pernah dilakukan aktivis RMS di Belanda pada 1970-an. Beberapa rentetan aksi tersebut dilakukan sebagai upaya untuk mendesak pemerintah Belanda agar menepati janjinya soal pendirian RMS.

Tahamata juga menyinggung soal kamp pengungsian atau barak yang disediakan pemerintah Belanda untuk para eksil Maluku pada 1950-an. Ia sendiri lahir di salah satu kamp pengungsian tersebut dan jadi tokoh keturunan Maluku pertama yang bisa mencapai status bergengsi di sektor sepak bola Belanda. Begitu pula dengan leluhur Giovanni van Bronckhorst yang kemudian dipercaya Fridus Steijlen seperti pendapatnya di sebuah artikel rilisanThe Athletic sebagai akar dari resiliensinya sebagai pemain. Itu mengingat kehidupan di kamp pengungsian sebagai eksil bukan hal mudah.

Tak ada yang menyangka kalau secuil kisah hidup Simon Tahamata bakal mengantarkan kita mengenal sisi lain sejarah Indonesia yang jarang dibahas. Ini sekaligus menjelaskan mengapa begitu banyak diaspora Maluku di Belanda yang kebetulan menjadi pegiat sepak bola di negeri itu. 

Baca Juga: 7 Mantan Pemain Ajax yang Bela Tim Serie A 2023/2024

Dwi Ayu Silawati Photo Verified Writer Dwi Ayu Silawati

Penulis, netizen, pembaca

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Gagah N. Putra

Berita Terkini Lainnya