Tak ada yang menyangkal bahwa Portugal merupakan salah satu negara yang kaya akan talenta berbakat. Luis Figo, Rui Costa, dan Cristiano Ronaldo adalah nama besar di pentas sepak bola dunia.
Sayangnya, tak semua talenta yang dimiliki negara itu mampu memaksimalkan potensinya. Sederet nama berikut merupakan winger Portugal yang gagal memenuhi ekspektasi publik sepak bola.
Tak hanya di Timnas Portugal, Ricardo Quaresma pernah satu tim dengan Cristiano Ronaldo sejak di akademi hingga naik tingkat ke tim utama Sporting Lisbon. Bahkan, winger pemilik teknik trivela ini satu tahun lebih dini masuk tim utama, yakni pada tahun 2001.
Memiliki skill ciamik, umpan akurat, dan aura kebintangan, Quaresma tak pernah mampu mencapai puncak potensinya meski pernah membela Barcelona, Inter, dan Chelsea. Kini, di usianya yang telah menginjak 38 tahun, ia masih berkiprah di Liga Portugal bersama Vitoria Guimares.
Luis Nani bisa dibilang lumayan sukses selama berkarier sebagai pesepak bola. Berbagai prestasi bergengsi pernah ia raih, baik di level klub maupun di Timnas Portugal. Namun, ekspektasi publik yang telanjur mengecapnya sebagai "Ronaldo Baru" tak pernah benar-benar terwujud.
Padahal, ia memiliki segala atribut yang dimiliki Ronaldo, seperti aura kebintangan, dribble memukau, dan tendangan keras nan akurat. Kepergian Ronaldo ke Real Madrid membuka jalan bagi Nani untuk menjadi raja baru di Manchester United. Namun, rentetan cedera yang membelitnya sejak 2012 membuat penampilannya terus menurun.
Setelah itu ia sempat berkostum Sporting, Fenerbahce, Valencia, dan Lazio. Sayangnya, penampilannya di sana tak terlalu menonjol. Kini, winger berusia 34 tahun itu menjabat sebagai kapten Orlando City di MLS.
Di akademi Sporting Lisbon, Fabio Paim merupakan salah satu pemain yang paling menjanjikan. Bahkan, Cristiano Ronaldo sendiri mengakui potensi yang dimiliki juniornya itu lebih besar darinya. Karena itulah Paim sempat menjadi incaran sejumlah klub besar Eropa, seperti Madrid, Barcelona, dan Manchester United.
Pada tahun 2008, Chelsea mewujudkan mimpinya untuk tampil di klub besar. Ia direkrut sebagai pemain pinjaman untuk mengisi satu slot di lini depan. Sayangnya, ia gagal mencatatkan satu penampilan pun di Stamford Bridge. Paim mengakui kegagalannya karena ia tak punya keinginan kuat untuk bekerja keras.
Setelah itu ia terus bergonta ganti klub. Tercatat ia sempat membela Real SC, Torreense, CD Primeiro de Agosto, Benfica Luanda, Futebol Benfica, Al-Kharaitiyat, Oliveirense, Mosta FC, Nevezis, Kayl-Tetange, Sintra Football, dan Leixoes B. Pemain berusia 33 tahun itu akhirnya memutuskan gantung sepatu setelah kontraknya di LZS Starowice berakhir pada Januari 2021.
Bruma sebenarnya juga sukses menapaktilasi jejak Cristiano Ronaldo dengan bergabung di akademi Sporting Lisbon. Penampilannya di tim junior menunjukkan grafik yang terus menanjak. Ditambah aksi gemilangnya di Piala Dunia U-20 pada tahun 2013, tak ada yang menyangkal ia akan menjadi talenta terbaik Portugal berikutnya.
Setelah pergi dari Sporting, Bruma sempat membela Galatasaray, Real Sociedad, RB Leipzig, dan Olympiakos. Meski kini tampil gemilang bersama PSV Eindhoven di Eredivisie, winger berusia 27 tahun itu tak pernah benar-benar menjadi sosok bintang seperti yang diramalkan publik sepak bola.
Marcos Paulo Mesquita Lopes atau biasa dikenal dengan Rony Lopes merupakan jebolan akademi Benfica yang sempat menjadi wonderkid menjanjikan di Manchester City. Hingga kini ia masih memegang rekor sebagai pencetak gol termuda City di usia 17 tahun dan 8 hari. Ia melakukannya pada tahun 2013 lalu di babak ketiga Piala FA melawan Watford hanya dua menit setelah menginjakkan kaki di atas lapangan.
Sayangnya, ia gagal menjadi tumpuan publik Etihad Stadium dan sempat dipinjamkan ke Lille sebelum akhirnya dilepas ke Monaco pada tahun 2015. Setelah dua musim berkostum Monaco, ia dilepas ke Sevilla yang memilih meminjamkannya ke Nice musim berikutnya karena gagal mendapatkan tempat. Kini, winger berusia 25 tahun itu sedang menjalani status sebagai pemain pinjaman di Olympiakos.
Hal ini mengajarkan bahwa bakat besar yang tak dibarengi dengan kerja keras dan mental yang kuat justru akan membuat bakat itu perlahan layu dan mati. Tak hanya itu, kesalahan dalam memilih klub juga ikut berpengaruh karena bisa jadi gaya bermain mereka tidak sesuai dengan strategi tim yang mereka bela.