Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mengapa 3-4-2-1 Glasner di Palace Berhasil, tetapi Amorim di MU Tidak?

potret pelatih sepak bola
potret pelatih sepak bola (unsplash.com/@thwhoai)

Crystal Palace dan Manchester United sama-sama menerapkan sistem dasar 3-4-2-1 di bawah arahan pelatih baru. Oliver Glasner berhasil memoles The Eagles menjadi tim dengan identitas jelas, intensitas tinggi, dan efektivitas menyerang yang konsisten. Sebaliknya, Ruben Amorim masih berjuang menemukan formula yang cocok untuk skuad Setan Merah yang rapuh dan inkonsisten.

Kedua pelatih datang dengan reputasi yang berbeda, tetapi sama-sama membawa keyakinan penuh kepada pendekatan mereka. Glasner tiba di Selhurst Park setelah sukses bersama Eintracht Frankfurt, sementara Amorim datang ke Old Trafford dengan modal kejayaan bersama Sporting CP. Namun, hasil di lapangan menunjukkan kontras besar dengan Palace tumbuh stabil, sedangkan MU masih tertatih-tatih mencari arah.

1. Punya struktur dasar yang sama, tetapi hasil yang diperoleh Crystal Palace dan MU berbeda

Oliver Glasner dan Ruben Amorim berpegang kepada kerangka serupa dengan tiga bek tengah, dua wing-back agresif, serta dua penyerang sayap yang menopang striker tunggal. Di Crystal Palace, Glasner menekankan pentingnya intensitas berlari, pressing ketat, dan pola up-back-through untuk memecah pertahanan lawan. Data The Athletic mencatat, rata-rata serangan Palace hanya berlangsung 7,3 detik dengan 2,2 umpan, tercepat di English Premier League (EPL) 2024/2025.

Implementasi Glasner menunjukkan konsistensi karena seluruh pemain memahami timing saat naik dan turun. Para bek sayap serta penyerang sayap bergerak terkoordinasi untuk menjaga keseimbangan antara serangan dan pertahanan. Intensitas lari mereka meningkat 24 persen dibanding musim sebelumnya, yang menempatkan Palace di peringkat keempat liga dalam jarak sprint.

Sebaliknya, Amorim kesulitan mengadaptasi pressing yang ia bawa dari Liga Portugal ke Premier League. Koordinasi Manchester United sering kacau, dengan wing-back dan bek tengah tidak sinkron saat maju atau mundur. Akibatnya, MU kerap meninggalkan ruang terbuka yang dengan mudah dimanfaatkan lawan melalui umpan panjang atau crossing.

2. Oliver Glasner sukses terapkan 3-4-2-1 berkat permainan kolektif para pemainnya

Oliver Glasner menuntut pemain bekerja keras tidak hanya dengan bola, tetapi juga tanpa bola. Filosofi ini menekankan kolektivitas tanpa nama besar atau kemampuan individu dan harus tunduk kepada kebutuhan struktur tim. Pemain seperti Ismaila Sarr atau Yeremy Pino bisa bersinar, tetapi hanya ketika mereka melebur ke dalam kerangka permainan yang menekankan kecepatan transisi serangan dan kerja sama.

Hasil konkret terlihat dengan Jean-Philippe Mateta yang mencetak 24 gol di Premier League dalam 12 bulan terakhir di bawah arahan Glasner. Selain produktif, striker asal Prancis ini juga efektif dalam membuka ruang dengan 7 dari 10 larinya mengarah ke belakang garis pertahanan atau menyambut umpan silang. Kepercayaan diri Mateta tumbuh seiring hubungan cair dengan rekan setimnya yang sudah terbiasa bermain bersama sejak musim sebelumnya.

Momentum kemenangan 2-1 atas Liverpool pada pekan keenam Premier League 2025/2026 menjadi simbol keberhasilan Glasner menyatukan kolektivitas itu. Crystal Palace tidak sekadar bertahan, melainkan berani menekan dengan transisi cepat, pergerakan langsung, dan mentalitas tanpa takut menghadapi lawan besar. Kemenangan itu sekaligus menegaskan rekor 18 laga tak terkalahkan mereka di semua kompetisi, yang membuktikan identitas tim sudah terbentuk dengan baik.

3. Komposisi pemain MU tak cocok dengan sistem 3-4-2-1 ala Ruben Amorim

Ruben Amorim datang dengan reputasi besar usai mengalahkan Manchester City dengan skor telak 4-1 pada fase penyisihan grup Liga Champions Eropa 2024/2025 dengan sistem 3-4-2-1. Namun, di Manchester United hasilnya justru jauh dari harapan. Sejak penunjukan pada November 2024, ia hanya mencatat 9 kemenangan dalam 33 laga Premier League, sebuah rekor yang lebih mendekati tim papan tengah daripada penantang gelar juara.

Masalah struktural tampak jelas dalam berbagai pertandingan. MU berkali-kali kebobolan dari bola udara atau umpan panjang, meski Amorim mengaku sudah menekankan aspek itu dalam latihan. Saat bek tengah menerapkan high defensive line untuk menutup ruang di lini tengah, ruang di belakang langsung terekspos dan dimanfaatkan lawan, sebagaimana terlihat saat dikalahkan Brentford 1-3 pada Sabtu (27/9/2025) WIB.

Meski sesekali tim menunjukkan agresivitas sesuai instruksi pelatih, kontinuitasnya tidak pernah terjaga. Amorim berulang kali menuntut intensitas tinggi dalam duel kedua bola, tetapi skuadnya tampak tidak sepenuhnya cocok dengan pendekatan tersebut. Berbagai analisis pun menyebut sistem 3-4-3 yang ia bawa sebagai formasi paling tidak sesuai untuk komposisi skuad Setan Merah saat ini.

Perbandingan ini memperlihatkan, taktik sama tidak selalu menghasilkan dampak serupa, karena konteks tim dan eksekusi menentukan hasil. Oliver Glasner berhasil membangun kolektivitas di Crystal Palace, sementara Ruben Amorim masih meraba-raba agar Manchester United tidak terus terjebak dalam kemandekan identitas.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Atqo Sy
EditorAtqo Sy
Follow Us

Latest in Sport

See More

3 Kemenangan Kandang Terakhir Crystal Palace atas Liverpool di EPL

01 Okt 2025, 09:08 WIBSport