Mengapa Performa Florian Wirtz Kontras di Jerman dan Liverpool?

- Performa gemilang Wirtz bersama Timnas Jerman, mencatat 2 assist dan menunjukkan kreativitas serta kecerdasan ruang yang menjadi ciri khasnya.
- Perbedaan peran dan tuntutan fisik di Premier League jadi tantangan bagi Wirtz di Liverpool, dengan penurunan signifikan dalam statistik duel fisiknya.
- Liverpool harus belajar dari Timnas Jerman cara memaksimalkan potensi Florian Wirtz dengan mengembalikkannya ke posisi kiri, menciptakan ruang gerak yang lebih nyaman, dan membangun koneksi stabil di sekitar Wirtz.
Florian Wirtz melakoni jeda internasional November 2025 dengan performa gemilang setelah tampil penuh percaya diri bersama Timnas Jerman. Dua assist, pressing agresif, dan kontribusi langsung dalam kemenangan 6-0 atas Slovakia menghadirkan kembali gambaran pemain yang memukau di Bundesliga Jerman pada 2023/2024. Penampilannya di bawah Pelatih Julian Nagelsmann menunjukkan kreativitas, visi, dan kecerdasan ruang yang menjadi ciri khasnya masih terjaga dengan baik.
Sebaliknya, performanya di Liverpool sepanjang awal 2025/2026 justru mengundang kritik keras dari berbagai pihak. Ia belum mencatat gol maupun assist di English Premier League (EPL), meski sudah menghasilkan 16 peluang yang seluruhnya gagal dikonversi rekan setimnya. Ketika dibebani ekspektasi tinggi usai dibeli senilai 116 juta pound sterling, atau setara Rp2,536 triliun, Wirtz justru menemukan dirinya bergulat dengan tuntutan fisik, perubahan peran, serta struktur tim yang belum stabil.
1. Kebebasan ruang dan ritme yang familiar di Timnas Jerman membuat Wirtz tampil optimal
Florian Wirtz tampil impresif bersama Timnas Jerman karena ia beroperasi dalam struktur yang memberikan kebebasan penuh dalam memilih ruang. Julian Nagelsmann menempatkannya di sisi kiri dengan kebebasan menjelajah ruang, peran yang sangat mirip dengan posisinya di Bayer Leverkusen. Kebebasan itu memudahkannya bergerak dari half-space kiri, menerima bola dalam kondisi longgar, kemudian mengalirkan progresi cepat ke depan.
Kepercayaan itu berbuah manis ketika ia mencatat 2 assist dalam kemenangan 6-0 atas Slovakia pada Selasa (18/11/2025) WIB. Dalam rentang 5 menit, ia memenangkan bola, mengalirkannya ke Leroy Sane, lalu memberikan umpan silang akurat untuk gol berikutnya. Aksi-aksi tersebut menunjukkan agresivitas pressing, keberanian mengeksekusi umpan vertikal, serta ritme permainan yang sangat sesuai dengan karakteristiknya.
Kenyamanan Wirtz di timnas tak terlepas dari chemistry kuat dengan rekan setim yang telah lama mengenalnya. Kombinasinya dengan Jamal Musiala, Sane, dan Nick Woltemade menciptakan koneksi yang mengalir tanpa hambatan. Mereka membaca gerakan Wirtz secara otomatis, sehingga ia mampu mengeksekusi permainan satu sentuhan, menerima bola di ruang optimal, dan melakukan half-turn tanpa tekanan berlebihan.
Ruang yang diberikan Jerman juga menjadi elemen penting yang memaksimalkan kemampuan Wirtz. Dalam sistem Nagelsmann, jarak antarlini lawan sering terbuka akibat dominasi penguasaan bola. Wirtz pun kerap menerima operan dalam kondisi terpisah dari lawan, yang membuatnya bisa mengolah bola, menghindari duel fisik intens, lalu menggerakkan transisi dengan cepat.
Inti dari seluruh gambaran tersebut menegaskan, kualitas Wirtz tidak pernah memudar. Ia tampil paling efektif ketika pola permainan berjalan sesuai kecenderungan kreatifnya. Ritme tim yang mendukung juga membuatnya lebih mudah menemukan ruang untuk menghasilkan kontribusi terbaik.
2. Perbedaan peran dan tuntutan fisik Premier League jadi tantangan bagi Wirtz di Liverpool
Berbanding terbalik di Timnas Jerman, performa Florian Wirtz di Premier League 2025/2026 belum mengesankan karena ia harus berhadapan langsung dengan intensitas fisik yang tidak ia jumpai di Jerman. Dilansir Sky Sports, Gary Neville menyebutnya terlihat seperti anak kecil ketika Liverpool kalah 0-3 dari Manchester City pada pekan ke-11. Statistik duel fisiknya menunjukkan penurunan signifikan dengan hanya 35 persen duel darat yang ia menangkan, jauh lebih rendah dibandingkan musim sebelumnya di Bundesliga. Ia beberapa kali kehilangan bola akibat tubuhnya terdorong lawan.
Hambatan lain muncul karena perubahan peran yang cukup ekstrem dibandingkan masa emasnya di Bayer Leverkusen. Di Inggris, ia beberapa kali diminta turun sangat dalam untuk membantu build-up sebagai upaya menutup kehilangan distribusi Trent Alexander-Arnold. Ketika bermain sebagai number 10, ia lebih banyak menerima bola dalam posisi statis dan berada di antara blok lawan yang sangat rapat. Selain itu, ia harus menjalankan tanggung jawab pressing yang lebih berat, yang membuat energinya terkuras sebelum menyentuh fase kreatif.
The Reds kini mengalami fase ketidakseimbangan yang merembet ke performa Wirtz. Alexis Mac Allister belum stabil, Alexander Isak masih mencari ketajaman setelah kurangnya pramusim, dan performa Mohamed Salah serta Cody Gakpo sedang menurun. Perubahan di sektor full-back turut membuat ritme progresi terganggu. Dalam struktur yang belum matang ini, Wirtz kerap terjebak dalam permainan yang tidak memiliki arah jelas.
Secara kualitas, jejak kreativitasnya masih terlihat meski belum dikonversi menjadi angka. Wirtz sudah menciptakan 16 peluang di Premier League, tetapi tidak satu pun berujung gol. Flick briliannya kepada Salah kala melawan Chelsea seharusnya menjadi assist, tetapi tembakannya gagal bersarang. Peluang untuk Alexander Isak, Conor Bradley, dan Dominik Szoboszlai juga tidak diselesaikan dengan baik.
Penurunan frekuensi sentuhan menjadi salah satu indikator kuat mengapa kontribusinya terasa kurang. Menurut The Telegraph, dari 80 sentuhan per laga di Leverkusen, jumlah itu turun menjadi 58 di Liverpool. Sentuhan di area final third turun dari 45 menjadi hanya 27. Kondisi ini menandakan, The Reds belum menemukan cara untuk mengalirkan permainan melalui Wirtz sebagaimana Xabi Alonso membangun Leverkusen dengan memanfaatkan kreativitas sang pemain.
Faktor psikologis dan adaptasi lingkungan baru ikut menambah tekanan. Arne Slot berkali-kali menjelaskan, tempo Premier League sangat menguras tenaga pemain muda yang baru pertama kali pindah ke luar negeri. Wirtz bahkan mengakui, intensitas pressing membuatnya berlari terlalu banyak, sehingga kualitas teknisnya menurun ketika menerima bola karena ia tidak cukup segar untuk melakukan eksekusi terbaik.
3. Liverpool harus belajar dari Timnas Jerman cara memaksimalkan potensi Florian Wirtz
Liverpool dapat mulai mengoptimalkan Florian Wirtz dengan mengembalikannya ke posisi kiri, tempat ia secara konsisten tampil maksimal. Dari area itu, ia bisa menerima bola dengan jarak aman, menekuk bola ke dalam menggunakan kaki kanan, dan terlibat dalam kombinasi dengan bala bantuan dari lini tengah. Performa apik melawan Real Madrid di Liga Champions Eropa 2025/2026 serta kontribusinya di Timnas Jerman memperjelas peran tersebut paling cocok dengan pola geraknya.
Selain itu, Liverpool perlu menciptakan ruang gerak yang lebih nyaman dalam fase build-up. Dengan memaksimalkan peran Ryan Gravenberch atau gelandang progresif lain, Wirtz tidak perlu turun terlalu dalam untuk menjemput bola. Ia sebaiknya diposisikan sebagai pemain yang menerima suplai, bukan sebagai pengangkut beban progresi dari lini awal.
Beban pressing juga perlu dikaji ulang agar Wirtz tidak terus menjadi pekerja keras jarak jauh setiap kehilangan bola. Ketika energinya terjaga, kualitas kontrol, umpan terobosan, dan dribelnya akan kembali muncul lebih konsisten. Struktur pressing Arne Slot harus menempatkan Wirtz sebagai pemicu, bukan sebagai eksekutor utama dalam transisi negatif.
Liverpool juga perlu membangun koneksi stabil di sekitar Wirtz untuk menciptakan sinergi yang lebih konsisten. Kolaborasinya dengan Dominik Szoboszlai di sisi kanan half-space sudah terlihat menjanjikan ketika menghadapi Real Madrid. Sementara itu, Jeremie Frimpong bisa menghadirkan kembali dinamika vertikal yang dulu ia ciptakan bersama Wirtz di Leverkusen.
Penyesuaian ritme tim menjadi langkah penting berikutnya. Banyak aksi terbaik Wirtz muncul dalam situasi transisi cepat, tetapi ritme permainan Liverpool masih terlalu datar musim ini. Perubahan tempo yang lebih agresif akan memberi Wirtz ruang untuk memaksimalkan kemampuan membawa bola dari lini ke lini.
Florian Wirtz memiliki kualitas yang tidak diragukan, tetapi konteks permainan menjadi faktor utama yang menentukan performanya. Liverpool tinggal menyesuaikan struktur agar potensi kreatifnya kembali muncul seperti di Bayer Leverkusen dan Timnas Jerman.


















