Mengenal Gaya Bermain dalam Sepak Bola: Catenaccio Hingga Tiki-taka

#WorldCup2018 Gak asal passing bola...

Dalam sepak bola dikenal beberapa gaya bermain. Tak jarang gaya tersebut diidentikkan dengan tim tertentu. Misalnya, jika bicara kick and rush, orang-orang akan teringat pada Inggris. Begitu juga bila menyebut catenaccio, nama Italia yang langsung muncul. Jadi, sebenarnya apa sih perbedaan dari masing-masing gaya bermain itu?

1. Kick and rush yang mengandalkan bola panjang ke depan ala Inggris

Mengenal Gaya Bermain dalam Sepak Bola: Catenaccio Hingga Tiki-takaunsplash.com/Aral Tasher

Bukan sebuah kebetulan jika gaya bermain kick and rush yang memakai taktik umpan bola panjang jauh ke depan diasosiasikan dengan timnas Inggris. Menurut yang pertama kali melahirkan diskusi tentang kick and rush, Charles Reep, tim hanya butuh tiga kali umpan untuk mencetak gol.

Pada 1990-an, nama Charles Hughes muncul dengan klaim bahwa taktik umpan panjang adalah formula kemenangan bagi sebuah timnas Inggris. Ia dikenal sebagai profesor kick and rush, apalagi ia sempat menjabat sebagai direktur kepelatihan di federasi sepak bola Inggris (FA).

Dalam kick and rush yang dipromosikan Hughes, sebuah gol diyakini bisa dicetak hanya dalam lima kali passing. Ini bisa efektif jika sebuah tim memiliki penyerang bertubuh jangkung atau saat dalam situasi melakukan serangan balik.

Hughes pun menggarisbawahi pentingnya memanfaatkan setpiece dan crossing ke kotak penalti lawan. Pada umumnya, jika memakai taktik ini, yang ditargetkan adalah area dan pemain harus siap membalap pemain lawan untuk menuju titik tersebut. Kritikus menyebut gaya ini kuno dan membosankan.

2. Catenaccio dipandang berhasil membawa Italia jadi juara Piala Dunia 1982

Mengenal Gaya Bermain dalam Sepak Bola: Catenaccio Hingga Tiki-takaunsplash.com/Fauzan Saari

Bukan hanya kick and rush yang dituduh sebagai gaya yang membosankan, catenaccio pun dianggap negatif juga. Padahal, catenaccio berhasil membawa timnas Italia menjuarai Piala Dunia 1982. Ini karena taktik yang diimplementasikan mengesankan sebuah tim tidak memiliki kemampuan, dan hanya mengandalkan keberuntungan.

Catenaccio saat ini sering diterjemahkan secara bebas sebagai "parkir bus" dengan cara menumpuk pemain di lini bertahan. Pelatih memastikan area ini dikunci sehingga segala serangan lawan bisa digagalkan. Pemain ada yang ditugaskan sebagai sweeper yang membantu pertahanan dan menyapu bersih bola musuh.

Setelah bola dari lawan digagalkan, pemain tengah wajib mengambil bola dari sweeper, yang kemudian memberikannya kepada penyerang di depan yang harus sudah siaga. Dari bertahan, pola kemudian berubah menjadi serangan balik yang cepat. Hanya saja, dalam taktik "parkir bus", peran sweeper kerap kali hilang.

3. Tiki-taka khas Spanyol yang sedap dipandang mata

Mengenal Gaya Bermain dalam Sepak Bola: Catenaccio Hingga Tiki-takaunsplash.com/Christian Bardenhorst

"Aku benci tiki-taka. Tiki-taka berarti melakukan passing hanya demi mengoper bola tanpa niat yang jelas. Dan itu sia-sia." Secara mengejutkan inilah pengakuan Pep Guardiola tentang sebuah gaya bermain yang menurut konsensus turut ia populerkan ketika masih mengasuh Barcelona.

Namun, Pep membantah bahwa Barcelona menggunakan tiki-taka. "Jangan percaya kata orang," tambahnya. Apapun itu, yang jelas tiki-taka sangat menaruh prioritas pada pola dan jumlah passing yang diciptakan dalam setiap pertandingan. Ball possession juga dinilai mempengaruhi hasil akhir.

Mengadopsi tiki-taka berarti memperhatikan posisi setiap pemain. Masing-masing wajib paham betul di mana harus beroperasi. Kontrol dan kesabaran tingkat tinggi juga diperlukan. Ini lebih dijadikan sebagai mata uang daripada manuver-manuver agresif yang diperlihatkan dalam kick and rush.

Barcelona dan timnas Spanyol memang sempat dianggap bertanggung jawab menjadikan gaya bermain tiki-taka sebagai "dewa". Estetika yang diperlihatkan membuat para penggemar senang sebelum akhirnya Spanyol harus menyudahi asa di tengah jalan ketika Piala Dunia 2014. Ini karena tim lawan sukses merusak permainan indah dengan bertahan, lalu mendobrak dengan cepat.

4. Total football ala Belanda yang mewajibkan para pemain untuk fleksibel

Mengenal Gaya Bermain dalam Sepak Bola: Catenaccio Hingga Tiki-takaunsplash.com/ Joshua Hoehne

Jika dalam tiki-taka pemain wajib tahu area yang harus dikuasainya, total football melahirkan ramuan lain. Dalam taktik ini, setiap pemain harus punya kemampuan bertukar posisi yang mulus. Dengan kata lain, semua pemain di lapangan harus mudah beradaptasi dengan berbagai peran.

Adalah timnas Belanda yang kerap kali diidentikkan dengan total football. Ini karena mereka mengadopsi gaya tersebut ketika bermain pada Piala Dunia 1974. Sistem yang berlaku sangat cair di mana penyerang bisa menggantikan gelandang. Kemudian, gelandang bisa berposisi sebagai pemain bertahan.

Alhasil, persoalan kemampuan dalam menyerap taktik bagi para pemain adalah hal kunci. Begitu juga dengan ketahanan fisik. Salah satunya adalah eksplorasi ruang. Pemain harus jeli dalam beroperasi. Tak hanya sekadar berlari dari satu zona ke zona lain, tapi pergerakan satu tim harus dilakukan dengan kekompakan.

5. Joga Bonito atau permainan cantik yang seperti tak kenal aturan

Mengenal Gaya Bermain dalam Sepak Bola: Catenaccio Hingga Tiki-takaunsplash.com/Mari Carmen Del Valle Camara

Apa yang terbayang ketika melihat Pele dan Ronaldinho beraksi di lapangan? Keduanya seakan tidak mengindahkan segala pakem tentang umpan, penguasaan bola maupun pengawalan pemain. Pele dan Ronaldinho, saat masih sama-sama aktif menjadi pemain, layaknya orang yang begitu mencintai sepak bola dan membuatnya terlihat mudah, tapi juga sangat rumit.

Keduanya dikenal sebagai manifesto Joga Bonito atau yang diterjemahkan sebagai permainan yang cantik. Pele dan Ronaldinho menggiring bola, menipu lawan dan mencetak gol dengan kemampuan seniman lapangan hijau.

Tak banyak yang mampu melakukannya. Bahkan, timnas Brasil yang sempat identik dengan Joga Bonito kini juga tak lagi memamerkan skill bermain penuh keindahan. Joga Bonito disebut-sebut sebagai biang keladi kekalahan Brasil pada Piala Dunia 1982. Terlalu fokus menari dengan si kulit bundar, pemain kerap melupakan bahwa dalam sepak bola, pertahanan juga penting.

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya