Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tragedi Kanjuruhan, Kelalaian atau Sesuatu yang Disengaja?

Berbagai spanduk duka cita dan dukungan untuk korban Kanjuruhan bertebaran di kota Malang. (IDN Times/Gilang Pandutanaya)
Berbagai spanduk duka cita dan dukungan untuk korban Kanjuruhan bertebaran di kota Malang. (IDN Times/Gilang Pandutanaya)

Jakarta, IDN Times - Malang dirundung awan mendung pada Senin (3/10/2022). Supir yang mengantarkan kami mengatakan, beberapa hari terakhir, daerah yang dijuluki Kota Bunga ini acap diguyur hujan, tak terkecuali di daerah Kanjuruhan.

" Iya, mas, sudah semingguan ini hujan sering turun di sini. Makanya mendung," ujar sang supir sembari mengembuskan asap rokok dari balik mulutnya.

Sang supir tak salah. Setibanya di kota Malang, kami sempat disambut gerimis tipis. Dari balik gerimis itu, ada banyak suara yang terselip. Kata-kata 'Usut Tuntas' dan 'Pray for Kanjuruhan' menjadi frasa yang jamak terlihat.

Ya, Malang memang tengah berduka. Kami datang tepat dua hari setelah tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan orang terjadi. Banyak suara meminta keadilan, banyak suara yang mempertanyakan apakah ini kelalaian atau sebuah kesengajaan.

1. Janji Kapolri dan laporan Washington Post

Suasana Stadion Kanjuruhan pada Senin (3/10/2022). (IDN Times/Gilang Pandutanaya)
Suasana Stadion Kanjuruhan pada Senin (3/10/2022). (IDN Times/Gilang Pandutanaya)

Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan orang terjadi pada Sabtu (1/10/2022), pasca laga Arema lawan Persebaya di ajang Liga 1 2022/23. Tidak cuma menyedot perhatian media lokal, tragedi ini menarik perhatian media internasional.

Salah satu media yang turut melakukan investigasi soal tragedi ini adalah Washington Post. Lewat telaah video yang mereka lakukan, setidaknya mereka menemukan 14 fakta dari tragedi Kanjuruhan ini.

Dari sekian banyak temuan, yang menarik perhatian adalah soal temuan manajemen stadion dan tindakan polisi yang buruk. Media asal Amerika Serikat ini menyebut, polisi memang menembakkan gas air mata ke tribune selatan, sebanyak 40 kali tembakan.

Ditambah lagi, gas air mata ini ditembakkan dengan keadaan pintu stadion yang terkunci. Sontak, banyak korban jiwa yang berjatuhan. Selain karena berdesak-desakkan, para penonton juga terpapar gas air mata dalam jumlah masif.

Menyoal buruknya tindakan polisi ini, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun sempat mengucapkan janji akan mengusut tuntas tragedi ini, sesuai dengan arahan dari Presiden Joko 'Jokowi' Widodo.

"Kami sedang mengumpulkan data di TKP. Termasuk rekaman video CCTV untuk memastikan hal tersebut. Kami akan lihat juga bagaimana tahapan-tahapan yang dilakukan tim pengamanan saat terjadi sesaat setelah pertandingan berakhir," ujar Listyo pada Minggu (2/10/2022).

2. Banyak sekali pelanggaran FIFA yang terjadi di tragedi ini

Aparat keamanan berusaha menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam (1/10/2022). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)
Aparat keamanan berusaha menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam (1/10/2022). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

Dalam tragedi Kanjuruhan tersebut, ternyata banyak sekali pelanggaran yang diduga terjadi. Pertama, ada pelanggaran Stadium Safety and Security Regulations dari FIFA.

Dalam Pasal 19 ayat b FIFA Stadium Safety and Security Regulations, dijabarkan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api untuk pengendalian massa merupakan sesuatu yang dilarang. Penggunaan gas air mata dalam insiden di Kanjuruhan disinyalir menjadi salah satu banyaknya penonton meninggal dunia.

Berdasarkan keterangan resmi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Indonesia, disebutkan adanya dugaan penggunaan kekuatan berlebihan melalui penggunaan gas air mata ini yang membuat para penonton berdesak-desakan keluar stadion.

"Gas air mata yang tidak sesuai dengan prosedur pengendalian massa mengakibatkan suporter di tribune berdesak-desakan mencari pintu keluar, sesak napas, pingsan dan saling bertabrakan," tulis keterangan resmi YLBH.

Sementara itu, mantan COO PT Liga Indonesia Baru, Tigoshalom Boboy, menduga Prosedur Standar Operasional (SOP) pengamanan yang dipakai dalam laga Arema vs Persebaya tak sesuai dengan milik FIFA. Pengamanan dalam kerusuhan suporter Arema FC memakai SOP yang dimiliki Kepolisian.

Pihak keamanan tidak bisa membedakan cara mengurai kericuhan dalam stadion atau ketika demo di jalanan. Maka dari itu, gas air mata langsung ditembak demi mengurai massa yang sudah bertindak anarkis.

"Saya mengira, SOP yang digunakan kemarin adalah milik Kepolisian. Polisi juga punya SOP sendiri. Pada saat mereka mengeluarkan gas air mata, yang dihadapi mereka nih bukan penonton sepak bola, menurut mereka. Tapi, ini adalah massa yang sudah bertindak anarkis," kata Tigor kepada IDN Times, Senin (3/10/2022).

3. Ada banyak hal yang diduga dilanggar oleh panpel Arema

Keterangan pers PSSI terkait insiden di Kanjuruhan. (IDN Times/Gilang Pandutanaya)
Keterangan pers PSSI terkait insiden di Kanjuruhan. (IDN Times/Gilang Pandutanaya)

Selain penanganan kepolisian yang buruk, panitia pelaksana pertandingan (panpel) Arema juga dipersalahkan atas insiden ini. Berdasarkan hasil temuan investigasi dari PSSI, banyak cacat yang dilakukan Panpel Arema.

Selain kegagalan menahan fans agar tidak turun ke lapangan, Panpel Arema juga tampak sengaja mengunci pintu stadion. Bahkan, hingga menit 80 laga, banyak sekali pintu stadion yang masih terkunci dan tidak terbuka.

"Pintu-pintu yang harusnya terbuka, tapi tertutup. Kekurangan ini jadi perhatian dan penilaian kami terhadap adanya hal-hal yang kurang baik dalam pertandingan," ujar Ketua Komisi Disiplin PSSI, Erwin Tobing.

Padahal, Erwin berujar bahwa Panpel Arema sejatinya memegang kunci gerbang. Alih-alih membuka gerbang ketika situasi sudah kaos, mereka malah membiarkan gerbang terkunci, sehingga banyak korban berjatuhan.

"Saya bertanya ke pengelola stadion, ternyata kunci dari pengelola Stadion Kanjuruhan itu sudah diberikan pada Security Officer dan Panpel. Namun, mereka malah tidak membuka pintunya," ujar Erwin di Malang, Selasa (4/10/2022).

Selain itu, ada juga dugaan kelebihan kapasitas di Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022) malam, yang diakibatkan oleh tribune stadion yang belum single seat. Maka dari itu, sulit memutuskan apakah stadion memang benar-benar over kapasitas atau tidak.

"Soal kapasitas penonton itu, tribune Kanjuruhan belum single seat, jadi tidak terukur. Sehingga, ada yang mengatakan 40 atau 45 ribu, itu belum pasti. Kecuali, jika dia single seat, bisa dihitung," ujar Erwin.

4. Bantahan dari Arema soal pintu terkunci

Suasana doa bersama untuk korban tragedi kerusuhan Stadion Kanjuruhan bersama pemain dan warga pada Senin (3/10/2022). (IDN Times/Gilang Pandutanaya)
Suasana doa bersama untuk korban tragedi kerusuhan Stadion Kanjuruhan bersama pemain dan warga pada Senin (3/10/2022). (IDN Times/Gilang Pandutanaya)

Setelah lama menutup mulut, Arema FC akhirnya buka suara terkait tragedi Kanjuruhan, pada Sabtu, 1 Oktober 2022 malam. Dalam sebuah sesi jumpa pers di kantor mereka, Jumat (7/10/2022), mereka membeberkan fakta-fakta baru.

Salah satu fakta baru yang diungkap manajemen Arema adalah terkait pintu stadion yang disebut-sebut terkunci. Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan Arema, Abdul Harris, menyebut bahwa pintu stadion itu dalam keadaan terbuka.

"Sesuai SOP pintu semua harus terbuka. Kalau memang ada oknum yang menutup kan ada CCTV. Itu ada semua. Dari pertandingan, kick off, sampai selesai. Silakan buka CCTV. Ada portir yang menjaga semua pintu. Ada penjaga dan polisi," ujar Abdul.

Abdul juga mengungkapkan, dia sebagai Ketua Panpel dan juga Suko Sutrisno selaku Security Officer, sebelumnya sudah memastikan semua pintu stadion terbuka jelang laga tuntas. Dia pun siap bersaing di pengadilan kelak.

"Kami selaku ketua panpel saya ada di tengah. Laporan yang saya terima dari Pak Suko, pintu semua dibuka. Tapi itu masuk materi penyidikan jadi saya mohon maaf tidak bisa menyampaikan. Biar dari tim hukum yang menyampaikan," ujar Abdul.

5. Petugas medis yang kerepotan

Suasana RSUD Saiful Anwar, Malang pasca tragedi kerusuhan Kanjuruhan pada Senin (4/10/2022). (IDN Times/Gilang Pandutanaya)
Suasana RSUD Saiful Anwar, Malang pasca tragedi kerusuhan Kanjuruhan pada Senin (4/10/2022). (IDN Times/Gilang Pandutanaya)

Perwakilan dari Rumah Sakit Wava Husada, Rini Mintarsih, mengakui bahwa saat tragedi di Kanjuruhan, tim dari Wava Husada memang benar-benar kerepotan. Padahal, mereka sudah menambah tenaga medis yang bertugas di laga tersebut.

"Jadi kalau untuk fasilitas dari kami, kita di sana (Kanjuruhan) ada dua mini ICU, standar untuk Arema, dan juga kita tiap kali ada event minimal ada dua sampai tiga ambulans. Untuk kemarin (lawan Persebaya) plus tim dokter, total timnya 28 orang, lebih banyak," ujar Rini kepada IDN Times.

Dalam kondisi normal, sejatinya jumlah tenaga medis tersebut aman dan mencukupi. Akan tetapi, tragedi Kanjuruhan kemarin memang di luar prediksi tim medis, sehingga pada akhirnya Wava Husada pun sedikit kerepotan.

"Kalau pada kondisi biasa sebenarnya sudah mencukupi, karena selain kita ada bantuan dari puskesmas lain. Namun memang kondisi kemarin ya istilahnya satu rumah sakit ke sana pun tetap susah. Ini masuk kondisi bencana dan di luar perhitungan kita," ujar Rini.

Wava Husada sendiri disinyalir mengalami kerugian dalam tragedi kemarin. Total, mereka kehilangan dua ambulans dari lima ambulans yang dikirimkan ke Kanjuruhan. Untuk masalah ambulans ini, mereka akan mendiskusikannya dengan tim Panpel Arema.

"Untuk ambulans, kita lakukan proses penghitungan, dan dari panpel ya yang nantinya akan bantu untuk melakukan ganti rugi (dua ambulans yang rusak)," ujar Rini.

6. Ada lebih dari satu pasal yang sejatinya bisa diterapkan

(IDN Times/Aditya Pratama)
(IDN Times/Aditya Pratama)

Polisi menyebut, dalam tragedi Kanjuruhan ini, para tersangka akan disangkakan dua pasal, yakni Pasal 359 dan 360 KUHP. Namun, Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Fachrizal Afandi, menyebut sebenarnya ada banyak pasal yang bisa diterapkan.

Fachrizal melihat, ada unsur kesengajaan yang tampak dalam tragedi Kanjuruhan ini. Kesengajaan itu berupa melukai orang dengan menembak gas air mata. Tindakan ini bisa dikenakan Pasal 354.

"Nah kesengajaan itu kan bisa dikenakan Pasal 354, tidak hanya 360 karena kealpaan, melainkan sadar dan sengaja melukai orang," ujar Fachrizal saat ditemui IDN Times, Rabu (5/10/2022).

Selain Pasal 354, para pelaku juga bisa dikenakan Pasal 338. Sebab, mereka juga dengan sadar dan sengaja menghilangkan nyawa orang dengan menembakkan gas air mata ke arah tribune.

"Kalau misalnya para penembak ini tahu, ada perintah untuk menutup gerbang, tetap mereka tetap menembak, maka bisa kena pasal 338, karena mereka sengaja menghilangkan nyawa, menembakkan dengan sadar gas air mata agar hilangnya nyawa orang," ujar Fachrizal.

Selain dua pasal di atas, ada pasal tambahan lain yang bisa diterapkan, jika kelak dari hasil investigasi, ditemukan bahwa pelaku merupakan aparat. Ada Pasal 52, 55, dan 56 KUHP yang juga sudah menanti mereka.

"Sementara ini kesimpulannya penyebab kericuhan adalah gas air mata yang ditembakkan ke tribune. Dari sini saja kelihatan, siapa yang menembak? Apakah ada perintah menembak?" ujar Fachrizal.

Kemudian jika ada perintah menembak, yang memerintah akan terkena pasal 55. Ada pemberatan juga karena pelakunya adalah aparat. Jadi, mereka terkena sepertiga dari hukuman maksimal, sesuai Pasal 52. Ada juga satu pasal lain yang bisa diterapkan.

"Kemudian apakah ada yang memberikan sarana? Siapa yang memerintahkan dibawakannya gas air mata ke stadion? Nah ini bisa kena Pasal 56, karena memberikan sarana atau turut membantu terjadinya kericuhan," ujar Fachrizal.

Menilik penjelasan Fachrizal ini, sejatinya pelaku tragedi Kanjuruhan bisa dihukum pasal berat. Sebab, ada unsur kesengajaan yang tampak dari tragedi tersebut, seperti pintu yang sengaja dikunci dan gas air mata yang sengaja ditembakkan ke tribune.

7. Polisi sudah menetapkan enam tersangka

Aparat keamanan berusaha menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam (1/10/2022). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)
Aparat keamanan berusaha menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam (1/10/2022). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

Polisi menetapkan enam orang tersangka dalam tragedi Kanjuruhan. Mereka disangkakan pasal 359 dan 360 KHUP tentang kelalaian yang membuat nyawa seseorang melayang dan Pasal 103 ayat 1 Jo pasal 52 undang-undang nomor 11 Tahun 2022 tentang keolahragaan.

Keenam tersangka itu antara lain:

1. AHL, Dirut PT LIB yang dianggap tidak melakukan verifikasi atas stadion Kanjuruhan.

2. AH, Ketua Panpel pertandingan yang dinilai mengabaikan keamanan dengan mencetak tiket melebihi kapasitas.

3. SS, security officer yang memerintahkan stewards meninggalkan pintu stadion.

4. Wahyu SS, Kabagops Polres Malang, tidak melarang saat ada anggotanya menembakkan gas air mata.

5. H, anggota Brimob Polda Jatim, memerintahkan penembakan gas air mata.

6. BSA, Kasat Samapta Polres Malang, memerintahkan penembakan gas air mata.

Kendati tersangka sudah ada, sejatinya pengusutan terhadap tragedi Kanjuruhan harus tetap dilakukan. Sebab, tragedi ini tidak semata-mata soal siapa yang bersalah saja. Ada perbaikan yang harus dilakukan, agar tragedi serupa tidak terjadi lagi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ilyas Listianto Mujib
Sandy Firdaus
Ilyas Listianto Mujib
EditorIlyas Listianto Mujib
Follow Us