Letusan Aparat Pengantar Tragedi Kanjuruhan
Jakarta, IDN Times - Senyum tak lagi terlihat di depan Monumen Singa Stadion Kanjuruhan. Bukannya suka cita, tapi malah suasana duka yang menyelimutinya. Karangan bunga terus berdatangan, tanda belasungkawa dari berbagai pihak atas insiden yang terjadi pada 1 Oktober 2022 lalu.
Tragedi, itu kata yang bisa mengungkapkannya. Bagaimana tidak, 131 orang meninggal dunia, saat kericuhan pecah di Stadion Kanjuruhan. Letusan yang dilepaskan polisi, pukul 22.09 WIB kala itu, telah menimbulkan kegelisahan.
Suporter mulai panik, memahami kalau yang dilepaskan aparat kala itu adalah gas air mata. Teriakan memaki aparat mulai keluar dari mulut penonton kala itu.
"Woi, aparat j*nc*k," teriak suporter.
Mereka juga melepaskan gestur kepada aparat dari tribune, memohon agar tak menembakkan gas air mata. Namun, aparat tak menghiraukannya. Rentetan gas air mata tetap dilepaskan. Bahkan, ketika ada seorang suporter memohon di atas lapangan, aparat malah memakinya.
"Pak, pak jangan tembak gas air mata. Tolong, itu banyak anak kecil," kata suporter tersebut dalam sebuah rekaman video.
Gas air mata yang dilepaskan menjadi awal dari tragedi. Banyak penonton yang berusaha keluar dari stadion, parahnya akses keluar begitu minim, memaksa terjadinya penumpukan di sejumlah titik.
Mereka berhimpitan, ada yang terjatuh karena tersandung, hingga akhirnya terinjak-injak. Korban jiwa tak terelakkan, membuat Kanjuruhan menangis.
Gas air mata pemicu duka lara
Tragedi di Kanjuruhan masuk sebagai terburuk kedua dunia dalam insiden sepak bola. Kasus tersebut sudah menjadi sorotan dunia, tindak tanduk aparat pun disorot, akibat adanya kesalahan prosedur.
Pada dasarnya, penggunaan gas air mata di dalam stadion dilarang keras. Sebab, stadion merupakan ruang tertutup dan bisa memicu iritasi hingga sesak napas bagi orang-orang yang menghirupnya.
Apalagi, ternyata beberapa gas air mata yang digunakan sudah kedaluwarsa sejak 2021 silam. "Ya ada beberapa (kedaluwarsa) yang digunakan, tahun 2021," kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sempat menyatakan kalau hanya ada 11 personel yang menembakkan gas air mata.
"Terdapat 11 personel yang menembakkan gas air mata. Tujuh tembakan ke tribun selatan, utara satu, dan lapangan tiga," ujar Listyo dalam konferensi pers, Kamis (6/10/2022) lalu.
Namun, data yang didapat IDN Times dari Open Source Intelligence yang bekerja sama dengan Narasi TV, lebih dari 11 titik gas air mata yang tercipta.
Letusan pertama dilepaskan ke sektor 11 hingga 13. Dari letusan itu saja, ada sekitar tujuh titik gas air mata yang tercipta. Artinya, proyektil yang keluar tak cuma satu dalam sekali letusan. Dan itu terekam dalam beberapa video yang didapatkan.
Sorak sorai yang berubah jadi teriakan pilu

Situasi mendadak berubah. Penonton mulai merasakan kepanikan. Mereka semakin memaki aparat, dan ada beberapa yang mencoba keluar dari stadion. Namun, ada juga yang hendak masuk ke lapangan, demi membalaskan serangan ke aparat.
Dalam kondisi tersebut, aparat mengambil tindakan dengan melepaskan tembakan gas air mata ke wilayah-wilayah lainnya. Tercatat, dari analisis yang dilakukan lewat metode OSINT, 42 titik gas air mata tercipta di dalam stadion.
Tak heran ketika penonton panik, karena stadion terselimuti gas air mata, membuat napas mereka tersengal-sengal dan iritasi mata. Ketika stadion terselimuti gas air mata, mereka berbondong-bondong mencari jalan keluar.
Nahas, pintu-pintu yang seharusnya terbuka malah banyak terkunci. Ada pula penumpukan yang terjadi di tangga stadion. Dalam situasi itu pula, banyak orang yang jatuh dari tangga, tak sekali tapi berkali-kali.
"Saya masuk, ada keributan di dalam, asap sudah tak karuan. Ada yang minta tolong agar dibawa keluar temannya. Saat itu, saya sudah merasakan perih di mata, lalu cuci dengan air mineral. Akhirnya, saya gotong korban dengan temannya, taruh di bawah biar mendapat oksigen. Gak lama, temannya itu meninggal. Temannya yang minta tolong menangis. Saya tanya, di mana rumahnya, siapa namanya, gak jawab karena histeris. Saya cuma menolong satu, karena permintaan tolong itu," kata seorang saksi mata, Trisman.
Momen yang terjadi di Kanjuruhan sebenarnya berubah begitu cepat. Ketika wasit meniupkan peluit pertandingan, memang suporter mulai bertanya-tanya, ada apa dengan para pemain Arema.
Sebab, kekalahan dari Persebaya di Kanjuruhan, menjadi salah satu noda dalam derbi Jawa Timur. Sebelum laga itu, Arema memang susah dikalahkan di Kanjuruhan dalam derbi Jatim melawan Persebaya.
Seorang saksi mata, Dani, menyatakan kalau sebenarnya situasi laga berjalan dengan lancar. Tak ada kericuhan yang muncul di tribune.
"Selama 90 menit itu tak ada ricuh. Situasi di babak pertama masih normal, imbang 2-2. Ketika tertinggal, suasana mendadak dingin," ujar Dani.
Dani mengakui kalau fans mempertanyakan ada apa dengan Arema. Mereka yang masuk, disebutkan Dani, hendak meminta penjelasan.
"Kami juga cuma mau memberikan semangat. Tapi, banyak polisi mengadang," kata Dani.
11 menit berdarah di Kanjuruhan

Sebenarnya, ada pula oknum yang bertindak tak sopan ke pemain. Dari rekaman video yang beredar, seorang oknum berjaket hitam berlari ke arah lorong stadion, hendak memukul salah satu pemain Arema.
Di sinilah titik balik dari tragedi Kanjuruhan. Aparat mulai bergerak demi memukul mundur massa lantaran sudah ada oknum yang berniat jelek ke pemain.
Kibasan tongkat, serangan fisik, hingga pelontaran gas air mata, terangkum hanya dalam beberapa menit saja. Tercatat, proses dari invasi penonton hingga tembakan terakhir gas air mata, berlangsung sekitar 11 menit.
Sesuai dengan pernyataan Listyo, seorang saksi, Nanang, menyatakan kalau letusan tembakan gas air mata yang terdengar mencapai 11 kali. Tapi, masalahnya berapa proyektil yang keluar? Karena dari perhitungan, tercipta 42 titik gas air mata di Stadion Kanjuruhan.
Arah angin yang menuju ke selatan membuat korban jatuh di sekitar sektor 11 hingga 13, semakin banyak. Apalagi, di sana jalan keluar begitu sempit dan terbatas.
"Pintu keluar tak terbuka dengan semestinya. Kami bantu sebisanya. Banyak yang menumpuk dan dirawat di sini. Saya tak menghitung, mungkin ratusan. Karena satu pintu yang terbuka, otomatis ada 2.000 orang yang mau keluar (dalam satu waktu). Mereka mengeluhkan perih di mata, ada yang pingsan, dibopong dalam kondisi tak sadar. Empat orang juga meninggal dunia, meski sempat diberi pertolongan," ujar Nanang.
Jokowi sampai turun tangan

Insiden ini telah menjadi perhatian khusus pemerintah. Presiden Joko Widodo sampai turun tangan, menuntut adanya pembenahan dalam sepak bola nasional. Jokowi bahkan bersurat langsung ke FIFA demi menjelaskan insiden ini.
Pemerintah akhirnya membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) demi bisa memecahkan benang kusut dalam insiden ini. TGIPF sudah mendapat sejumlah temuan.
Salah satunya adalah terkait kelayakan Stadion Kanjuruhan untuk menggelar laga dengan risiko tingkat tinggi macam Arema FC versus Persebaya Surabaya.
"Mungkin, kalau medium atau low risk masih bisa. Jadi, artinya untuk high risk match kami harus membuat kalkulasi yang sangat konkret. Misalnya, adalah bagaimana mengeluarkan penonton dalam keadaan darurat. Sementara yang saya lihat adalah pintu masuk berfungsi sebagai pintu keluar. Itu tidak memadai, kemudian tidak ada pintu darurat," kata Nugroho.
PFA Safeguardian Committee Chairman itu menyatakan kalau Stadion Kanjuruhan perlu direnovasi, terutama mengubah struktur pintunya agar akses keluar-masuk lebih memadai.
Penilaian Nugroho sebenarnya bisa menjadi dasar terkait permintaan Jokowi agar Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melakukan audit total seluruh infrastruktur stadion di Indonesia yang digunakan buat kompetisi.
"Semua harus diaudit, manajemen pertandingan, lapangan, pengelolaan stadion, harus diaudit," tegas Jokowi.
Sebenarnya, perbaikan stadion juga menjadi salah satu fokus dalam lima poin yang tertera dalam surat FIFA. Lewat suratnya kepada Indonesia, FIFA meminta agar standar keamanan stadion di Indonesia diperbaiki. Setidaknya, FIFA meminta agar PSSI untuk melakukan peninjauan ulang terkait fasilitas di seluruh stadion di Indonesia, terlebih yang berkaitan dengan standar keselamatan.
Mereka juga meminta agar fasilitas di stadion ditingkatkan. Diharapkan, ada pembatas yang jelas antara polisi, steward, suporter, dan pemain, sebelum laga dimulai.
FIFA meminta agar protokol keamanan dalam laga juga diseragamkan. Menariknya, FIFA juga meminta agar otoritas sepak bola Indonesia memikirkan jadwal pertandingan agar bisa lebih bersahabat, tak terlalu larut.
Nantinya, proses ini akan dikawal oleh Tim Transformasi yang berisikan perwakilan pemerintah, PSSI, AFC, dan FIFA.
"Kalau diperlukan, FIFA bisa membantu memperbaiki tata kelola pesepakbolaan Indonesia," ujar Jokowi.
Berharap keadilan buat korban

Sementara, enam tersangka sudah ditetapkan oleh polisi atas insiden ini. Mereka adalah Akhmad Hadian Lukita (Direktur PT Liga Indonesia Baru), Abdul Haris (Ketua Panitia Pelaksana Arema), Suko Sutrisno (Security Officer), Kompol Wahyu Setyo Pranoto (Kabag Ops Polres Malang), AKP Bambang Sidik Achmadi (Kasat Samapta Polres Malang), AKP Hasdarman (Komandan Kompi Polda Jawa Timur).
Listyo menyatakan keenam tersangka itu memiliki peran masing-masing. Akhmad disebutkan tak melakukan verifikasi keselamatan Stadion Kanjuruhan. Sementara, Haris tak membuat dokumen keselamatan keamanan bagi Stadion Kanjuruhan.
Kemudian, Suko memerintahkan steward meninggalkan gerbang. Tiga anggota polisi lainnya, berperan penting dengan tak mencegah atau melarang pemakaian, dan memerintahkan penembakan gas air mata.
Listyo juga mencopot jabatan AKBP Ferli Hidayat sebagai Kapolres Malang, buntut insiden itu. Posisi Ferli pun digantikan oleh AKBP Putu Kholis Aryana.
Sebenarnya, ada satu yang patut disoroti lagi, yakni dugaan over kapasitas di dalam stadion. Panpel tentu yang harus bertanggung jawab atas masalah ini. Sebab, sebelumnya kepolisian sudah memberikan peringatan melalui surat B/2266/IX/Pam.3.3/2022, tertanggal 29 September 2022, telah memberikan peringatan kepada Panpel berdasarkan informasi intelejen karena duel Arema versus Persebaya masuk dalam high risk. Polisi meminta agar Panpel membatasi penerbitan tiket hanya 38.054 lembar dengan detail VVIP 602, VIP 2.804, Ekonomi 19720, dan Berdiri 14.928.
Namun, arahan itu tak dipenuhi oleh Panpel Arema. Mereka mengakui kalau telah menjual tiket sebanyak 43 ribu.
"Ada arahan dari pak Kapolres kalau tiket dikurangi sekitar 38 ribu. Namun, ada arahan agar tiket tetap dijual sesuai pesanan dari Aremania," ujar Haris.
Selain pihak bersalah dijadikan tersangka oleh polisi, PSSI juga mengambil tindakan dengan menjatuhkan sanksi kepada Arema, tak boleh menggelar laga kandang selama semusim di Kanjuruhan dan denda sebesar Rp250 juta. Pun, Haris bersama Suko disanksi seumur hidup tak boleh beraktivitas di sepak bola nasional.
"Pengulangan terhadap pelanggaran terkait di atas akan berakibat pada hukuman berat," ujar Ketua Komdis PSSI, Erwin Tobing.
Satu hal lain yang disorot adalah jadwal laga. Masalah jadwal, beberapa kali memang sudah disinggung suporter sejak awal musim 2022/23. Panpel Arema juga sebenarnya sudah mengajukan agar laga Arema versus Persebaya dimajukan. Namun, PT Liga Indonesia Baru selaku operator menolak permintaan tersebut atas dasar hak siar.
Terkait hal ini, LIB dan PSSI memang bertanggung jawab karena dalam surat tersebut, penolakan didasari atas diskusi yang terjadi di antara mereka bersama pemegang hak siar pula.
Insiden di Kanjuruhan telat tercatat sebagai yang terburuk sepanjang sejarah. Tragedi ini masuk sebagai yang terparah kedua, setelah insiden di Lima, Peru, pada 1964 silam.
Mari berharap, insiden di Kanjuruhan tak berakhir secara misterius seperti Lima. Tentunya, semua ingin jika insiden ini menemui kejelasan dan korban mendapat keadilan.
[RED: Tulisan ini merupakan hasil investigasi dari Tim IDN Times, dengan reporter Sandy Firdaus, dan Narasi TV selama reportase langsung di Malang. Kami berterima kasih atas keberanian saksi untuk mengungkapkan fakta selama insiden di lapangan]