[REVIEW] Eldest Souls—Kisah Pemberontakan Manusia terhadap Dewa

Plot megah dengan gameplay atraktif

Kata Souls dalam judul game sepertinya sudah menjadi sebuah ciri khas tersendiri bagi permainan dengan tingkat kesulitan tinggi. Penulis pernah memainkan Demon's Souls dan Dark Souls yang menjadi salah satu serial game paling sulit di era modern. Nah, pada 29 Juli 2021 lalu, game garapan Fallen Flag Studio telah resmi dirilis oleh United Label dan menjadi game yang cukup sulit untuk dimainkan.

Judul dari game tersebut adalah Eldest Souls yang tentunya memiliki ide, konsep, dan gameplay yang sangat berbeda dengan judul-judul Souls lainnya. Game ini bersifat multiplatform dan bisa dimainkan melalui Windows (PC), PS4, PS5, Xbox One, Xbox Series X, dan juga Nintendo Switch. Di Steam, Eldest Souls dijual dengan harga Rp81.749 (setelah diskon) dan menjadi salah satu judul yang cukup laris di tahun ini.

Bagaimana kesan dan perasaan penulis setelah memainkan game ini selama beberapa jam? Apakah memang memiliki kelas kesulitan yang setara ala judul Souls lainnya? Yuk, kamu bisa simak ulasan dan review Eldest Souls di bawah ini.

1. Fokus pada pertempuran antara manusia dengan para dewa

[REVIEW] Eldest Souls—Kisah Pemberontakan Manusia terhadap DewaEldest Souls akan selalu berurusan dengan bos. (dok. Fallen Flag Studio/Eldest Souls)

Plot dan latar belakang cerita erat kaitannya dengan hubungan antara manusia dan para dewa di zaman kuno. Dikisahkan bahwa sejak dulu, manusia selalu terbelenggu dan diperbudak oleh para dewa yang dinamakan Old Gods. Pemberontakan manusia didasarkan pada penindasan yang mereka alami selama ratusan tahun yang pada akhirnya membawa kemurkaan pada para dewa.

Tentu saja para dewa tidak tinggal diam. Setelah masa pemberontakan usai, mereka segera melepas segala macam kekuatan hebat yang mampu mengguncang dunia. Dewa-dewa tadi berkuasa secara mutlak di dungeon-nya masing-masing. Jika Old Gods mengamuk, peradaban manusia pun berada di ujung tanduk. Kabar baiknya, ada secercah harapan dari manusia untuk terus melanjutkan perjuangan menuju kebebasan.

Well, kisah ini jelas merupakan premis yang megah layaknya game kelas berat lainnya. Ada banyak judul game di luar sana yang mengangkat kisah yang sama meskipun dalam balutan genre berbeda. Uniknya, developer dapat merangkum segala kerumitan dan kemegahan tersebut menjadi sebuah permainan yang ringkas serta mudah dipahami.

Alih-alih mengalir secara dalam, premis yang hadir dalam Eldest Souls memang terkesan sederhana. Sangat berbeda jika kita memainkan role-playing game (RPG) yang menitikberatkan pada kedalaman cerita dan hubungan rumit antarkarakter. Dalam game ini, kisah yang diangkat belum memiliki bobot yang sempurna untuk mewakili masifnya pertempuran antara manusia dengan para dewa di zaman kuno.

2. Mekanisme atraktif dengan kesulitan menantang

[REVIEW] Eldest Souls—Kisah Pemberontakan Manusia terhadap DewaPohon skill dalam Eldest Souls. (dok. Fallen Flag Studio/Eldest Souls)

Dalam Eldest Souls, kita tidak akan menghadapi anak buah atau pasukan-pasukan remeh layaknya game hack and slash lainnya. Game ini konsisten akan mengajak gamer dalam petualangan untuk benar-benar bertarung melawan entitas dewa dari masing-masing dungeon. Jadi, jangan harap ada mekanisme grinding di sini sebab kenaikan level pada pohon skill hanya terjadi secara otomatis pada saat kita pantas mendapatkannya.

Ketiadaan musuh-musuh dengan level rendah memunculkan dua sisi dilematis. Pertama, sistem macam ini akan membawa kita pada petualangan yang simpel dan berfokus pada pertarungan besarnya saja. Kedua, di sisi lain, mekanisme macam ini malah akan membuat gameplay menjadi lebih sulit dan menantang. Jika tidak berhati-hati, karakter yang kita mainkan akan tewas hanya karena jebakan gelondongan kayu.

Tiap-tiap karakter bos dibuat cukup beragam dan memiliki keunikan masing-masing. Yang jelas, hampir semuanya sulit dan membutuhkan konsistensi permainan dari gamer. Lengah sedikit saja, hantaman kapak raksasa akan dengan mudah mencabut nyawamu. Belum lagi jika melihat health bar dari bos yang cukup panjang, hal ini akan membuat gamer noob langsung merasa minder seketika.

Namun, terlepas dari kesulitannya, karakter kita juga dibekali dengan kemampuan mumpuni. Kita bisa bergerak dengan sangat cepat dan ini menjadi salah satu kelebihan yang bahkan sulit untuk disentuh oleh para dewa. Tebasan dari pedang kita pun cukup destruktif dan levelnya bisa meningkat seiring dengan pengalaman penyintas yang didapatkan dalam game.

Baca Juga: [REVIEW] Pathfinder: Wrath of the Righteous—Ciptakan Jalanmu Sendiri

3. Tampilan visual tampak sederhana

[REVIEW] Eldest Souls—Kisah Pemberontakan Manusia terhadap DewaTampilan visual dalam Eldest Souls terkesan imut dan biasa saja. (dok. Fallen Flag Studio/Eldest Souls)

Jujur saja, bagi penulis pribadi, tak ada hal istimewa yang mampu dihadirkan dalam grafis Eldest Souls. Ya, game ini tampil dengan kesan yang imut dan sederhana. Sejatinya, petualanganmu melawan Old Gods mungkin akan lebih ringkas dan enak untuk dijalankan pada platform Nintendo Switch. Jika memainkannya di konsol PS5 dan Xbox Series X, jelas bahwa game ini akan tampil nyaris sama dengan versi handheld dan PC.

Kendati terkesan sederhana, kualitas visual yang diusung oleh developer masih terkesan hidup dan kaya akan warna. Gerakan karakter kita dalam menebas musuh terasa mengasyikkan dan gamer dibuat selalu ingin mengulanginya. Oh, ya, khusus versi PC, Eldest Souls tidak meminta spesifikasi yang tinggi, lho. RAM 8 GB, prosesor Core i5, dan GPU setara GTX 660 sudah bisa menjalankan game ini dengan baik.

4. Audio yang gak kaleng-kaleng

[REVIEW] Eldest Souls—Kisah Pemberontakan Manusia terhadap DewaEldest Souls punya audio yang gak kaleng-kaleng. (dok. Fallen Flag Studio/Eldest Souls)

Selain mekanisme permainan yang unik, hal paling menarik untuk dinikmati dalam game ini adalah audionya. Pada saat awal memainkannya, kita sudah disuguhkan dengan narasi yang dipresentasikan dengan suara apik dan lugas. Musiknya pun bisa mengalun tepat sesuai dengan kondisi dan posisi dari karakter yang kita jalankan.

Pada beberapa dungeon yang sepi, alunan musik menjadi pelan dan nyaris tak terdengar. Lalu, pada saat kita memasuki battle dengan bos, alunan musik berubah menjadi intens dan penuh dengan lonjakan energi. Nah, hebatnya lagi, lonjakan adrenalin yang ditimbulkan dari sistem musikalnya juga sangat bervariasi tergantung bos mana yang kita hadapi.

5. Singkat dan ringkas supaya tidak membuat jenuh

[REVIEW] Eldest Souls—Kisah Pemberontakan Manusia terhadap DewaEldest Souls hadir dengan durasi singkat yang gak membuat bosan. (dok. Fallen Flag Studio/Eldest Souls)

Eldest Souls bisa ditamatkan hanya dalam kurun waktu yang singkat, yakni sekitar 6 sampai 8 jam. Jika sudah benar-benar pro, seorang gamer bahkan sanggup menamatkan game ini selama 2—3 jam saja. Well, dalam hal ini, rupanya Fallen Flag Studio bisa menempatkan karyanya tersebut sebagai game ringkas yang gak membosankan.

Tak bisa dibayangkan jika game ini harus ditamatkan selama puluhan atau ratusan jam. Tentu hal tersebut akan sangat membosankan. Jalan cerita yang dibangun pada fokus utama dalam melawan para dewa rupanya berdampak signifikan pada sensasi positif yang dirasakan oleh penulis. Kita gak perlu repot-repot menghadapi banyaknya pasukan kroco yang mungkin malah bakal dirasa repetitif.

Oh, ya, karena dibuat secara singkat dan ringkas, kualitas visual yang sederhana akan dapat segera dimaklumi. Penulis sudah mendapatkan kepuasan tersendiri dalam memainkan Eldest Souls. Hadir dengan kesulitan di atas rata-rata, skor 4/5 menjadi penilaian penulis untuk game unik yang satu ini. Nah, bagaimana? Apa kamu juga menyukai game dengan tingkat kesulitan tinggi?

https://www.youtube.com/embed/v31r2jgyRSE

Baca Juga: [REVIEW] Distant Kingdoms—Karya Potensial yang Gagal Bersinar

Dahli Anggara Photo Verified Writer Dahli Anggara

Age quod agis...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya