7 Browser Terbaik untuk Setiap Jenis Netizen, Kamu Cocok yang Mana?

Sama seperti Instagram yang meniru Snapchat dengan “stories”, beberapa browser terpopuler saat ini seperti Google Chrome dan Mozilla Firefox – juga meniru banyak fitur yang dimiliki oleh Opera. Beberapa di antaranya seperti tabs di window, gestur khusus mouse dan loading thumbnail.

Di versinya terbarunya – “Reborn 3”, Opera meminjam desain sederhana dari versi mobile-nya, sembari menghadirkan sejumlah fitur baru yang menarik. Itu seperti tombol ‘simple action’ untuk mengakses cepat Facebook Messenger dan dompet cryptocurrency.

Sama seperti software dari Google lainnya, Chrome mudah dinavigasikan karena didesain secara intuitif. Namun, salah satu alasan utama mengapa Chrome banyak digunakan, tidak hanya karena integrasi penuh seluruh layanan Google seperti Drive, Photos dan Docs – namun juga perpustakaan extension-nya yang lengkap. Beberapa yang keren seperti Print Friendly & PDF yang menambahkan tombol sederhana untuk mencetak atau menyimpan halaman menjadi PDF dan Google Arts & Culture, yang akan menampilkan karya seni tiap kali pengguna membuka tab baru.

Meski Firefox merupakan browser kedua terpopuler setelah Chrome, penting untuk diingat bahwa perusahaan induknya adalah Mozilla, bukan Google. Dan di situlah letak keindahannya. Pada tahun 2014 misalnya, Mozilla meminta komunitas Firefox untuk mempromosikan online privacy.

Mozilla mengatakan bahwa memperjuangkan privasi data dengan memastikan bahwa setiap pengguna tahu siapa yang memiliki akses data mereka – adalah bagian dari DNA Mozilla. Ini bukan omong kosong, karena laporan “State of Mozilla” pada tahun 2015 membuktikannya.

Bagi mereka yang tidak tahan dengan sesuatu yang ‘default’ dan gemar melakukan kustomisasi, Vivaldi menjadi browser yang tepat. Halaman utama Vivaldi merupakan tempatnya berkreasi di mana pengguna dibekali dengan segudang opsi untuk menuangkan kreativitas mereka.

Mulai dari mengubah tata letak new tab hingga mengganti tampilan ‘tumpuk’ pada tab untuk menghemat ruang, hampir setiap bagian dari Vivaldi bisa diubah. Selain itu, Vivaldi juga menyediakan fitur untuk membuat ‘shortcut’ lewat gestur mouse dan keyboard.

SeaMonkey mungkin tidak setenar browser-browser lain di daftar ini, namun ini punya nilai tersendiri bagi ‘mantan’ pengguna Netscape. SeaMonkey merupakan lanjutan dari Mozilla Application Suite, yang membentuk dasar Netscape 6 dan 7.

Salah satu bagian yang mengingat SeaMonkey dengan Netscape adalah desain UI-nya yang sederhana namun klasik. Dengan sifatnya yang open-source, SeaMonkey juga jadi bisa diedit oleh siapapun yang menginginkannya. Dan itu tidak hanya untuk browser-nya saja, namun juga email, HTML editor dan alat pengembangan lainnya. 

Maxthon pada dasarnya merupakan browser dengan fitur lengkap yang tidak digunakan oleh banyak orang. Lewat sinkronisasi cloud, pengguna dapat mengakses file mereka di seluruh perangkat seperti PC Windows, HP Android dan iPad – terlepas dari perbedaan platform. Akan tetapi, bagian terbaik dari Maxthon adalah fitur download video bawaan.

Tanpa harus menggunakan extension tambahan dan hanya dengan satu klik, Maxthon dapat pengguna untuk mengunduh video apapun yang diinginkan. Menariknya lagi, ini tidak hanya berlaku untuk YouTube saja, namun semua website.

Safari tidak secepat Chrome, tidak sebebas Vivaldi dalam melakukan kustomisasi dan tentu saja tidak open-source. Namun, diluar ‘kekurangan?’ itu, Safari menjadi browser terbaik terutama bagi mereka yang setia dengan ekosistem Apple.

Mengapa demikian? Sebab, Safari terintegrasi secara penuh dengan semua sistem operasi Apple seperti iOS dan MacOS, sehingga semuanya terasa lebih efisien. Tidak hanya itu saja, dengan menggunakan Safari, daya tahan baterai juga menjadi lebih awet karena ada optimalisasi khusus yang dilakukan pada Safari untuk perangkat-perangkat Apple.

Demikian tadi ulasan sekaligus rekomendasi browser terbaik untuk setiap jenis netizen. Jika berkaca dari browser-browser di atas, tipe netizen yang manakah kamu?