Ada Visual AI di Kampanye #SaveRajaAmpat, Komdigi: Susah Dibedakan

- Tantangan AI dalam membedakan konten nyata dan hasil manipulasi semakin sulit.
- Kemajuan AI menciptakan visual realistis yang sulit dibedakan dari konten asli.
- Verifikasi konten AI memerlukan pendekatan teknis mendalam terhadap metadata dan pola visualnya.
- Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menjadi terdepan dalam menyelesaikan roadmap artificial intelligence.
Di balik kemajuan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang mampu menghasilkan gambar dan video dengan tingkat realisme tinggi, muncul tantangan baru berupa sulitnya membedakan mana konten nyata dan mana yang hasil manipulasi.
Hal ini terlihat dalam viralnya tagar #SaveRajaAmpat, yang dipicu oleh beredarnya konten visual tentang kerusakan alam Raja Ampat akibat tambang nikel. Sayangnya, ada beberapa visual hasil rekayasa AI. Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) buka suara atas hal ini.
Perlu pendekatan mendalam
Direktur Kemitraan komunikasi Lembaga dan Kehumasan sekaligus Pelaksana Tugas Direktur Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Marroli J. Indarto bahwa saat ini semakin sulit membedakan konten yang dibuat AI.
"Gambar AI sama gambar asli, kaya yang terbaru agak fatal itu—AI tambang Papua. Secara teknis memang harus diakui susah, harus lebih mendalam, harus dicek lagi kontennya," ujarnya usai acara Ngopi Bareng di Jakarta, pada Jumat (13/06/2026).
Verifikasi konten yang dihasilkan AI diperlukan pendekatan teknis yang lebih mendalam terhadap metadata dan pola visualnya. Tapi proses tersebut tidak mudah dilakukan, terlebih jika sudah menjadi masif di media sosial.
Peta Jalan Nasional AI

Beberapa waktu yang lalu, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid menyampaikan bahwa mereka tengah menyusun Peta Jalan Nasional Artificial Intelligence yang rencananya dirilis pada bulan Juni 2025.
"Baru empat persen organisasi dan pemerintah secara global yang betul-betul telah menyusun peta risiko artificial intelligence secara menyeluruh. Jadi Indonesia, berusaha, bertekad, berkomitmen untuk menjadi salah satu yang terdepan dalam menyelesaikan roadmap artificial intelligence," kata Meutya.
Pemerintah percaya dan meyakini bahwa AI harus membuat pelayanan etik lebih dekat, membuat kebijakan yang lebih responsif dan membuka lebih banyak pintu bagi masyarakat untuk tumbuh.
"Bagi kami ekosistem kecerdasan buatan tidak bisa dibangun hanya dengan investasi atau dengan regulasi, tapi dengan kemauan bersama untuk saling berbagi akses, membina talenta bersama, dan membuka ruang bagi semua untuk ikut tumbuh," lanjutnya.