Daftar Negara yang Menentang Keberadaan World, Terbaru Indonesia

- Worldcoin dihentikan di Spanyol, Portugal, dan Korea Selatan
- Penangguhan terkait pemrosesan data pribadi dan keluhan pengguna
- Worldcoin melanggar peraturan di Kenya, Hong Kong, dan Indonesia
Baru-baru ini aplikasi World tengah menjadi perbincangan yang hangat di tengah masyarakat. Platform yang baru saja datang ke Indonesia ini disebut-sebut belum memiliki izin dan berisiko tinggi pada penggunanya.
Platform garapan Sam Altman itu meminta masyarakat untuk mendaftarkan retina matanya, yang kemudian diberikan imbalan berupa uang. Rupanya, kejadian ini tidak hanya terjadi di negara kita saja, aplikasi tersebut juga sudah ditangguhkan di sejumlah negara. Berikut daftarnya.
1. Spanyol
Otoritas perlindungan data Spanyol telah memerintahkan Worldcoin—mata uang kripto World—untuk sementara waktu berhenti mengumpulkan dan memproses data pribadi dari pasar, pada awal Maret 2024. Worldcoin juga harus berhenti memproses data apa pun yang sebelumnya dikumpulkan di sana.
Otoritas Spanyol menggunakan alasan "prosedur urgensi" yang terkandung dalam General Data Protection Regulation (GDPR) Uni Eropa untuk perintah penghentian pemrosesan data sementara—yang berarti perintah tersebut memiliki durasi maksimum tiga bulan.
"Badan Perlindungan Data Spanyol (AEPD) telah memerintahkan tindakan pencegahan terhadap Tools for Humanity Corporation untuk menghentikan pengumpulan dan pemrosesan data pribadi yang dilakukannya di Spanyol dalam kerangka kerja proyek Worldcoin-nya, dan melanjutkan untuk memblokir data yang telah dikumpulkan," tulis mereka sebuah pernyataan pers.
GDPR mengatur bagaimana data pribadi warga Uni Eropa dapat diproses dan mengharuskan entitas yang menangani informasi seperti nama orang, detail kontak, biometrik, dan pengidentifikasi lainnya memiliki dasar hukum yang valid untuk operasi mereka.
AEPD mengatakan bahwa mereka telah menerima beberapa keluhan tentang Worldcoin sejak usaha ini mulai beroperasi di pasar, termasuk yang terkait dengan tingkat informasi tentang pemrosesan yang disediakan Worldcoin, pengumpulan data dari anak di bawah umur dan bagaimana penarikan persetujuan tidak diperbolehkan (menghapus rekaman biometrik).
2. Portugal

Worldcoin hampir dikeluarkan dari seluruh Eropa, setelah larangan sementara di Portugal pada bulan Maret kemarin. Perintah dari otoritas perlindungan data negara itu datang setelah perintah penghentian pemrosesan selama tiga bulan yang serupa dari Spanyol.
Otoritas perlindungan data Portugal mengatakan bahwa mereka mengeluarkan larangan tiga bulan terhadap operasi Worldcoin setelah menerima keluhan bahwa perusahaan telah memindai bola mata anak-anak.
Keluhan lain yang dikutip dalam siaran persnya, mengumumkan penangguhan juga mencerminkan kekhawatiran Spanyol—termasuk informasi tidak memadai yang diberikan kepada pengguna tentang pemrosesan data biometrik sensitif dan ketidakmampuan pengguna untuk menghapus data mereka atau mencabut persetujuan untuk pemrosesan Worldcoin.
Penggunaan teknologi blockchain untuk menyimpan token yang berasal dari biometrik yang dipindai mengartikan bahwa sistem ini dirancang untuk menyimpan data pribadi secara permanen.
Mereka memperkirakan lebih dari 300.000 orang di Portugal telah mengajukan diri untuk dipindai iris atau retina matanya oleh Orbs dengan imbalan sejumlah Worldcoin dan mencatat bahwa jumlah lokasi yang menawarkan pemindaian bola mata meningkat hampir dua kali lipat dalam waktu enam bulan.
Mengenai risiko terhadap data anak-anak, pemerintah mencatat bahwa operator tidak memiliki verifikasi usia—menunjukkan bahwa mereka tidak mengambil langkah-langkah yang kuat untuk mencegah anak-anak mengakses teknologi tersebut.
3. Korea Selatan
Komisi Perlindungan Informasi Pribadi Korea Selatan (PIPC) menjatuhkan denda sebesar KRW1,14 miliar kepada Worldcoin dan Tools for Humanity (TFH), atas kegagalan yang berkaitan dengan persyaratan keterbukaan informasi, menurut siaran pers yang terbit pada 25 September 2024.
Regulator mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut melanggar Undang-Undang Perlindungan Informasi Pribadi (PIPA) negara tersebut dengan tidak mengungkapkan tujuan pengumpulan data iris mata.
Menurut keputusan tersebut, Worldcoin diharuskan membayar denda KRW725 juta, sementara TFH KRW 379 juta. PIPC juga mengeluarkan perintah perbaikan dan rekomendasi kepada kedua perusahaan.
Worldcoin Foundation dinyatakan bersalah karena melanggar ketentuan PIPA terkait penanganan informasi sensitif dan transfer ke luar negeri. Sementara itu, TFH melanggar kewajibannya terkait transfer informasi biometrik ke luar negeri
4. Kenya

Kenya adalah salah satu negara pertama di mana World beroperasi. Mereka jadi salah satu pasar terbesar untuk pendaftaran, namun menjadi salah satu negara pertama yang melarangnya secara langsung, pada Agustus 2023.
Kementerian Dalam Negeri negara tersebut sempat mengeluarkan keputusan yang menangguhkan pendaftaran Worldcoin di negara tersebut, dengan alasan kekhawatiran "keaslian dan legalitas" aktivitasnya di bidang keamanan, layanan keuangan dan perlindungan data.
Penangguhan ini mencakup Worldcoin dan "entitas lain yang mungkin juga melibatkan masyarakat Kenya". Tapi kemudian, polisi Kenya menghentikan penyelidikan atas tuduhan bahwa Worldcoin telah mengumpulkan dan mentransfer data pribadi pengguna secara ilegal, membuka jalan bagi proyek mata uang kripto tersebut untuk melanjutkan operasinya.
5. Hong Kong
Worldcoin disebut melanggar peraturan data pribadi di Hong Kong. Setelah menyelesaikan investigasinya terhadap proyek tersebut, Kantor Komisioner Privasi untuk Data Pribadi (PCPD) mempublikasikan temuannya.
Masalah ini muncul dari kekhawatiran PCPD bahwa pengoperasian platform di negara tersebut melibatkan risiko serius terhadap privasi data pribadi. Oleh karena itu, PCPD secara proaktif memulai penyelidikan terhadap proyek Worldcoin pada Januari 2024 untuk menentukan apakah pengoperasian telah melanggar regulasi.
Temuan investigasi mengungkapkan bahwa user harus mengizinkan perusahaan mengumpulkan gambar wajah dan retina untuk memverifikasi kemanusiaan mereka dan menghasilkan kode iris mata, sehingga mendapatkan identitas terdaftar.
Setelah itu para peserta dapat menerima token Worldcoin secara berkala secara gratis. Worldcoin mengonfirmasi bahwa ada 8.302 orang yang wajah dan iris matanya telah dipindai untuk verifikasi selama operasinya di wilayah tersebut.
Setelah mempertimbangkan keadaan kasus dan informasi yang diperoleh dari investigasi, operasi Worldcoin di Hong Kong dinyatakan telah melanggar prinsip-prinsip perlindungan data yang berkaitan dengan pengumpulan, penyimpanan, transparansi, akses data, dan hak-hak koreksi.
6. Indonesia

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) membekukan sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) layanan Worldcoin dan WorldID. Selanjutnya akan segera memanggil PT. Terang Bulan Abadi dan PT. Sandina Abadi Nusantara untuk memberikan klarifikasi atas dugaan pelanggaran ketentuan penyelenggaraan sistem elektronik.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital, Alexander Sabar, menjelaskan bahwa langkah ini diambil menyusul laporan masyarakat mengenai aktivitas mencurigakan yang berkaitan dengan layanan Worldcoin dan WorldID.
“Pembekuan ini merupakan langkah preventif untuk mencegah potensi risiko terhadap masyarakat. Kami juga akan memanggil PT. Terang Bulan Abadi untuk klarifikasi resmi dalam waktu dekat,” ujarnya dalam keterangan resmi.
Hasil penelusuran awal menunjukkan bahwa PT. Terang Bulan Abadi belum terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dan tidak memiliki TDPSE sebagaimana diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan. Di sisi lain, layanan Worldcoin tercatat menggunakan TDPSE atas nama badan hukum lain, yaitu PT. Sandina Abadi Nusantara.
Berbagai negara di dunia telah mengambil langkah tegas terhadap aplikasi World dengan memblokir atau membatasi operasinya karena kekhawatiran terhadap privasi data, etika pengumpulan biometrik, dan perlindungan konsumen.
Meskipun World App mengklaim menghadirkan inovasi dalam identitas digital global berbasis blockchain, respon regulasi menunjukkan bahwa teknologi semacam ini tetap memerlukan pengawasan ketat dan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku di masing-masing negara.
Di tengah kemajuan pesat teknologi, penting bagi masyarakat untuk tetap kritis dan bijak terhadap aplikasi yang mengumpulkan data sensitif demi menjamin keamanan dan hak privasi pengguna.