Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenapa Kamu Suka Lihat Lagi Instagram Stories Sendiri?

ilustrasi profil Instagram (unsplash.com/Erik Lucatero)
Intinya sih...
  • Menonton ulang Instagram Stories sendiri menjadi obsesi dan menciptakan kepuasan tersendiri bagi pengguna.
  • Pengguna ingin mendapat interaksi dari pengikut, seperti likes, komentar, dan jumlah views untuk mendapatkan validasi dan kepuasan emosional.
  • Kebiasaan memeriksa kembali cerita yang sudah diunggah adalah cara untuk merayakan momen, memahami diri sendiri, dan merefleksikan perjalanan hidup.

Adakah di antara kamu yang suka senyum-senyum sendiri menonton Instagram Stories sendiri berulang kali sebelum hilang dalam 24 jam? Jika iya, tenang saja karena sepertinya kamu tidak sendirian. Instagram Stories memang sudah menjadi fitur yang melekat dalam diri pengguna Instagram. Kemanapun kamu pergi, belum lengkap rasanya kalau tidak mengunggah Instagram Stories. Mau ke acara penting, mengabadikan momen penting, bahkan mengunggah satu per satu pencapaian yang sudah kamu miliki, seolah menjadi bagian dari cara kamu berbagi cerita dan tetap eksis di media sosial.

Saat mengunggah cerita di Instagram Stories, kamu mungkin punya harapan mendapat interaksi dari pengikut kamu. Mulai dari likes, komentar di story, sampai berbalas pesan melalui Direct Message. Namun, setelah cerita itu diunggah, ada kalanya kamu melihat kembali Instagram Stories yang sudah diunggah. Bukan sekali dua kali, bahkan berkali-kali. Kenapa, ya, kok kamu jadi terobsesi untuk menonton cerita kamu sendiri melalui Instagram Stories? Seakan-akan menciptakan kepuasan tersendiri untuk melihatnya lagi dan lagi? Mari ulik lebih lanjut faktor psikologis di balik obsesi ini!

1. Terbersit keinginan untuk mengecek reaksi dari pengikut Instagram

ilustrasi likes Instagram (freepik.com/freepik)

Saat kamu mengunggah di Instagram Stories, ada dorongan untuk mengetahui bagaimana orang lain meresponsnya. Baik itu momen penting atau hal menarik, keinginan untuk melihat reaksi pengikut bukan hanya rasa ingin tahu, tetapi juga untuk mendapatkan validasi. Reaksi seperti like, komentar, atau jumlah views bisa menunjukkan apakah kontenmu mendapat perhatian sesuai harapan.

Di balik itu semua, ada kepuasan tersendiri saat melihat banyaknya orang yang terlibat melalui postingan yang kamu bagikan. Angka berupa views, komentar, dan interaksi lainnya menjadi indikator bahwa kontenmu dihargai. Namun, tanpa disadari, hal ini sering kali berkaitan dengan kebutuhan emosional. Kamu pun terdorong untuk terus memeriksa Stories dan melihat siapa saja yang telah menonton atau memberikan respons terhadap unggahanmu meski hubungan yang terjalin sebenarnya hanya sebatas dunia maya.

Fenomena ini diperkuat oleh Dr. Elena Touroni, psikolog sekaligus pendiri The Chelsea Psychology Clinic, dalam publikasinya melalui Huffington Post. Menurutnya, salah satu alasan mengapa seseorang sering melihat kembali cerita yang telah diunggah adalah untuk mengecek siapa saja yang telah melihatnya. Keingintahuan terhadap siapa yang tertarik dengan apa yang kamu bagikan membuat dirimu merasa lebih terhubung dengan orang-orang di sekitar. Melihat siapa yang menyukai, memberikan respons, atau bahkan yang tidak melihatnya dapat menimbulkan perasaan afeksi dan koneksi sosial.

2. Keinginan untuk melihat diri dari perspektif orang lain

ilustrasi halaman beranda profil Instagram (unsplash.com/June Aye)

Eloise Skinner, seorang psikoterapis dan penulis, menjelaskan alasan mengapa seseorang bisa begitu adiktif dalam menonton ulang Instagram Stories mereka sendiri. Mengutip Mashable, rasa penasaran tentang bagaimana orang lain melihat dirinya terutama setelah mengunggah sesuatu yang bersifat pribadi atau penting kerap menjadi pemicunya.

Melalui Instagram Stories, kamu bisa mendapatkan gambaran tentang bagaimana citra yang terbentuk di mata orang lain. Siapakah aku? Apakah mereka melihat sisi positif yang terpancar dari diriku, atau justru menganggapku berlebihan? Keinginan untuk memahami diri sendiri melalui perspektif orang lain adalah hal yang wajar. Sebab, manusia secara alami membutuhkan umpan balik eksternal untuk merasa lebih yakin akan diri mereka.

Tak jarang, kamu merasa tak cukup hanya lewat reaksi langsung dari orang terdekat atau sahabat. Instagram memberikan ruang yang lebih luas untuk melihat apakah orang di luar lingkaran pertemanan juga memperhatikan atau bahkan mengagumi apa yang kamu tampilkan. Meski mendapatkan feedback dapat meningkatkan rasa percaya diri, ketergantungan berlebihan terhadap umpan balik ini justru bisa menjebak dirimu dalam pandangan orang lain sehingga mengikis rasa percaya diri yang seharusnya datang dari dalam diri sendiri.

3. Timbul rasa perfeksionis dan keinginan untuk memperbaiki sesuai standar yang pengikut harapkan

ilustrasi mengecek postingan Instagram yang sudah diunggah (pexels.com/Lisa Fotios)

Setelah mengunggah Instagram Stories, mungkin muncul perasaan tidak puas atau keinginan untuk memperbaiki sesuatu. Eloise Skinner menyebut fenomena ini sebagai "self-stalking", yaitu kebiasaan memeriksa kembali konten yang telah kamu unggah. Terkadang, kamu merasa bahwa apa yang dibagikan belum cukup sempurna atau belum sesuai sama ekspektasi yang kamu bayangkan. Di media sosial, ada tekanan tersendiri untuk memenuhi standar yang tinggi, terutama jika jumlah pengikutmu banyak dan beragam. Sesekali, muncul keinginan untuk terlihat lebih baik di mata orang lain. Baik dari cara berpakaian hingga cara berbicara di Stories.

Sifat perfeksionis ini dapat memengaruhi caramu mengelola unggahan di Instagram. Bahkan, perilaku ini bisa muncul setelah Stories sudah dipublikasikan. Kamu merasa perlu mengedit ulang, menghapus, lalu mengunggahnya kembali. Berharap perubahan tersebut akan menghasilkan respons yang lebih baik. Namun, jika kebiasaan ini terus berulang, tanpa disadari kamu bisa terjebak dalam siklus yang tak ada habisnya demi mengejar kesempurnaan.

4. Adanya rasa cinta pada diri sendiri jadi alasan sah mengapa kamu cenderung terus-terusan menonton Instagram Stories sendiri

ilustrasi profil Instagram (unsplash.com/Collabstr)

Ketika kamu menonton kembali Instagram Stories yang sudah kamu buat, boleh jadi itu adalah cara kamu untuk merayakan momen yang telah kamu bagi. Mungkin kamu merasa bangga atas apa yang telah kamu unggah. Itu berarti tumbuh rasa cinta pada diri sendiri.

Kamu memberi apresiasi pada diri sendiri atas konten yang telah kamu buat dan merasa puas atas kualitas dan pesan (message) yang kamu sampaikan. Memandang kembali hasil karyamu yang diabadikan di Instagram Stories adalah cara untuk memberi apresiasi diri. Setidaknya menyadarkan bahwa kamu berhak dan layak untuk merasa bangga.

5. Sebagai sarana refleksi diri dan nostalgia

ilustrasi album (pexels.com/Valeria Boltneva)

Instagram Stories berfungsi sebagai etalase sekaligus album digital yang merekam perjalanan hidup. Kamu sering membagikan momen-momen penting, seperti perjalanan, perayaan, atau pencapaian pribadi. Menonton kembali Stories yang telah diunggah memberi kesempatan untuk merefleksikan diri dan melihat sejauh mana perjalananmu, perkembangan yang telah dicapai, serta hal-hal yang mungkin ingin diperbaiki. Ini menjadi sarana untuk mengenang momen-momen indah, membangkitkan nostalgia, dan merenungkan perjalanan hidup hingga saat ini. Itulah mengapa di Instagram ada fitur arsip cerita.

Melihat kembali Stories yang menampilkan momen spesial atau kenangan bersama orang-orang terdekat bisa membangkitkan perasaan sentimental. Tiap kali menonton ulang, serasa mengingat kembali kebahagiaan dan kesenangan yang pernah dialami. Namun, seperti halnya nostalgia, terlalu larut dalam kenangan masa lalu bisa menghambat fokus untuk merangkai masa depan. Meski refleksi diri itu penting, tetaplah bergerak maju tanpa terlalu terikat pada apa yang telah berlalu.

6. Media sosial menjadi sangat adiktif bila terus-terusan melihat kembali Instagram Stories

ilustrasi pengguna bermain ponsel (unsplash.com/Jonas Leupe)

Meski menonton kembali Instagram Stories dapat memberikan manfaat, kebiasaan ini bisa menjadi sangat adiktif jika tidak dikendalikan. Media sosial memang dirancang untuk menarik perhatian penggunanya melalui algoritma yang terus menyesuaikan konten berdasarkan preferensi dan interaksi sebelumnya. Akibatnya, makin sering kamu mengecek Instagram Stories, semakin sulit pula untuk menghentikannya.

Psikolog Zoe Mallett menjelaskan bahwa media sosial dirancang untuk memicu pelepasan dopamin yang membuat pengguna terus-menerus ingin memeriksa apakah mereka mendapatkan respons yang diharapkan. Ada rasa penasaran yang muncul. Apakah ada hal baru yang bisa dilihat atau bagaimana reaksi orang lain terhadap unggahan yang kamu bagikan. Semakin sering kamu melihat Stories, semakin besar kemungkinan terjebak dalam siklus ketergantungan terhadap media sosial.

Penelitian dari Bournemouth University pada 2023 juga menemukan bahwa orang dewasa muda yang menggunakan media sosial secara pasif (hanya menjelajahi konten orang lain) lebih rentan mengalami kecemasan dan depresi dibandingkan mereka yang aktif membagikan kontennya. Ini menunjukkan bahwa bukan Instagram Stories itu sendiri yang membuat kamu kecanduan, melainkan dirimu yang kecanduan akan perasaan yang bakal didapatkan saat melakukannya.

Keinginan untuk selalu memeriksa Stories juga dapat memengaruhi kesehatan mental. Rasa cemas jika tidak ada yang melihat atau mengomentari postingan dapat meningkatkan stres dan ketidakpuasan diri. Ketergantungan pada pengakuan eksternal seperti ini, jika dibiarkan, dapat berdampak negatif pada kepercayaan diri dan kesejahteraan emosional. Oleh karena itu, meskipun media sosial bisa menjadi sarana hiburan dan komunikasi, penting untuk menggunakannya secara bijak agar tidak terjebak dalam kebiasaan yang merugikan.

Melihat kembali cerita yang diabadikan di Instagram Stories bukanlah hal yang aneh. Sebaliknya, ini mencerminkan perasaan terhadap diri sendiri, interaksi sosial, serta keinginan untuk mendapatkan validasi dan perhatian. Kebiasaan ini bukan sekadar tanda narsisme atau haus akan pengakuan, tetapi juga cara untuk memahami bagaimana orang lain melihat dirimu bahkan sekadar merayakan momen indah dalam hidup.

Namun, seperti halnya segala sesuatu di dunia digital, penting bagi tiap pengguna untuk mengontrol kebiasaan ini dengan bijak. Pastikan bahwa kebiasaan ini tidak membuatmu terjebak dalam pencarian validasi sosial yang berlebihan. Meski menyenangkan untuk melihat kembali cerita yang telah diunggah, selalu ingat untuk tetap fokus pada kehidupan nyata dan membangun hubungan yang lebih bermakna di luar dunia maya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Reyvan Maulid
EditorReyvan Maulid
Follow Us