Kepolisian Akui Kebocoran Data Inafis, BSSN: Data Lama

- Dugaan kebocoran data pribadi Inafis dari kepolisian Indonesia menjadi perbincangan di media sosial X.
- Kepala BSSN telah mengonfirmasi bahwa data tersebut memang milik kepolisian dan ditemukan di dark web.
- Sistem Inafis tetap berjalan dengan baik meskipun terdapat dugaan kebocoran data, yang berbeda dengan serangan ransomware Brain Cipher terhadap PDNS.
Beberapa waktu yang lalu di media sosial X atau yang dulu dikenal dengan Twitter, ramai dibicarakan tentang dugaan kebocoran data pribadi dari Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis).
Inafis merupakan sistem milik kepolisian untuk melakukan identifikasi melalui sidik jari. Ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dalam aturan disebutkan bahwa salah satu tugas kepolisian adalah menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik, dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian.
Data diperjualbelikan
Kepada Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), kepolisian sendiri sudah mengonfirmasi bahwa dugaan kebocoran data pribadi itu memang milik mereka.
"Kita cross-check, kita konfirmasi dengan kepolisian. Apa benar ini data kalian? Mereka bilang itu ada data, memang data lama. Itu sementara jawaban mereka," kata Kepala BSSN, Hinsa Siburian pada Senin (24/06/2024).
BSSN mengaku menulusuri dugaan kebocoran data tersebut yang ditemukan di dark web atau pasar gelap.
Diketahui bahwa di "platform haram" tersebut memang banyak data-data lainnya. Namun perlu konfirmasi lebih lanjut kepada pemilik data, apa benar kebocoran data tersebut benar adanya.
"Dan ini sudah kita konfirmasi dengan kepolisian. Bahwa itu adalah data-data lama mereka yang diperjualbelikan di dark web," kata Hinsa.
BSSN juga mengklaim bahwa sistem Inafis tetap berjalan dengan baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dugaan kebocoran data pribadi Inafis berbeda hal dengan gangguan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) yang terserang ransomware Brain Cipher.
PDNS juga diserang

BSSN mengkonfirmasi bahwa hacker telah menyerang PDNS dengan ransomware, yang membuat beberapa server lumpuh, termasuk imigrasi.
Penjahat siber itu melakukan enkripsi terhadap data yang ada di sana, meminta tebusan USD8 juta atau kisaran Rp131 miliar. Namun, pemerintah sendiri belum berpikir ke arah sana.
Mereka fokus untuk mengatasi layanan publik agar bisa berjalan seperti semula karena yang diserang adalah kepentingan nasional.
"Mohon dukungan dan doanya semua karena ini yang diserang adalah kepentingan nasional kita. Lagi kita lakukan isolasi dan containment," kata Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo), Nezar Patria.
Dijelaskan bahwa data-data tersebut masih di-enkripsi oleh peretas. Adapun yang terpengaruh mencapai 210 instansi. Saat ini BSSN, Kominfo, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri dan Telkom Sigma masih terus berupaya melakukan investigasi.