ilustrasi Google Assistant (unsplash.com/ Arkan Perdana)
Presiden Trump telah memperluas pengaruhnya melalui diplomasi digital, termasuk dengan menekan negara-negara mitra untuk membuka akses terhadap data dan infrastruktur teknologi.
Dalam konteks ini, komitmen Indonesia untuk memfasilitasi transfer data pribadi ke AS berisiko memperkuat dominasi perusahaan teknologi besar asal negeri Paman Sam seperti Google, Meta, Amazon, dan Microsoft, yang sangat bergantung pada data lintas batas.
Ketergantungan ini dapat melemahkan kemampuan Indonesia untuk membangun ekosistem digital mandiri, menciptakan ketimpangan dalam kompetisi digital global, dan pada akhirnya membatasi kedaulatan pengambilan keputusan dalam ranah teknologi dan informasi.
"Sikap Indonesia yang terkesan akomodatif terhadap kepentingan data Amerika Serikat dapat menimbulkan dampak diplomatik terhadap negara-negara lain, terutama China dan sesama negara anggota ASEAN. Di tengah meningkatnya rivalitas digital antara AS dan Tiongkok, langkah Indonesia ini bisa ditafsirkan sebagai keberpihakan yang akan mempengaruhi posisi tawar Indonesia dalam kerja sama digital regional dan global," Pratama mengatakan.
Padahal, Indonesia selama ini berusaha menjaga posisi netral dan non-blok dalam urusan geopolitik digital, termasuk dengan mendorong prinsip-prinsip seperti keadilan data, inklusivitas digital dan kedaulatan siber.