Kemudian, apakah data yang disimpan di AS dijamin aman? Menurut Alfons penyimpanan data bukan hanya soal wilayah, tapi bagaimana pengelolaannya.
"Kalau main copy dan safe saja datanya lalu disimpan, jangankan di Amerika, di komputer anda saja sangat tidak aman. Meskipun anda tidur disebelah komputernya, itu tidak aman. Bagaimana supaya aman? di enkripsi," Alfons mengatakan.
Seandainya sudah dienkripsi dengan baik dan kunci enkripsinya disimpan dengan baik, secara teknis aman mesku disimpan di mana saja.
Lalu, apakah AS bisa buka data jika di enkripsi? Misalnya, MGM Caesar Palace yang terkena ransomware atau Colonial Pipeline terkena enkripsi oleh hacker. Pada akhirnya pihak AS membayar uang tebusannya ke pembuat ransomware demi mendapatkan data dan bisa operasional.
"Jadi lokasi penyimpanan data tidak menentukan keamanan data. Tetapi kedisiplinan dan metode penyimpanan data itu yang menentukan keamanan data," katanya.
Kesimpulan yang diutarakan Alfons adalah secara hukum tertulis (de jure), Indonesia sekarang punya perlindungan data pribadi yang lebih menyeluruh daripada AS.
"Tapi secara pelaksanaan dan budaya hukum (de facto), AS masih jauh lebih unggul—baik dari sisi penegakan, kesiapan institusi, maupun respon terhadap pelanggaran," lanjut Alfons.