5 Hal Unik di Kota Kashgar, Titik Terakhir Jalur Sutra di Tiongkok

Kashgar adalah kota oasis yang terletak di ujung barat Tiongkok, tepatnya di wilayah Xinjiang yang berbatasan dengan beberapa negara Asia Tengah. Kota ini sejak ribuan tahun silam menjadi titik penting dalam Jalur Sutra, rute dagang legendaris yang menghubungkan Tiongkok dengan Timur Tengah dan Eropa. Tak heran jika nuansa budaya di kota ini terasa sangat berbeda dibanding kota-kota lain di Tiongkok. Masyarakatnya yang mayoritas berasal dari etnis Uighur memberikan warna tersendiri dalam setiap sudut kehidupan di Kashgar.
Keunikan kota ini gak hanya terlihat dari bangunan atau pasar-pasarnya, tapi juga dari gaya hidup, makanan, hingga tradisi masyarakat lokal yang masih bertahan hingga hari ini. Mengunjungi Kashgar seperti melangkah ke masa lalu, menyaksikan persinggungan peradaban yang pernah berjaya di jalur perdagangan kuno. Kota ini bukan cuma destinasi wisata, tetapi juga cerminan sejarah dan keragaman yang tak ternilai.
Berikut lima hal unik dari Kashgar yang membuatnya begitu istimewa di antara kota-kota lain di Tiongkok.
1. Arsitektur kota tua Kashgar yang kental nuansa Timur Tengah

Berbeda dengan kota-kota lain di Tiongkok yang didominasi arsitektur Han klasik, Kota Tua Kashgar justru lebih menyerupai suasana kota-kota kuno di Iran atau Turki. Rumah-rumah tanah liat berwarna cokelat kemerahan dengan pintu-pintu kayu ukiran rumit menciptakan atmosfer yang hangat dan historis. Lorong-lorong sempit yang membelah pemukiman warga memberikan kesan labirin yang membawa pengunjung pada nuansa masa silam. Kehadiran menara-menara kecil dan balkon tradisional memperkuat identitas Islam yang melekat kuat di kota ini.
Kawasan ini juga masih dihuni oleh keluarga-keluarga etnis Uighur yang mempertahankan gaya hidup tradisionalnya. Mereka hidup berdampingan dalam komunitas yang saling mengenal dan menjaga adat secara turun-temurun. Anak-anak bermain di jalanan sempit, para perempuan sibuk menyiapkan roti naan di oven batu, dan para pria duduk di depan rumah sambil berbincang sore hari. Di tengah modernisasi yang terus berkembang, Kashgar berhasil mempertahankan bentuk aslinya tanpa kehilangan pesona budaya yang telah berakar sejak ratusan tahun.
2. Pasar mingguan Kashgar, surga pedagang dari segala penjuru

Setiap hari Minggu, Kashgar menjadi pusat perdagangan yang sangat ramai dan hidup. Pasar Mingguan Kashgar atau Kashgar Sunday Bazaar merupakan salah satu pasar tradisional terbesar di Asia Tengah. Ribuan pedagang dari desa-desa sekitar hingga dari negara tetangga seperti Kirgistan dan Tajikistan datang ke sini untuk menjual aneka barang mulai dari hasil ternak, rempah-rempah, permadani, hingga perhiasan buatan tangan. Pasar ini gak cuma jadi tempat transaksi, tapi juga tempat bertemunya budaya-budaya dari berbagai latar belakang.
Suasana pasar terasa penuh warna dengan suara tawar-menawar, aroma daging panggang dan rempah, serta tawa anak-anak yang ikut berdagang bersama orangtuanya. Di pasar ini, pengunjung bisa menyaksikan interaksi sosial yang begitu hidup, seakan tak banyak berubah sejak era Jalur Sutra. Banyak dari pedagang bahkan masih menggunakan metode dagang kuno seperti barter, terutama di sektor perdagangan hewan. Pasar Kashgar menjadi jendela bagi siapa saja yang ingin memahami denyut nadi ekonomi rakyat di kota kuno ini.
3. Masjid Id Kah, simbol spiritualitas dan identitas Uighur

Masjid Id Kah bukan hanya tempat ibadah terbesar di Xinjiang, tetapi juga menjadi simbol penting identitas masyarakat Uighur. Terletak di jantung kota, masjid ini dibangun pada abad ke-15 dan masih berdiri kokoh hingga kini. Bangunannya didominasi oleh warna kuning khas dengan pintu gerbang besar serta menara kembar yang berdiri gagah. Keberadaan masjid ini mencerminkan kekuatan spiritual dan peran penting agama Islam dalam kehidupan warga Kashgar.
Setiap Jumat, ribuan umat Muslim berkumpul di pelataran masjid untuk menunaikan salat berjemaah. Tak hanya itu, masjid ini juga jadi pusat kegiatan sosial dan pendidikan agama. Suara azan yang menggema dari menara masjid menyatu dengan suasana kota yang sunyi, menciptakan suasana religius yang sangat kental. Meski beberapa bagian masjid sempat mengalami restorasi, nuansa autentik dan fungsi sosialnya tetap terjaga. Masjid Id Kah bukan sekadar bangunan ibadah, melainkan lambang keberadaan dan keteguhan budaya lokal di tengah dinamika geopolitik.
4. Hidangan khas Kashgar yang sarat rempah dan tradisi

Kashgar dikenal memiliki kuliner yang berbeda dari masakan khas Tiongkok pada umumnya. Makanan di sini lebih mendekati cita rasa Asia Tengah dan Timur Tengah, dengan penggunaan rempah yang kuat seperti jintan, ketumbar, dan kayu manis. Salah satu hidangan paling populer adalah laghman, mi tarik tangan yang disajikan dengan tumisan daging dan sayuran berbumbu tajam. Ada juga polo, nasi berbumbu dengan potongan daging domba yang dimasak perlahan hingga empuk dan aromatik.
Roti pipih khas Uighur yang disebut naan juga menjadi makanan pokok sehari-hari dan dijual hampir di setiap sudut kota. Proses pembuatannya menggunakan oven tanah liat tradisional yang disebut tandoor, menciptakan tekstur renyah di luar dan lembut di dalam. Sajian seperti kebap dan samsa (pastri isi daging) pun sering terlihat dijajakan di jalan-jalan.
Kuliner Kashgar bukan hanya soal rasa, tapi juga kisah panjang budaya dan perpaduan berbagai pengaruh dari dunia Islam, Mongolia, dan China Barat.
5. Tradisi musik dan tari Uighur yang penuh semangat

Seni musik dan tari masyarakat Uighur merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan di Kashgar. Musik Uighur dikenal ritmis dan melodius, dengan alat musik tradisional seperti rawap, dutar, dan tambur yang menghasilkan nada-nada khas Asia Tengah. Lagu-lagu tradisional mereka sering berkisah tentang cinta, kehidupan nomaden, atau sejarah perjalanan di Jalur Sutra. Suara vokal yang kuat berpadu dengan tempo cepat menjadikan pertunjukan musik Uighur sangat ekspresif.
Tarian Uighur, terutama yang ditampilkan oleh perempuan, menggambarkan kelembutan sekaligus kekuatan. Gerakan tangan yang anggun dan putaran tubuh yang energik mencerminkan keharmonisan antara emosi dan irama. Tarian-tarian ini sering ditampilkan dalam perayaan pernikahan, festival, atau acara komunitas. Di tengah upaya pelestarian budaya, generasi muda Uighur di Kashgar masih aktif mempelajari dan mempertahankan kesenian leluhur mereka, menjadikannya sebagai bagian penting dari identitas kolektif.
Kashgar bukan sekadar kota tua di ujung barat Tiongkok, tapi juga ruang hidup bagi budaya dan sejarah yang terus berdetak. Setiap sudut kota menyimpan cerita yang membentang dari masa kejayaan Jalur Sutra hingga kehidupan modern hari ini. Keunikan arsitektur, kuliner, hingga adat istiadat masyarakatnya memperlihatkan betapa kota ini adalah tempat bertemunya banyak peradaban.
Mengunjungi Kashgar berarti merasakan sendiri denyut warisan kuno yang masih bertahan di tengah arus zaman. Kota ini adalah pengingat bahwa sejarah dan budaya sejatinya bisa hidup berdampingan tanpa harus kehilangan makna.