Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Kota di Indonesia yang Menjunjung Tinggi Toleransi dan Mampu Jaga Alam, Sontek Caranya!

Kirab Budaya Kampung Religi di Magelang pada September 2024 (dok. Pemerintah Kota Magelang)
Kirab Budaya Kampung Religi di Magelang pada September 2024 (dok. Pemerintah Kota Magelang)

Menurut data Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan, Indonesia memiliki 416 kabupaten dengan 98 kota yang tersebar di 38 provinsi. Penduduk Indonesia pun kini jumlahnya mencapai 284.438,8 jiwa per tahun 2025, berdasarkan data Badan Pusat Statistik.

Tentu tidak mudah menanamkan hingga mengamalkan toleransi cuma pada antar sesama tapi juga alam, yang disebabkan banyak faktor mulai dari kurangnya pendidikan dini mengenai perbedaan serta keberagaman, hingga pengaruh lingkungan sosial maupun media.

Namun, ada secercah harapan menuju Indonesia yang kuat dengan menjunjung tinggi toleransi. Sebab, lima kota di Indonesia ini berhasil memadukan semangat toleransi dengan komitmen kuat menjaga keseimbangan alam. Di mana saja kota tersebut? Bagaimana cara mereka bisa menjunjung tinggi toleransi di tengah banyak perbedaan, ya?

1. Salatiga

Komunitas Jaga Tirta sedang melakukan kegiatan bersih-bersih bersama pada Juli 2025 (dok. Pemerintah Kota Salatiga)
Komunitas Jaga Tirta sedang melakukan kegiatan bersih-bersih bersama pada Juli 2025 (dok. Pemerintah Kota Salatiga)

Berdasarkan indeks kota toleran (IKT) 2024 yang dirilis oleh media survey SETARA pada Mei 2025, Salatiga menempati posisi pertama sebagai kota toleran di Indonesia dengan skor akhir 6,544.

Salah satu aksi nyata toleransi di Salatiga yaitu terciptanya BKGS atau Badan Kerjasama Gereja-Gereja Salatiga. Komunitas ini mampu membangun harmonisasi sosial melalui dialog rutin lintas agama, kegiatan sosial, hingga berbagai program kemanusiaan yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat.

Toleransi yang kuat di Salatiga pun memberi kemudahan di segala aspek termasuk menjaga keseimbangan alam bersama dengan terciptanya komunitas peduli lingkungan Salatiga atau Komunitas Jaga Tirta. Komunitas ini pun melibatkan seluruh lapisan masyarakat, tak terkecuali penguatan peran perempuan.

Bersih sungai, bank sampah, edukasi tentang membuang sampah pada tempatnya, penanaman pohon, hingga pengolahan sampah mandiri merupakan program sekaligus komitmen dari Komunitas Jaga Tirta.

2. Singkawang

Pertunjukan Budaya Tatung di Singkawang (commons.m.wikimedia.org/Hotma P. Sihombing)
Pertunjukan Budaya Tatung di Singkawang (commons.m.wikimedia.org/Hotma P. Sihombing)

Vihara Tri Dharma Bumi Raya dan Masjid Raya Singkawang adalah simbol toleransi di kota multietnis, Singkawang. Konon jarak waktu serta lokasi pembangunan dua tempat ibadah tersebut sengaja dibuat berdekatan agar bisa dijadikan bukti toleransi antar umat beragama di Singkawang sudah tercipta sejak dulu.

Untuk memperkuat toleransi di Singkawang, pemerintah kota membuat peraturan nomor 129 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Toleransi Masyarakat yang bertujuan untuk mengawasi, mencegah, dan menindak setiap tindakan intoleran. Masyarakat Singkawang dari anak-anak, pemuda, bahkan lanjut usia pun ditanamkan pemikiran hingga tindakan bahwa tidak ada individu yang lebih dominan di Kota Singkawang.

Langkah tersebut membuahkan hasil, kota ini mampu menjunjung tinggi toleransi. Toleransi di Singkawang tidak hanya bisa dilihat saat perayaan acara adat maupun keagamaan saja, tapi juga terciptanya forum ECO Center yang diikuti oleh berbagai lapisan masyarakat.

Lahirnya forum ECO Center pun supaya dapat mendorong inovasi teknologi lebih efisien dan ramah lingkungan, membantu mengurangi beban TPA melalui sistem daur ulang sampah, hingga mengubah sampah menjadi bernilai ekonomis.

3. Semarang

Kota Lama Semarang (commons.m.wikimedia.org/Ivuvisual)
Kota Lama Semarang (commons.m.wikimedia.org/Ivuvisual)

Langkah nyata yang dilakukan pemerintah kota menjadikan Semarang sebagai kota toleransi beragam caranya mulai dari menguatkan peraturan daerah tentang penyelenggaraan Hak Asasi Manusia yang menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan, terciptanya forum kerukunan umat beragama (FKUB), hingga melalui tradisi.

Ya, siapa sangka dari tradisi yang konsisten itu bisa menguatkan toleransi antar warga Semarang, lho. Salah satu tradisi tersebut yaitu Tradisi Tuk Panjang yang diselenggarakan setiap Tahun Baru China di Pasar Semawis Semarang. Tradisi ini diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat Semarang tidak peduli apa suku hingga agamanya, yang membaur dengan etnis Tionghoa.

Tradisi ini tidak sekadar makan bersama saja, tapi juga dimeriahkan dengan berbagai cerita, menciptakan atmosfer penuh sukacita, serta semangat persaudaraan yang kuat. Karena toleransi kuat antar warganya, Semarang memiliki banyak langkah nyata juga dalam menjaga keseimbangan alam, lho.

Ada komunitas Baraloka Banawa Sekar yang menjaga alam dengan menebar benih atau biji di lahan tandus, program 'Ibu Jaga Bumi' yang melibatkan peran ibu-ibu dalam mengolah sampah menjadi berkah, Gerakan Ekonomi Sirkular untuk mengurangi sampah dari sumbernya, revitalisasi sungai, penggunaan transportasi umum yang ramah lingkungan dan penyandang disabilitas, hingga diadakannya lomba Lampah Kita, yaitu lomba tentang pengelolaan sampah.

4. Magelang

Kirab Budaya Kampung Religi di Magelang pada September 2024 (dok. Pemerintah Kota Magelang)
Kirab Budaya Kampung Religi di Magelang pada September 2024 (dok. Pemerintah Kota Magelang)

Cara Magelang mewujudkan diri sebagai kota toleransi terbilang inovatif dan berpengaruh juga ke sektor pariwisata. Magelang menciptakan program Kampung Religi yang tersebar di 17 kelurahan. Tujuan berdirinya kampung tersebut tentu untuk membudayakan toleransi melalui lomba yang terencana, terarah, terpadu, dan berkelanjutan.

Dengan program tersebut, setiap tahunnya digelar Kirab Budaya Kampung Religi atau Kirab Budaya Lintas Agama yang diselenggarakan di Alun-Alun Magelang. Kirab yang dihadiri masyarakat hingga wisatawan ini menampilkan berbagai pertunjukan hingga kesenian tradisional, dan tentu saja membawa pesan dalam mempromosikan toleransi serta keberagaman.

Sukses menggaungkan program membangun kota toleransi, ternyata berpengaruh juga dengan program-program positif lainnya di Magelang terutama komitmen mereka dalam melestarikan alam. Salah satu program Magelang dalam pelestarian alam yakni Proklim (Program Kampung Iklim).

Adanya Proklim, beberapa desa di Magelang mulai mengembangkan inovasi sains seperti pemanfaatan biogas dari limbah ternak, penggunaan ecobrik, hingga briket dari ampas tebu. Salah satu desa, yaitu Kampung Jambon Gesikan, bahkan mulai membuka diri sebagai kampung wisata edukasi tentang pengelolaan sampah, budidaya maggot, hingga pembuatan kerajinan tangan dari daur ulang sampah, lho.

5. Pematangsiantar

Acara Siantar Culture Show pada Juni 2025 (dok. Pemerintah Kota Pematangsiantar)
Acara Siantar Culture Show pada Juni 2025 (dok. Pemerintah Kota Pematangsiantar)

Untuk mewujudkan sebagai kota yang menjunjung tinggi toleransi, pemerintah kota Pematangsiantar memperkuat dan mempertahankan nilai-nilai toleransi dalam lingkup pendidikan, kebijakan publik, hingga penguatan sosial.

Tidak berhenti di situ, setiap tahunnya pemerintah kota Pematangsiantar menyelenggarakan berbagai festival budaya yang diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat tidak pandang suku, ras, hingga agama. Festival tersebut meliputi Siantar Culture Show, Festival Seni Budaya Temu Tengah, hingga Festival Seni dan Qasidah Tingkat Kota Pematangsiantar.

Toleransi yang terjadi di Pematangsiantar sejak dulu, ternyata berpengaruh pada kota ini dalam menjaga alam, lho. Kota Pematangsiantar sering langganan mendapatkan piala Adipura, bentuk penghargaan pada suatu daerah yang mampu menjaga kebersihan serta kelestarian lingkungan perkotaan.

Komitmen Pematangsiantar dalam mejaga kelestarian lingkungan diwujudkan dalam berabagai upaya. Salah satu yang mudah dijangkau yakni program bernama LISA. Program tersebut singkatan dari Lihat Sampah Ambil, yang mana melibatkan seluruh masyarakat Pematangsiantar dari segala usia untuk inisiatif menjaga kebersihan lingkungan dengan memungut sampah, serta membuangnya ke tempat sampah.

Lima kota di Indonesia tersebut telah membuktikan bahwa kemajuan tidak selamanya harus mengorbankan nilai-nilai luhur. Dengan mengedepankan penguatan Sumber Daya Manusia (SDM), mereka berhasil merangkul warganya dalam menjalin keberagaman, serta keharmonisan.

Melalui pendidikan yang insklusif tentang pentingnya toleransi, kesetaraan gender, peran perempuan, hingga penyandang disabilitas, ternyata lima kota tersebut juga mampu memperkuat serta menciptakan masyakarakat yang saling menghargai, lho.

Toleransi serta kelestarian alam bukan semata angan maupun mimpi, melainkan sebuah realita yang dapat diwujudkan bersama!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febrianti Diah Kusumaningrum
EditorFebrianti Diah Kusumaningrum
Follow Us