Kenapa Otaru Justru Sepi saat Tahun Baru di Jepang?

- Liburan warga Jepang berpusat di kampung halaman, bukan destinasi populer
- Toko dan obyek wisata tutup, mengubah ritme kunjungan dan memengaruhi persepsi ramai atau tidaknya sebuah kota wisata
- Cuaca ekstrem membatasi gaya bepergian, fokus wisatawan beralih ke kota dengan acara besar
Wisata musim dingin Jepang sering diasosiasikan dengan kota-kota yang ramai, penuh lampu, dan agenda perayaan akhir tahun yang padat. Namun, tidak dengan Otaru.
Banyak orang kaget ketika mendapati Otaru justru terasa lengang pada periode tahun baru. Kota pelabuhan kecil di Hokkaido ini memang dikenal lewat kanal bersejarah, bangunan bata, serta suasana romantis saat salju turun, tetapi ritme kunjungan wisatawan di akhir Desember hingga awal Januari berjalan dengan cara berbeda.
Fenomena ini bukan kebetulan dan tidak pula menandakan Otaru kehilangan daya tarik sebagai destinasi musim dingin. Otaru menjadi contoh menarik tentang bagaimana destinasi populer bisa terasa sunyi di waktu tertentu. Lantas, kenapa Otaru justru sepi saat tahun baru, ya? Ini beberapa penjelasan dan alasannya!
1. Kebiasaan liburan warga Jepang berpusat di kampung halaman

Periode tahun baru di Jepang identik dengan tradisi pulang ke kampung halaman atau kisei, sehingga pergerakan wisata domestik justru mengarah keluar kota-kota tujuan wisata. Warga Jepang memanfaatkan libur panjang untuk berkumpul bersama keluarga, bukan untuk bepergian ke destinasi populer. Otaru yang bukan kota asal sebagian besar penduduk Hokkaido akhirnya tidak menjadi prioritas kunjungan. Kondisi ini membuat lalu lintas wisatawan lokal menurun drastis dibanding minggu-minggu sebelumnya.
Pilihan tersebut berkaitan dengan nilai budaya yang menempatkan tahun baru sebagai momen keluarga, bukan waktu eksplorasi. Restoran kecil dan toko lokal di Otaru pun mengikuti ritme ini dengan mengurangi jam operasional. Wisatawan asing yang datang tanpa memahami konteks ini sering mengira kota sedang mengalami penurunan minat. Kenyataannya, situasi sepi justru mencerminkan kuatnya tradisi lokal Jepang.
2. Penutupan toko serta obyek wisata mengubah ritme kunjungan

Banyak toko, museum kecil, dan kafe di Otaru memilih tutup atau beroperasi terbatas selama beberapa hari pertama Januari. Keputusan ini membuat kota terlihat lebih lengang meski tetap berada di musim liburan. Wisatawan yang terbiasa dengan destinasi yang tetap ramai saat libur akhir tahun bisa merasa suasana Otaru berbeda. Minimnya aktivitas terbuka mengurangi alasan orang untuk datang hanya sekadar berjalan-jalan.
Kondisi tersebut memengaruhi persepsi ramai atau tidaknya sebuah kota wisata. Tanpa deretan toko yang buka penuh, arus pengunjung cenderung terpecah ke lokasi lain di Hokkaido. Sapporo menjadi pilihan utama karena fasilitas dan agenda publiknya lebih konsisten. Otaru pun kembali pada wajahnya sebagai kota pelabuhan yang tenang.
3. Cuaca ekstrem membatasi gaya bepergian

Musim dingin di Otaru membawa salju tebal dan suhu rendah yang bisa terasa berat bagi wisatawan kasual. Kondisi jalan licin serta angin laut yang menusuk membuat perjalanan singkat pun membutuhkan persiapan ekstra. Wisatawan domestik yang datang bersama keluarga sering menghindari risiko tersebut. Keputusan ini berpengaruh langsung pada jumlah kunjungan saat tahun baru.
Wisatawan mancanegara yang tetap datang biasanya memiliki agenda spesifik, seperti fotografi atau eksplorasi kanal bersalju. Jumlah mereka tidak cukup besar untuk menciptakan suasana ramai. Kota pun terasa lebih sunyi meski keindahan musim dingin tetap hadir. Situasi ini menjelaskan mengapa Otaru tampak berbeda dibanding ekspektasi umum tentang liburan musim dingin.
4. Fokus wisatawan beralih ke kota dengan acara besar

Pada akhir Desember hingga awal Januari, perhatian wisatawan di Hokkaido lebih banyak tertuju pada kota dengan acara publik besar. Sapporo menawarkan festival, pusat belanja, dan fasilitas transportasi yang lebih lengkap. Otaru tidak banyak menggelar perayaan massal pada periode ini. Perbedaan agenda tersebut membuat arus wisata terkonsentrasi di lokasi lain.
Pilihan wisatawan ini bersifat praktis, bukan penilaian atas kualitas destinasi. Otaru tetap menarik, tetapi tidak menjadi pusat kegiatan musiman. Bagi pelancong yang mencari suasana ramai, kota ini memang terasa kurang sesuai. Bagi pencari ketenangan, kondisi tersebut justru menjadi nilai tambah.
5. Karakter Otaru sebagai kota wisata tenang

Sejak awal, Otaru berkembang sebagai kota wisata dengan tempo lambat dan nuansa nostalgia. Kanal, gudang tua, serta jalan kecilnya lebih cocok dinikmati tanpa keramaian. Saat Tahun Baru, karakter ini muncul lebih kuat karena tidak tertutup hiruk-pikuk wisata mainstream. Kota ini seolah kembali ke ritme aslinya.
Banyak pelancong yang justru memilih Otaru pada waktu ini untuk pengalaman berbeda. Jalanan bersalju tanpa kerumunan memberi ruang menikmati detail kota. Perspektif ini jarang disadari oleh wisatawan yang datang dengan ekspektasi pesta akhir tahun. Otaru menawarkan pengalaman musim dingin yang lebih personal.
Kondisi sepinya Otaru saat tahun baru menunjukkan bahwa ramainya destinasi tidak selalu menjadi tolok ukur kualitas perjalanan dalam wisata musim dingin Jepang. Kota ini tetap memikat dengan cara yang lebih hening dan apa adanya, terutama bagi pelancong yang menghargai suasana tenang. Jadi, apakah kamu tertarik pergi ke Otaru?

















