Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pendaki menuruni gunung (pexels.com/Nina Uhlikova)

Banyak orang mikir kalau turun gunung itu bagian paling mudah dari momen pendakian. Ada yang berpikir tinggal melangkah turun, nggak ngos-ngosan seperti di jalur nanjak. Tapi justru di sinilah banyak orang lengah dan akhirnya celaka.

Pernah nggak sih kamu berpikir kenapa jalur turunan lebih berbahaya? Nah, dalam artikel ini akan dijelaskan beberapa alasan atau penyebab jalur turunan itu bisa lebih berbahaya meskipun sering kali terlihat mudah. Yuk, simak penjelasan selengkapnya di bawah ini ya!

1. Kelelahan fisik yang menumpuk bisa menurunkan konsentrasi

ilustrasi pendaki menuruni gunung (pexels.com/Kleber M Ortiz)

Saat pendaki menuruni gunung, biasanya kondisi tubuh sudah lelah. Kondisi tubuh yang lelah ini sering menjadi musuh tersembunyi bagi pendaki. Setelah mendaki, tubuh mulai kehabisan energi sehingga otot lutut, paha, dan pergelangan kaki terasa lemah dan gemetar menahan beban.

Kondisi ini bisa menurunkan refleks dan kemampuan menjaga keseimbangan tubuh secara drastis. Konsentrasi yang menurun membuat pendaki kurang waspada terhadap batuan yang licin, akar pohon, atau jalur curam sehingga meningkatkan risiko terpeleset. Karena itu, turun gunung bisa jadi lebih berbahaya saat tubuh tidak prima.

2. Beban tubuh sulit dikontrol saat menuruni medan curam

ilustrasi pendaki menuruni medan curam (pexels.com/Roman Apaza)

Ketika turun, gravitasi bekerja menarik tubuh ke bawah sehingga kamu harus terus menahan beban ke depan. Berbeda saat kamu berada di jalur tanjakan, tenaga akan difokuskan untuk mendorong tubuh ke atas dengan lebih stabil.

Apalagi jika kamu berada di jalur turunan curam, rem utama adalah kaki dan lutut yang menahan gaya jatuh. Kalau pijakanmu goyah, licin, atau rapuh, tubuh bisa langsung meluncur tak terkendali ke bawah. Bahkan terpeleset sedikit saja bisa berujung pada cedera serius karena momentum jatuh ke depan jauh lebih sulit dihentikan di turunan.

3. Medan yang seringkali tampak mudah bisa menipu

ilustrasi pendaki menuruni gunung (pexels.com/Jędrzej Koralewski)

Jalur turunan di gunung sering tampak jelas dan mudah, sehingga membuat banyak pendaki lengah dan menurunkan kewaspadaan. Medan yang terlihat mudah bisa menipu karena menyembunyikan kerikil yang mudah lepas, akar pohon licin, atau tanah basah berlumpur.

Langkah yang ceroboh atau terlalu percaya diri bisa membuat kaki gampang terpeleset. Bahayanya bukan hanya jatuh biasa, tapi gravitasi menarik tubuh ke bawah dengan kecepatan lebih tinggi, sehingga bisa membuat benturan lebih keras. Itulah mengapa turunan menuntut fokus ekstra meski kelihatannya gampang.

4. Risiko cedera lutut dan pergelangan kaki meningkat

ilustrasi pendaki menuruni gunung (pexels.com/Follow Alice)

Ketika kamu menuruni gunung, lutut dan pergelangan kaki berperan sebagai rem utama yang menahan beban tubuh. Tekanan pada lutut bisa meningkat hingga 2–3 kali lipat berat badan di jalur curam, sehingga memaksa sendi bekerja lebih keras.

Teknik turun yang salah, seperti menjejak terlalu keras atau melompat sembarangan, bisa membuat risiko cedera makin tinggi. Akibatnya banyak pendaki bisa terkena cedera seperti nyeri lutut yang parah, pergelangan kaki terkilir, hingga cedera ligamen yang butuh waktu lama untuk pulih. Oleh karena itu, perlu teknik dan kehati-hatian ekstra saat berada di jalur turuna.

Turun gunung bukan hanya sekadar perjalanan pulang, tapi juga tantangan yang menuntut fokus dan teknik dari pendaki. Tetap waspada di setiap langkah untuk memastikan keselamatan hingga akhir.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team