Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi jalur pendakian di Indonesia (unsplash.com/Ake Widyastomo)
ilustrasi jalur pendakian di Indonesia (unsplash.com/Ake Widyastomo)

Intinya sih...

  • Jalur pendakian level 1 memiliki jalur yang jelas dan infrastruktur pendukung, seperti anak tangga. Pendakian bisa diselesaikan dalam sehari tanpa perlu menginap, contohnya Kawah Gunung Bromo.
  • Jalur pendakian level 2 membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai puncak. Pendaki mungkin harus bermalam di jalur pendakian, seperti Gunung Agung via Pura Pasar Agung dan Kawah Ijen via Paltuding.
  • Pendakian di level 3 memiliki medan lebih menantang dengan beberapa titik tertutup semak atau batuan terjal. Beberapa bagian jalur mungkin memerlukan teknik scrambling, contohnya Gunung Rinjani, Gunung Semeru, dan Gunung Tambora.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Mendaki gunung semakin diminati di Indonesia. Namun, tidak semua pendaki memahami level kesulitan jalur pendakian di Indonesia. Minimnya persiapan fisik, mental, dan perlengkapan sering kali menjadi faktor utama terjadinya hambatan hingga kecelakaan.

Data dari Asosiasi Pemandu Gunung Indonesi (APGI) menyebutkan, sebagian besar insiden terjadi karena kurangnya pemahaman terhadap jalur yang dipilih. Untuk membantu pendaki menentukan jalur sesuai kemampuan, APGI mengategorikan jalur pendakian menjadi lima level. Ini beberapa level jalur pendakian di Indonesia yang wajib kamu tahu.

1. Level 1: Jalur santai yang cocok untuk pemula

Gunung Bromo (unsplash.com/Alessio Roversi)

Jalur pendakian level 1 merupakan jalur yang sudah terbentuk dengan jelas dan memiliki infrastruktur pendukung, seperti anak tangga atau jalur berbatu. Biasanya, pendakian di level ini bisa diselesaikan dalam sehari tanpa perlu menginap. Risiko yang dihadapi pun cukup rendahm, karena jalur sudah tertata dengan baik.

Salah satu contoh jalur pendakian level 1 adalah Kawah Gunung Bromo, yang hanya membutuhkan waktu sekitar 15—30 menit untuk mencapai puncak. Meskipun terbilang mudah, tetap penting untuk memperhatikan faktor keselamatan dan kondisi cuaca sebelum mendaki. Selain itu, pemilihan waktu terbaik untuk mendaki, seperti pagi hari, dapat memberikan pengalaman lebih nyaman dengan cuaca lebih bersahabat.

2. Level 2: Jalur yang mulai menantang, butuh fisik ]lebih kuat

Kawah Ijen (unsplash.com/Asap PANG)

Pada level ini, jalur pendakian masih cukup jelas, tetapi membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai puncak. Pendaki mungkin harus berjalan sepanjang hari dan kemungkinan besar perlu bermalam di jalur pendakian. Trekking pole bisa membantu mengurangi beban saat mendaki.

Selain itu, pendaki perlu mulai memahami navigasi dasar serta membaca kondisi medan. Persiapan yang matang, termasuk membawa peralatan esensial seperti peta dan kompas, sangat dianjurkan untuk menghindari tersesat. Contoh jalur level 2 di Indonesia adalah Gunung Agung via Pura Pasar Agung dan Kawah Ijen via Paltuding.

3. Level 3: Jalur yang membutuhkan keterampilan navigasi

Gunung Semeru (unsplash.com/Fajruddin Mudzakkir)

Pendakian di level 3 memiliki medan lebih menantang dengan beberapa titik tertutup semak atau batuan terjal. Pendaki harus siap untuk bermalam dengan membawa perlengkapan berkemah yang memadai. Selain itu, kemampuan membaca peta, menggunakan kompas, dan memahami navigasi menjadi sangat penting.

Beberapa bagian jalur mungkin memerlukan teknik scrambling, di mana pendaki harus menggunakan tangan untuk menyesuaikan pijakan saat melewati jalur curam. Kondisi medan yang bervariasi menuntut kehati-hatian ekstra agar tidak tergelincir atau kehilangan keseimbangan. Jalur di Gunung Rinjani, Gunung Semeru, dan Gunung Tambora termasuk dalam kategori ini.

4. Level 4: Jalur sulit yang memerlukan skill survival

Gunung Binaiya (commons.wikimedia.org/Gekko Studio)

Jalur level 4 mulai masuk ke kategori ekstrem dengan medan yang sangat menantang. Beberapa bagian jalur mungkin tertutup vegetasi lebat atau memiliki tanjakan curam yang membutuhkan teknik panjat. Pendaki harus membawa peralatan khusus, seperti tali pengaman, dan memiliki keterampilan survival untuk bertahan hidup di alam liar.

Kemampuan navigasi tingkat lanjut serta teknik pertolongan pertama menjadi keharusan. Jalur ini sering kali melewati hutan belantara yang minim penanda, sehingga pemahaman terhadap orientasi medan sangat krusial. Contoh gunung dengan jalur level 4 adalah Gunung Binaiya di Maluku dan Bukit Raya di Kalimantan Barat.

5. Level 5: Jalur ekstrem yang hanya bisa ditempuh oleh pendaki profesional

Cartensz Pyramid (commons.wikimedia.org/Alfindra Primaldhi)

Jalur level 5 adalah jalur pendakian paling ekstrem dengan medan yang belum terbentuk atau bahkan belum memiliki jalur tetap. Beberapa titik sangat curam dan membutuhkan keterampilan panjat tebing. Pendaki harus memiliki keahlian navigasi, survival, serta teknik pendakian tingkat lanjut.

Waktu tempuh di jalur ini bisa mencapai beberapa hari dengan risiko yang sangat tinggi, sehingga hanya pendaki profesional yang disarankan untuk mencoba. Salah satu contoh gunung dengan jalur level 5 adalah Cartensz Pyramid atau Puncak Jaya di Papua, yang merupakan puncak tertinggi di Indonesia dengan medan berbatu yang sangat menantang. Jalur ini juga sering menghadapi kondisi cuaca ekstrem, seperti hujan deras dan suhu dingin yang dapat mencapai di bawah nol derajat Celsius, menambah tantangan bagi para pendaki.

Mengetahui level jalur pendakian di Indonesia sangat penting untuk keselamatan saat mendaki. Setiap level memiliki tantangan tersendiri yang harus dipersiapkan dengan matang, baik secara fisik, mental, maupun perlengkapan. Bagi pemula, memilih jalur sesuai kemampuan akan mengurangi risiko kecelakaan dan meningkatkan pengalaman mendaki yang menyenangkan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team