14 Tersangka Aksi May Day Alami Intimidasi, TAUD: Negara Langgar HAM!

- Intimidasi terhadap ke-14 tersangka Aksi May Day dimulai sejak laporan ke Mabes Polri diberikan, termasuk serangan digital, penguntitan, hingga penculikan.
- Pelimpahan laporan Mabes Polri ke Polda Metro Jaya dianggap sebagai upaya tutup mata atau undue delay (tindakan memperlama proses perkara) oleh TAUD.
- TAUD desak Mabes Polri untuk menarik pelimpahan laporan dari Polda Metro Jaya karena berdampak buruk bagi keadilan para korban.
Jakarta, IDN Times - Perwakilan Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD), Vebrina Monica, menegaskan upaya intimidasi yang dialami oleh 14 tersangka dari Aksi Hari Buruh (May Day) di awal Mei lalu, sama saja dengan melanggar berat hak asasi manusia (HAM).
Intimidasi tersebut terjadi usai TAUD bersama sejumlah korban membuat 3 laporan tindak pidana dan 1 laporan kekerasan seksual ke Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri).
Hal tersebut diungkapkan Vebrina didampingi dua dari 14 tersangka dalam konferensi pers di Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (5/8/2025).
"Kita bisa melihat mereka dikeroyok oleh negara melalui kepolisian, lalu kemudian juga harus melakukan proses hukum dan juga mengalami proses hukum yang sesat prinsipnya, dan itu juga dilakukan oleh aktor negara. Maka secara tidak langsung, kita bisa bilang ini udah menjadi pelangggaran berat terhadap HAM," ujar Vebrina.
1. Intimidasi berupa penculikan hingga kekerasan

Mulanya, TAUD memasukkan 4 laporan pada 16 Juni 2025 yang berlanjut dengan rangkaian intimidasi terhadap para tersangka Aksi May Day. Terdapat 17 aktivitas intimidasi, mulai dari serangan digital, penguntitan, hingga penculikan.
Salah satu tersangka, Teguh Ardianto, menjelaskan rangkaian intimidasi yang mengharuskan dirinya dengan tersangka lainnya terus bersama-sama hingga saat ini.
"Jadi pada tanggal 16 Juni 2025 itu, kami, 14 korban kriminalisasi May Day, bersama dengan Tim Advokasi Untuk Demokrasi membuat 6 laporan di Mabes Polri," ujar Teguh.
"Kami mulai menerima berbagai macam intimidasi. Itu dimulai di tanggal 20 Juni," lanjutnya.
Menurut Teguh, sejumlah intimidasi yang diduga diterima oleh para tersangka antara lain, salah satu tempat tinggal tersangka dibobol. Tidak ada yang hilang, tapi berantakan. Tersangka juga menerima serangan digital berupa spam call dalam beberapa hari dari berbagai nomor tidak dikenal.
Selain itu, juga terjadi serangan digital berupa upaya mengambil alih akun WhatsApp. Terjadi setiap hari, khususnya di setiap jam 1 pagi. Lalu, tersangka selalu diawasi oleh satu pihak, ke mana pun ke-14 tersangka pergi, hampir seharian penuh.
Kemudian, pada 30 Juli, salah satu tersangka ditabrak saat mengendarai motor, diculik, dan diinterogasi sambil disiksa selama 40 menit. Siksaan berupa sundutan rokok di pipi, dan di akhir korban mendengar pelaku menerima sebuah telepon, seolah dari atasan dengan sebutan "Ndan".
2. Pelimpahan laporan Mabes Polri ke Polda Metro Jaya dianggap sebagai upaya tutup mata

Vebrina mengakui, laporan yang telah TAUD dan para korban berikan ke Mabes Polri belum mengalami perkembangan signifikan hingga saat ini.
"Alih-alih laporan ini ditangani secara akuntabel dan transparan, pada tanggal 19 Juni 2025, laporan-laporan ini sama Bareskrim Mabes Polri itu justru dilimpahkan kepada Polda Metro Jaya," ujar Vebrina.
"Pelimpahan laporan ke Polda Metro Jaya itu karena alasan tindak pidana ini masuk ke dalam yurisdiksinya Polda Metro Jaya sehingga Polda Metro Jaya-lah yang berwenang untuk melakukan proses hukumnya," lanjutnya.
Terpantau sejak pelimpahan laporan pada 19 Juni 2025, Vebrina mengaku intimidasi kepada ke-14 tersangka diduga dilakukan oleh pihak aparat yang diskriminatif.
"Bagaimana bisa ketika proses ketidakadilan itu terjadi di Polda Metro Jaya, Mabes Polri justru kembali melimpahkan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya," tegas Vebrina.
3. TAUD desak Mabes Polri untuk menarik pelimpahan laporan dari Polda Metro Jaya

Vebrina menegaskan, tindakan ini akan berdampak buruk bagi keadilan para korban karena pelimpahan kasus ke Polda Metro Jaya.
"Untuk itu teman-teman, atas berbagai segala tindakan dan akrobat oleh Mabes Polri, teman-teman TAUD merasa sangat keberatan atas pelimpahan kasus yang telah dilakukan oleh Bareskrim kepada Polda Metro Jaya karena dampak negatif dari perlimpahan tersebut dapat kita soroti akan muncul konflik kepentingan," ujar Vebrina.
Ia juga menyatakan penanganan kasus ini bisa tidak objektif usai pelimpahan ke Polda Metro Jaya.
Lebih lanjut, Teguh menegaskan pelimpahan ini harus diambil alih oleh Mabes Polri agar tidak ada lagi kasus penyiksaan serupa.
"Karena kami ingin benar-benar menuntaskan ini, sampai akhirnya kami bisa menang agar ke depannya tidak ada lagi kasus penyiksaan serupa yang dilakukan oleh polisi. Karena brutalitas aparat harus dihentikan,"