Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Perubahan Iklim Perburuk Kasus Demam Berdarah di Bangladesh

Ilustrasi nyamuk Aedes aegypti. (pexels.com/ Pixabay)
Ilustrasi nyamuk Aedes aegypti. (pexels.com/ Pixabay)
Intinya sih...
  • Barisal menjadi wilayah yang paling terdampak demam berdarah.
  • Pada tahun 2023, lebih dari 1.700 orang meninggal dan 200 ribu terinfeksi.
  • Perubahan iklim menyebabkan pola cuaca tidak menentu.

Jakarta, IDN Times - Daerah pesisir Bangladesh, kini mengalami lonjakan kasus demam berdarah yang parah. Secara historis, wilayah itu jarang terkena wabah tersebut. Rumah sakit di daerah Barisal dilaporkan kewalahan, hingga pasien dirawat di lantai karena kekurangan tempat tidur.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan bahwa demam berdarah dan virus lain yang ditularkan melalui nyamuk, menyebar lebih cepat dan lebih jauh karena perubahan iklim.

"Sekitar setengah dari populasi dunia sekarang berisiko terkena demam berdarah, dengan perkiraan 100-400 juta infeksi terjadi setiap tahun. Banyak di antaranya hanya menyebabkan penyakit ringan," kata WHO, dikutip dari The Straits Times pada Selasa (24/6/2025).

Nyamuk Aedes merupakan jenis nyamuk yang membawa virus dengue, penyebab penyakit demam berdarah. Hewan tersebut berkembang biak di genangan air yang tidak mengalir. Dalam kasus terburuk, demam virus yang hebat memicu pendarahan, baik di dalam tubuh atau melalui mulut dan hidung.

1. Barisal menjadi wilayah yang paling terdampak demam berdarah

Institut Epidemiologi, Pengendalian Penyakit, dan Penelitian mengatakan hampir setengah dari 7.500 kasus demam berdarah di seluruh Bangladesh tahun ini terjadi di Barisal. Tercatat, 31 kematian di seluruh Bangladesh, dengan 5 kematian terjadi di Barisal

Angka tersebut masih jauh di bawah wabah mematikan pada 2023. Saat itu, lebih dari 1.700 orang meninggal di seluruh negara Asia Selatan, dengan lebih dari 200 ribu orang terinfeksi.

Di distrik Barisal, Barguna, rumah sakit penuh sesak. Rumah sakit di distrik tersebut memiliki 250 tempat tidur, dengan menangani lebih dari 200 pasien demam berdarah. Kepala kesehatan Barisal, Shyamol Krishna Mondal, mengatakan kasus ini adalah yang terburuk yang pernah terjadi.

"Kami bahkan tidak bisa menyediakan tempat tidur. Mereka mendapatkan perawatan sambil berbaring di lantai," ungkapnya.

2. Kekurangan air bersih dan perubahan iklim di Bangladesh

Para ahli menyebut perubahan iklim menyebabkan pola cuaca tidak menentu. Kurangnya air minum bersih di delta, tempat sungai Brahmaputra dan Gangga mencapai laut, sebagai kemungkinan faktor pendorong lonjakan penyakit tersebut.

Kekurangan air bersih merupakan masalah jangka panjang, namun perubahan iklim memperburuknya. Naiknya permukaan air laut yang disebabkan oleh perubahan iklim mengancam wilayah dataran rendah Bangladesh. Ini terlihat dengan semakin banyaknya badai kuat yang membawa air laut lebih jauh ke pedalaman, mengubah sumur dan danau menjadi asin.

Selain itu, perubahan pola cuaca, yang membuat hujan yang dulunya dapat diprediksi menjadi tidak pasti. Hal ini menambah tantangan, dengan orang-orang menyimpan air hujan jika memungkinkan.

Menurut Mushtuq Husain, pakar kesehatan masyarakat dan penasihat di IEDCR, tempat penyimpanan air yang melimpah berpotensi menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk dengan sempurna. Menurutnya, kerentanan meningkat karena suhu tinggi dan curah hujan tidak menentu, yang mendukung perkembangbiakan nyamuk.

Sementara itu, UNICEF memperingatkan untuk masyarakat tetap melindungi diri. Upaya ini dapat dilakukan dengan penggunaan kelambu, kenakan baju lengan panjang dan minum banyak cairan. Badan PBB tersebut juga menyerukan agar menjaga wadah air tetap tertutup dan menghindari genangan air.

3. Kasus demam berdarah terjadi sepanjang tahun di Bangladesh

Ilustrasi bendera Bangladesh. (pexels.com/Kelly)

Sejak 1960-an, Bangladesh telah mencatat kasus demam berdarah, namun mendokumentasikan wabah pertama demam berdarah dengue pada 2000.

Saat ini, negara tersebut berjibaku dengan lonjakan kasus demam berdarah. Situasinya sangat mengkhawatirkan karena penyakit ini tidak lagi bersifat musiman dan lebih sering terjadi terus-menerus, dengan kasus tercatat sepanjang tahun.

Pada Oktober tahun lalu, Bangladesh mencatat 134 kematian akibat demam berdarah. Bulan tersebut menjadi bulan paling mematikan sepanjang tahun 2024, dengan total 326 kematian di tahun itu.

Sementara, lebih dari 65 ribu kasus demam berdarah tercatat pada November 2024. Dari kasus pada bulan itu, mengakibatkan beberapa bangsal anak-anak menjadi penuh sesak. Para dokter berjuang untuk menangani masuknya pasien, dengan beberapa rumah sakit terpaksa menempatkan dua anak di satu tempat tidur.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sonya Michaella
EditorSonya Michaella
Follow Us