Kronologi Munculnya Gelombang Protes terhadap Tesla

- Elon Musk diangkat sebagai kepala Departemen Efisiensi Pemerintah oleh Presiden Donald Trump pada Januari 2025, memicu gerakan "Tesla Takedown" yang menyerukan boikot terhadap produk Tesla.
- Protes terhadap Tesla semakin meluas dan intensitasnya meningkat, dengan demonstrasi di berbagai kota besar di AS dan aksi vandalisme seperti perusakan properti dan pembakaran kendaraan Tesla.
- Gelombang protes ini mendapat dukungan dari berbagai tokoh publik dan selebriti, serta berpotensi memberikan dampak signifikan terhadap penjualan dan nilai saham perusahaan.
Sejak awal tahun 2025, Tesla, perusahaan mobil listrik yang dipimpin oleh Elon Musk, menjadi pusat perhatian akibat gelombang protes yang meluas di Amerika Serikat dan berbagai negara lainnya.
Protes ini muncul sebagai respons terhadap berbagai kebijakan dan tindakan Musk yang kontroversial, terutama keterlibatannya dalam pemerintahan Presiden Donald Trump. Berikut kronologi munculnya protes terhadap Tesla --yang pada beberapa kasus diikuti dengan perusakan dan pembakaran-- seperti dikutip dari beberapa sumber.
1. Awal Mula Protes: Keterlibatan Elon Musk dalam DOGE

Pada Januari 2025, Elon Musk diangkat sebagai kepala Departemen Efisiensi Pemerintah (Department of Government Efficiency atau DOGE) oleh Presiden Donald Trump. Departemen ini bertujuan untuk mengurangi pengeluaran pemerintah melalui pemotongan anggaran dan penghapusan program-program tertentu.
Kebijakan ini memicu kekhawatiran publik karena dianggap dapat merugikan layanan publik dan kesejahteraan masyarakat. Sebagai tanggapan, pada awal Februari 2025, muncul gerakan "Tesla Takedown" yang menyerukan boikot terhadap produk Tesla sebagai bentuk protes terhadap peran Musk dalam pemerintahan.
2. Eskalasi protes dan aksi vandalisme

Seiring berjalannya waktu, protes terhadap Tesla semakin meluas dan intensitasnya meningkat. Demonstrasi terjadi di berbagai kota besar di AS, dengan para pengunjuk rasa berkumpul di depan showroom Tesla untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka.
Beberapa aksi protes bahkan berujung pada tindakan vandalisme, seperti perusakan properti dan pembakaran kendaraan Tesla. Misalnya, pada Maret 2025, sebuah showroom Tesla di Austin, Texas, ditemukan perangkat pembakar yang diduga sengaja ditempatkan untuk merusak fasilitas tersebut.
3. Reaksi publik dan tokoh terkenal

Gelombang protes ini juga mendapat dukungan dari berbagai tokoh publik dan selebriti. Beberapa di antaranya secara terbuka menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap tindakan Musk dengan menjual kendaraan Tesla milik mereka.
Misalnya, penyanyi Sheryl Crow menjual mobil Teslanya dan menyumbangkan hasil penjualannya ke NPR sebagai bentuk protes. Selain itu, Senator Mark Kelly juga mengumumkan penjualan mobil Teslanya karena ketidaksetujuannya terhadap kebijakan Musk.
4. Pihak yang diuntungkan dari protes

Dalam situasi seperti ini, beberapa pihak mungkin mengambil keuntungan dari melemahnya citra Tesla. Perusahaan otomotif pesaing yang juga memproduksi kendaraan listrik berpotensi mendapatkan pangsa pasar yang lebih besar akibat penurunan kepercayaan konsumen terhadap Tesla.
Selain itu, kelompok politik yang menentang kebijakan pemerintahan Trump dan keterlibatan Musk dalam pemerintahan dapat menggunakan momentum ini untuk memperkuat posisi mereka dan menggalang dukungan publik.
5. Dampak jangka panjang bagi Tesla

Protes yang terus berlanjut dan citra negatif yang melekat pada Tesla berpotensi memberikan dampak signifikan terhadap penjualan dan nilai saham perusahaan. Sejak awal tahun 2025, saham Tesla mengalami penurunan sekitar 45,3 persen, mencerminkan kekhawatiran investor terhadap stabilitas perusahaan di tengah kontroversi yang ada. Jika situasi ini tidak ditangani dengan baik, Tesla mungkin menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan posisinya sebagai pemimpin di industri kendaraan listrik.
Secara keseluruhan, protes terhadap Tesla mencerminkan ketidakpuasan publik terhadap tindakan Elon Musk dan keterlibatannya dalam kebijakan pemerintah yang kontroversial. Situasi ini menyoroti pentingnya keseimbangan antara kepemimpinan perusahaan dan tanggung jawab sosial, serta bagaimana tindakan eksekutif puncak dapat mempengaruhi persepsi publik dan kinerja perusahaan secara keseluruhan.