Kenapa Belt CVT Motor Matik Gampang Retak?

- Kualitas bahan dan usia pemakaian
- Gaya berkendara dan kondisi jalan
- Perawatan CVT yang kurang tepat
Motor matik menjadi pilihan utama banyak pengendara karena kemudahannya dalam berkendara, terutama di jalan perkotaan yang padat. Sistem transmisinya yang menggunakan CVT (Continuously Variable Transmission) membuat perpindahan tenaga dari mesin ke roda belakang berlangsung halus tanpa perlu oper gigi. Namun, di balik kenyamanan itu, ada satu komponen penting yang sering dikeluhkan pengguna motor matik — belt CVT yang mudah retak atau bahkan putus.
Belt CVT berfungsi sebagai penghubung antara pulley primer dan sekunder untuk mentransfer tenaga mesin ke roda. Karena fungsinya yang vital dan posisinya yang terus bergerak, belt ini bekerja keras setiap kali motor digunakan. Jika belt mulai retak, performa motor akan menurun, akselerasi terasa berat, dan bahkan bisa menyebabkan motor tiba-tiba mogok di tengah jalan. Lalu, kenapa belt CVT motor matik bisa cepat rusak atau retak? Berikut penjelasannya.
1. Kualitas bahan dan usia pemakaian

Salah satu penyebab paling umum belt CVT retak adalah faktor usia dan kualitas bahan. Belt CVT terbuat dari campuran karet dan serat sintetis yang dirancang untuk tahan panas dan gesekan. Namun, seiring waktu, bahan karet akan mengalami pengerasan dan kehilangan elastisitas. Jika motor sering digunakan untuk jarak jauh atau terkena panas berlebih dari mesin, permukaan belt bisa menjadi rapuh dan mudah retak.
Selain itu, kualitas belt juga sangat menentukan. Belt CVT orisinal biasanya lebih awet karena terbuat dari bahan dengan standar tinggi, sementara belt imitasi cenderung cepat aus dan tidak tahan terhadap tekanan tinggi. Karena itu, penggantian belt sebaiknya dilakukan sesuai rekomendasi pabrikan, umumnya setiap 20.000–25.000 km, tergantung kondisi pemakaian.
2. Gaya berkendara dan kondisi jalan

Cara berkendara juga punya pengaruh besar terhadap ketahanan belt CVT. Pengendara yang sering melakukan akselerasi mendadak, gas–rem secara berulang, atau membawa beban berlebih tanpa henti akan membuat belt bekerja lebih keras dari semestinya. Akibatnya, belt menerima tekanan dan gesekan tinggi dalam waktu lama, sehingga cepat panas dan retak.
Kondisi jalan yang buruk juga turut mempercepat kerusakan. Jalan berlubang atau tanjakan curam memaksa mesin bekerja ekstra untuk menghasilkan torsi lebih besar. Di situasi seperti ini, belt harus menahan beban tambahan, dan bila tidak diimbangi pendinginan yang cukup, belt bisa mengembang, menipis, atau bahkan sobek sebagian.
3. Perawatan CVT yang kurang tepat

Penyebab lain yang sering diabaikan adalah kurangnya perawatan rutin pada ruang CVT. Banyak pengendara hanya fokus pada oli mesin dan lupa bahwa CVT juga perlu dibersihkan dan dicek secara berkala. Debu, kotoran, dan sisa serpihan belt lama bisa menempel di pulley atau dinding CVT, menyebabkan gesekan tambahan yang mempercepat retaknya belt baru.
Selain itu, pemilihan grease atau pelumas pada bagian pulley juga penting. Jika pelumas terlalu kental atau terlalu sedikit, gerakan pulley tidak mulus dan menimbulkan panas berlebih. Belt CVT pun akhirnya menerima tekanan tidak merata dan mudah rusak. Karena itu, lakukan servis CVT setidaknya setiap 8.000–10.000 km untuk memastikan semua komponen bekerja dengan lancar.
Belt CVT memang komponen yang tampak sederhana, tetapi kerusakannya bisa berdampak besar pada performa motor matik. Dengan menjaga gaya berkendara, rutin melakukan servis, dan menggunakan suku cadang berkualitas, belt CVT bisa bertahan lebih lama dan motor pun tetap nyaman dikendarai setiap hari.


















