TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

BI Pertahankan Suku Bunga Acuan Tetap 3,5 Persen

Keputusan ini dilakukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur Agustus 2021 (dok. Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, IDN Times - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) memutuskan kembali mempertahankan suku bunga acuan atau 7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRRR) di angka 3,5 persen.

Selain itu, RDG BI juga memutuskan mempertahankan suku bunga Deposit Facility yang tetap dipertahankan di angka 2,75 persen dan suku bunga Lending Facility tetap sebesar 4,25 persen.

“Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 18 dan 19 Oktober 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI Seven Days Reverse Repo Rate sebesar 3,50 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75 persen, dan suku bunga Lending Facility tetap 4,25 persen,” kata Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam konferensi pers virtual, Kamis (17/6/2021).

Baca Juga: BI Masih Tahan Suku Bunga Acuan 3,5 Persen agar Ekonomi Pulih

Baca Juga: Sejarah Bank Indonesia, Bank Sentral Penjaga Kestabilan Nilai Rupiah 

1. Keputusan RDG BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar

Bank Indonesia (IDN Times/Auriga Agustina)

Perry melanjutkan, keputusan RDG BI untuk mempertahankan suku bunga acuan di angka 3,5 persen sebagai upaya menjaga stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan.

"Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan di tengah perkiraan inflasi yang rendah dan upaya mendukung pertumbuhan ekonomi," kata Perry.

2. Indikator yang membuat BI pertahankan suku bunga acuan

Ilustrasi neraca perdagangan. (IDN Times/Mardya Shakti)

Ada beberapa indikator yang membuat BI memutuskan mempertahankan suku bunga acuan. Di antaranya adalah masih rendahnya defisit transaksi berjalan yang terjadi pada Mei 2021.

"Defisit transaksi berjalan triwulan-III 2021 surplus didorong oleh surplus neraca perdagangan yang meningkat menjadi 13,2 miliar dolar AS tertinggi sejak triwulan-IV 2009," ucap Perry.

Kinerja tersebut, sambung Perry, didukung peningkatan ekspor komoditas utama seperti CPO, batu bara, kimia organik, dan bijih logam di tengah kenaikan impor terutama bahan baku seiring perbaikan ekonomi domestik.

Baca Juga: Sri Mulyani: Pemulihan yang Tak Merata Ancam Ekonomi Negara Berkembang

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya