Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Anggota DPR: Harga Pangan Naik Imbas MBG, Kelas Pekerja Terhimpit

Proses penyajian menu Makan Bergizi Gratis (MBG) di SPPG Pakri Palembang (IDN Times/Rangga Er
Proses penyajian menu Makan Bergizi Gratis (MBG) di SPPG Pakri Palembang (IDN Times/Rangga Er
Intinya sih...
  • Edy menegaskan, koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi kunci keberhasilan Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
  • Pemerintah perlu memanfaatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk meningkatkan kapasitas produksi petani dan nelayan.
  • Edy mengkritisi pernyataan pemerintah yang menyebut kenaikan harga ayam dan telur sebagai tanda keberhasilan MBG.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto menilai pemerintah belum siap secara sistem untuk mengantisipasi dampak rantai pasok dalam pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Lemahnya perencanaan ini berdampak pada harga bahan pangan pokok seperti ayam dan telur yang kian melonjak.

Data Badan Pusat Statistik mencatat, inflasi pangan Oktober (month to month) mencapai 0,28 persen, dengan salah satu komoditas penyumbang inflasi yakni telur ayam ras (4,43 persen) dan daging ayam ras (1,13 persen). Pemerintah beralasan lonjakan ini akibat peningkatan permintaan bahan pangan dari program MBG. Namun menurut Edy, justru di sinilah letak persoalannya.

“Program MBG mestinya disertai perhitungan matang terhadap kebutuhan bahan baku di setiap daerah. Setiap Satuan Pelaksana Program Gizi (SPPG) berdiri berarti ada tambahan kebutuhan ayam, telur, ikan, sayur, dan buah. Jumlahnya bisa dihitung. Tapi ketika pemerintah tidak menyiapkan itu, dampaknya adalah kekurangan pasokan dan harga yang melambung,” ujar Edy kepada wartawan, Kamis (5/11/2025).

Selain itu, menurutnya, lemahnya kebijakan ini juga memberikan efek domino, karena menekan daya beli masyarakat, terutama kelas pekerja dan keluarga berpenghasilan tidak tetap.

1. Rantai pasok urat nadi program MBG

Bapak Prabowo Meninjau Langsung Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis di Jakarta
Peninjauan Makan Bergizi Gratis (MBG)

Edy menegaskan, rantai pasok pangan adalah urat nadi keberhasilan MBG. Karena itu, koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi kunci.

"Pemerintah pusat perlu melibatkan pemda secara aktif untuk menggerakkan petani, peternak, pembudidaya ikan, dan nelayan lokal. Jangan sampai bahan baku justru didatangkan dari luar daerah atau bahkan impor,” katanya.

Sebagai langkah strategis, Edy mendorong pemerintah untuk memanfaatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) agar petani dan peternak kecil dapat meningkatkan kapasitas produksinya. Dengan pinjaman lunak ini, maka diharapkan petani hingga nelayan dapat memanfaatkan untuk meningkatkan produksinya.

“Apalagi Kementerian Keuangan telah mengatur kebijakan pendistribusian dana mengendap di BI sekitar Rp 200 triliun. Dana sebesar itu bisa diarahkan untuk memperkuat ekonomi di sektor pangan, bukan sekadar menunggu intervensi pasar,” ucapnya.

Selain itu, pemda juga menjembatani petani, nelayan, peternak, dan pembudidaya ikan dengan SPPG. Sehingga hasil panen mereka bisa terserap. Selain itu tidak lupa bagi peternak hewan harus difasilitasi penerbitan nomor kontrol veteriner (NKV) agar menjamin higiene dan sanitasi.

"Jika ini dijalankan maka perputaran ekonomi akan berjalan baik. Program MBG akan dirasakan dampak ekonominya," ucapnya.

2. Singgung logika keliru hasil klaim pemerintah

Salah satu SPPG di Makassar mengajak guru dan orang tua murid mencicipi menu program MBG. (DOK. Istimewa)
Salah satu SPPG di Makassar mengajak guru dan orang tua murid mencicipi menu program MBG. (DOK. Istimewa)

Edy juga mengkritisi pernyataan pemerintah yang menyebut kenaikan harga ayam dan telur sebagai tanda keberhasilan MBG. Menurutnya ini adalah logika yang keliru.

“Keberhasilan program sosial tidak bisa diukur dari naiknya harga pangan. Justru sebaliknya, indikator keberhasilan adalah MBG dapat dirasaka oleh penerima manfaat dengan aman dan harga tetap stabil. Kalau rakyat kesulitan membeli telur, itu artinya ada masalah serius dalam desain rantai pasoknya,” ucapnya.

Edy mencontohkan kasus di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, yang memiliki 125 Satuan Pelaksana Program Gizi (SPPG). Untuk memenuhi kebutuhan telur di wilayah itu dibutuhkan sekitar 500 ribu ekor ayam petelur, sementara peternak lokal hanya mampu menyediakan 200 ribu ekor. Kekurangan 300 ribu ekor tersebut membuat pasokan harus didatangkan dari kabupaten lain, menaikkan biaya distribusi, dan mempersempit ketersediaan telur di daerah asal. Belum lagi bicara kebutuhan ikan, sayur, atau buah.

"Pemerintah mestinya bisa memprediksi dan menutup celah-celah seperti ini jauh sebelum program dijalankan,” ujar dia.

3. Kelas pekerja jadi kelompok paling terdampak

IMG_7452.jpeg
MBG di Sukabumi viral (IDN Times/Siti Fatimah)

Edy mengingatkan, kelas pekerja dan masyarakat nonpenerima MBG kini menjadi kelompok yang paling terdampak. Buruh pabrik, guru honorer, tenaga kesehatan kontrak, sampai penjual warteg semua harus mengeluarkan lebih banyak uang hanya untuk kebutuhan pokok.

"Daya beli masyarakat ditekan terus seperti ini tidak baik dan perlu ada solusi segera,” ujarnya.

Edy mendorong pemerintah untuk menyusun peta produksi dan kebutuhan pangan perdaerah guna menghindari kekosongan stok. Dia juga menekankan pentingnya kemitraan antara peternak, koperasi, dan pemerintah daerah, serta membangun cadangan pangan lokal di setiap kabupaten.

“Subsidi pakan, fasilitas logistik, dan insentif produksi bisa menjadi cara untuk menjaga harga tetap stabil tanpa mematikan usaha rakyat kecil,” ujar Edy.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us

Latest in Business

See More

4 Cara Menilai Kualitas Emas sebelum Membeli untuk Investasi

06 Nov 2025, 16:58 WIBBusiness