Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apa Itu Bull Market dan Bear Market dalam Dunia Investasi?

ilustrasi investor (freepik.com/drobotdean)
ilustrasi investor (freepik.com/drobotdean)
Intinya sih...
  • Bull market terjadi saat pasar mengalami tren naik lebih dari dua bulan berturut-turut. Investor percaya diri, permintaan tinggi, dan berita positif di media.
  • Bear market terjadi saat harga aset turun lebih dari 20 persen dalam waktu cepat. Dipicu oleh isu besar dan membuat investor cenderung defensif.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Dalam dunia investasi, istilah bull market dan bear market sering banget muncul, terutama pas harga saham atau aset lainnya naik-turun drastis. Dua istilah ini bukan cuma sekadar istilah teknis, tapi mencerminkan kondisi pasar yang bisa ngaruh besar ke keputusan investasi, strategi keuangan, bahkan psikologi investor.

Buat yang lagi mulai terjun ke dunia pasar modal, memahami perbedaan antara bull market dan bear market itu penting banget biar gak gampang panik atau terlalu euforia.

Meskipun kesannya cuma soal harga naik dan turun, bull dan bear market sebenarnya lebih dalam dari itu. Keduanya punya karakteristik yang beda, termasuk cara investor bereaksi, bagaimana media memberitakan pasar, sampai seberapa optimistis atau pesimistis sentimen yang beredar.

Nah, supaya gak bingung atau gampang terbawa arus, yuk bahas satu-satu tentang arti dan karakter masing-masing, plus gimana cara menghadapinya dengan bijak dan santai.

1.Bull market, saat pasar sedang berjaya

ilustrasi bull market (freepik.com/freepik)
ilustrasi bull market (freepik.com/freepik)

Bull market terjadi saat pasar sedang mengalami tren naik dalam waktu yang cukup lama, biasanya lebih dari dua bulan berturut-turut. Di fase ini, harga saham, obligasi, kripto, dan aset lainnya melonjak terus dengan keyakinan bahwa ekonomi sedang membaik.

Para investor jadi lebih percaya diri, permintaan terhadap aset tinggi, dan banyak yang berlomba-lomba masuk pasar biar gak ketinggalan momen. Optimisme tinggi jadi bahan bakar utama bull market.

Biasanya bull market didorong oleh kondisi ekonomi makro yang positif seperti tingkat pengangguran yang rendah, pertumbuhan produk domestiik bruto (PDB) yang stabil, suku bunga yang mendukung, dan kepercayaan konsumen yang tinggi. Perusahaan juga cenderung melaporkan laba yang solid, bikin harga saham makin naik.

Pada fase ini, berita-berita di media juga cenderung positif, dan banyak analis yang merekomendasikan beli daripada jual.

2.Bear market, ketika pasar lagi lesu

ilustrasi bear market (freepik.com/wirestock)
ilustrasi bear market (freepik.com/wirestock)

Kebalikan dari bull, bear market adalah kondisi ketika harga-harga aset turun lebih dari 20 persen dari puncaknya dalam waktu yang relatif cepat. Di fase ini, pasar dipenuhi rasa takut, ketidakpastian, dan pesimisme.

Investor cenderung menarik uangnya dari pasar, banyak yang beralih ke instrumen yang lebih aman kayak emas atau obligasi pemerintah. Aktivitas perdagangan pun melambat karena mayoritas pelaku pasar lebih memilih wait and see.

Bear market biasanya dipicu oleh isu-isu besar seperti resesi ekonomi, inflasi tinggi, konflik geopolitik, atau pandemi yang bikin aktivitas ekonomi lumpuh. Ketika pendapatan perusahaan turun dan angka pengangguran naik, sentimen investor langsung berubah drastis.

Meskipun terdengar mengerikan, bear market juga punya sisi positif karena bisa jadi momen bagus buat beli aset dengan harga diskon, asalkan dilakukan dengan strategi yang matang.

3.Perilaku investor saat bull vs bear market

ilustrasi investor (freepik.com/jannoon028)
ilustrasi investor (freepik.com/jannoon028)

Ketika pasar sedang bullish, investor cenderung lebih berani ambil risiko. Banyak yang mulai mencoba saham-saham growth, kripto, atau aset berisiko tinggi lainnya karena melihat potensi cuan besar.

Euforia bisa bikin keputusan investasi jadi gak rasional, apalagi kalau ikut-ikutan tren tanpa analisis mendalam. Ini juga saat di mana Fear of Missing Out (FOMO) sering banget muncul, bikin orang asal beli biar gak ketinggalan momentum.

Sebaliknya, saat bear market, investor jadi super hati-hati, bahkan bisa terlalu defensif. Banyak yang mulai cut loss, pindah ke cash, atau malah panik jual semuanya.

Sentimen ketakutan jadi dominan, dan rasa percaya ke pasar menurun drastis. Padahal, justru di masa inilah investor yang punya mental baja bisa nyiapin strategi buat masuk pelan-pelan pas harga udah keburu anjlok.

4.Strategi investasi di dua kondisi pasar ini

ilustrasi investor (freepik.com/drobotdean)
ilustrasi investor (freepik.com/drobotdean)

Di bull market, strategi yang sering dipakai adalah buy and hold atau bahkan momentum investing, di mana investor beli saham yang sedang naik dengan harapan tren terus berlanjut. Beberapa juga mencoba diversifikasi ke sektor-sektor yang berkembang pesat, seperti teknologi atau energi terbarukan, tapi tetap harus waspada karena euforia yang berlebihan bisa menutup logika dan bikin lengah terhadap potensi koreksi.

Sementara di bear market, strategi cenderung konservatif. Banyak investor lebih suka value investing, beli saham yang underpriced tapi punya fundamental bagus, dan nunggu pemulihan jangka panjang. Ada juga yang menggunakan pendekatan dollar-cost averaging, beli rutin dalam jumlah kecil terlepas dari kondisi harga, biar bisa rata-rata harga beli saat pasar mulai pulih. Yang penting sabar dan gak panik.

5.Cara mengenali awal dan akhir bull atau bear market

ilustrasi investor (freepik.com/freepik)
ilustrasi investor (freepik.com/freepik)

Bull market biasanya dimulai secara perlahan, sering gak disadari sampai harga udah naik cukup signifikan. Indikator seperti peningkatan volume transaksi, data ekonomi positif, dan kenaikan harga aset yang konsisten bisa jadi sinyal awalnya, tapi tetap perlu hati-hati karena koreksi kecil sering terjadi juga di tengah bull market, gak berarti itu akhir dari tren positif.

Sebaliknya, bear market bisa datang tiba-tiba, sering kali diawali dengan panic selling. Penurunan tajam dalam indeks utama seperti IHSG atau S&P 500 bisa jadi indikator awal. Selain itu, laporan ekonomi negatif, penurunan laba perusahaan, dan meningkatnya ketidakpastian global sering mempercepat transisi ke fase bearish.

Mengenali momen ini memang gak gampang, tapi bisa dilatih dengan disiplin analisis dan pantauan rutin terhadap pasar. Pasar saham memang gak bisa diprediksi secara pasti, tapi memahami konsep bull dan bear market bisa bantu lebih siap dalam mengambil keputusan.

Daripada ikut arus tanpa arah, lebih baik bangun strategi berdasarkan kondisi pasar dan tujuan finansial. Gak semua naik itu peluang emas, dan gak semua turun itu bencana.

Dengan pengetahuan yang pas, mental yang kuat, dan strategi yang realistis, perjalanan di dunia investasi bisa jadi lebih aman dan menyenangkan. Jadi, tetap update, tetap belajar, dan jangan takut hadapi pasar, baik saat bullish maupun bearish.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us