Aturan Pajak Toko Online Resmi Berlaku, Ini Skemanya

- Kriteria penghasilan yang kena pajak
- Pedagang online yang kena pungutan PPh pasal 22
- Wajib memberikan data informasi dan pernyataan terkait besaran omzet
Jakarta, IDN Times – Kementerian Keuangan resmi menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang mengatur pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 terhadap pedagang toko online di platform e-commerce.
Dengan aturan ini, platform e-commerce ditunjuk sebagai pihak yang memungut pajak penghasilan dari pedagang online yang bertransaksi di platform mereka. Aturan ini mulai berlaku sejak diundangkan, yaitu hari ini.
Menteri Keuangan juga menunjuk pihak tertentu, yang disebut "Pihak Lain" untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPh Pasal 22 atas transaksi pedagang dalam negeri yang berjualan melalui platform e-commerce.
Pajak yang dipungut dari pedagang online tersebut adalah PPh Pasal 22 sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Besaran pungutan PPh Pasal 22, sebesar 0,5 persen dari peredaran bruto yang diperoleh pedagang dalam negeri dan tercantum dalam dokumen tagihan.
"Pihak Lain yang ditunjuk oleh Menteri sebagai pemungut Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang bertempat tinggal atau berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia maupun di luar wilayah negara Republik Indonesia," begitu bunyi aturan tersebut.
1. Kriteria penghasilan yang kena pajak

Penghasilan yang dikenai PPh Pasal 22 adalah yang memenuhi salah satu dari kriteria berikut selama 12 bulan terakhir:
Memiliki nilai transaksi menggunakan jasa penyedia sarana elektronik untuk transaksi di Indonesia yang melebihi batas tertentu.
Memiliki jumlah pengakses yang melebihi batas tertentu dalam 12 bulan terakhir.
Kemudian, Menteri Keuangan nantinya melimpahkan kewenangan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menunjuk pihak lain sebagai pemungut pajak dan menetapkan batasan nilai transaksi serta jumlah pengakses, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 PMK Nomor 37 Tahun 2025.
2. Pedagang online yang kena pungutan PPh pasal 22

Pedagang toko online yang dikenai pemungutan PPh Pasal 22 oleh pihak ketiga adalah pedagang dalam negeri, baik orang pribadi maupun badan usaha, dengan kriteria:
Menerima penghasilan menggunakan rekening bank atau rekening keuangan sejenis.
Melakukan transaksi menggunakan alamat internet protocol di Indonesia atau nomor telepon dengan kode negara Indonesia.
Pedagang dalam negeri termasuk perusahaan jasa pengiriman, ekspedisi, perusahaan asuransi, dan pihak lain yang melakukan transaksi barang dan/atau jasa secara online.
3. Wajib memberikan data informasi dan pernyataan terkait besaran omzet

Pedagang dan perusahaan jasa wajib menyampaikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK), serta alamat korespondensi kepada pihak yang memungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22.
Jika pedagang dalam negeri memiliki omzet (peredaran bruto) sampai dengan Rp500 juta dalam satu tahun pajak, selain memberikan data identitas, juga harus menyerahkan surat pernyataan, omzetnya tidak lebih dari Rp500 juta. Ketentuan ini khusus berlaku untuk wajib pajak orang pribadi. Andai pedagang memiliki surat keterangan bebas pemotongan atau pemungutan pajak, mereka wajib menyerahkan surat tersebut selain data identitas.
Semua informasi ini harus disampaikan sebelum pedagang menerima penghasilan dari transaksi e-commerce. Surat pernyataan omzet di bawah Rp500 juta harus diperbarui setiap awal tahun pajak, selama omzet tahunan pedagang tetap di bawah Rp4,8 miliar. Surat keterangan bebas pajak juga harus diperbarui jika masih berlaku.
3. Omzet di atas Rp500 juta wajib kena pajak sebesar 0,5 persen

Jika pedagang dalam negeri yang omzetnya telah melebihi Rp500 juta dalam tahun pajak berjalan, maka:
Pedagang wajib memberitahukan kepada pihak pemungut pajak (misalnya platform e-commerce) bahwa omzetnya sudah melebihi batas tersebut.
Pemberitahuan itu harus dilakukan melalui surat pernyataan yang menyatakan bahwa omzet pedagang telah melebihi Rp500 juta pada tahun pajak berjalan.
Surat pernyataan ini harus disampaikan paling lambat pada akhir bulan saat omzet tersebut melebihi Rp500 juta.
Pedagang dalam negeri yang berjualan lewat platform online akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,5 persen dari total pendapatan kotor (omzet) yang tercantum dalam tagihan. Pajak ini tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).