BI Hitung Dampak Banjir Sumatra, Pertumbuhan Ekonomi Terkoreksi Tipis

- Banyak indikator masuk dalam perhitungan BI, termasuk hilangnya nilai aset dan terhentinya produktivitas.
- BI tetap optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2025, diproyeksikan berada di kisaran 4,7 persen–5,5 persen.
- Inflasi masih terkendali meski ada potensi kenaikan di wilayah terdampak bencana, beberapa komoditas pangan menunjukkan tren menurun.
Jakarta, IDN Times – Bank Indonesia (BI) mencermati dampak banjir yang melanda Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh terhadap laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Deputi Gubernur BI, Aida S. Budiman, memperkirakan hilangnya aktivitas ekonomi selama 32 hari akibat bencana ini akan menurunkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 0,017 persen.
“Metode yang dilakukan adalah melihat hilangnya aktivitas ekonomi selama 32 hari dan dampaknya kepada perekonomian memang agak negatif, tetapi ini masih perhitungan sementara. Dalam PDB setahun ini perkiraannya baru minus 0,017 persen,” ujar Aida dalam Konferensi Pers RDG BI, Rabu (17/12/2025).
1. Ada banyak indikator yang masuk dalam perhitungan BI

Ia menjelaskan dalam perhitungan sementara tersebut, BI memperhitungkan berbagai dimensi, termasuk hilangnya nilai aset, terhentinya produktivitas, serta dampak positif dari upaya rekonstruksi pascabencana.
Saat ini, BI masih melakukan koordinasi untuk melengkapi data dan menyatakan asesmen yang dilakukan bersifat sementara.
"Saat ini kami masih dalam tahap berkoordinasi untuk melihat data-data dengan lebih lengkap dan sebagai asesmen kami sementara metode yang dilakukan adalah melihat hilangnya aktivitas ekonomi selama 32 hari dan dampaknya itu kepada perekonomian memang agak negatif," tegas Aida.
2. BI masih optimistis pertumbuhan ekonomi kuartal IV tetap tinggi

Meski begitu, BI tetap optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2025, yang diperkirakan lebih tinggi dibanding kuartal III 2025 sebesar 5,03 persen.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi 2025 diproyeksikan berada di kisaran 4,7 persen–5,5 persen, dan pada 2026 akan meningkat menjadi 4,9 persen–5,7 persen. Inflasi juga diperkirakan tetap terjaga, sedikit di atas titik tengah target 2,5 persen plus minus 1 persen.
3. Inflasi dipastikan masih terkendali

Sementara itu, dari sisi inflasi, Bank Indonesia (BI) mencatat tekanan harga masih terkendali, meski ada potensi kenaikan di wilayah terdampak bencana. Hasil pemantauan harga mingguan BI menunjukkan sebagian komoditas pangan (volatile food) yang sebelumnya mendorong lonjakan inflasi mulai membaik.
Aida menjelaskan, komoditas seperti beras, telur ayam, dan bawang kini menunjukkan tren menurun. Namun, beberapa komoditas masih relatif tinggi, seperti daging ayam ras dan cabai rawit. Secara keseluruhan, inflasi diproyeksikan tetap sedikit di atas titik tengah target 2,5 persen dan masih berada dalam rentang sasaran.
"BI terus memperkuat pengendalian inflasi melalui koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dan Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP), khususnya di wilayah yang terdampak bencana," tegas Aida.

















