Bisnis Ramai di Sosial Media, Sepi di Penjualan, Salah di Mana?

- Konten yang viral belum tentu mendatangkan pembeli. Banyak akun ramai karena kontennya lucu, relatable, atau sensasional, tapi tidak berhubungan langsung dengan produk.
- Followers banyak sering memberi rasa aman palsu. Konten yang terlalu umum bisa menarik siapa saja, tapi tidak tepat sasaran.
- Banyak akun fokus pada engagement, tapi lupa mengarahkan audiens ke pembelian. Konten berhenti di likes dan komentar tanpa call to action yang jelas.
Banyak brand atau bisnis merasa sudah “menang” di media sosial. Followers bertambah, likes ramai, komentar berdatangan, bahkan konten sering masuk FYP. Namun saat dicek lebih dalam, penjualan justru tidak bergerak signifikan.
Kondisi ini bikin pelaku usaha bingung dan frustrasi. Padahal waktu, tenaga, dan ide sudah habis untuk bikin konten. Jika sosial media ramai tapi penjualan sepi, kemungkinan masalahnya bukan di algoritma, melainkan di strategi.
1. Konten viral tapi tidak relevan dengan produk

Konten yang viral belum tentu mendatangkan pembeli. Banyak akun ramai karena kontennya lucu, relatable, atau sensasional, tapi tidak berhubungan langsung dengan produk. Akhirnya, audiens datang untuk hiburan, bukan untuk membeli.
Ketika produk muncul, audiens merasa tidak punya keterkaitan. Mereka menikmati kontennya, tapi tidak merasa butuh barangnya. Inilah kesalahan umum saat mengejar viral tanpa memikirkan relevansi bisnis.
2. Audiens ramai tapi bukan target pasar

Followers banyak sering memberi rasa aman palsu. Padahal, jika audiens tidak sesuai target, penjualan akan tetap sulit. Konten yang terlalu umum bisa menarik siapa saja, tapi tidak tepat sasaran.
Bisnis butuh audiens yang spesifik dan punya masalah yang bisa diselesaikan produkmu. Lebih baik punya audiens sedikit tapi tepat, daripada ramai tapi tidak punya daya beli. Relevansi audiens jauh lebih penting daripada jumlah.
3. Tidak ada arah untuk membeli

Banyak akun fokus pada engagement, tapi lupa mengarahkan audiens ke pembelian. Konten berhenti di likes dan komentar tanpa call to action yang jelas. Audiens akhirnya bingung harus ngapain setelah menonton.
Tanpa arahan, ketertarikan tidak berubah jadi transaksi. Link tidak jelas, cara beli rumit, atau informasi produk minim membuat niat beli hilang. Penjualan butuh jalur yang sederhana dan tegas.
4. Kepercayaan belum terbangun

Ramai di sosial media tidak otomatis berarti dipercaya. Audiens butuh bukti sebelum membeli, seperti testimoni, review, dan konsistensi pesan. Tanpa itu, rasa ragu akan selalu ada.
Konten yang terlalu jualan tanpa edukasi juga bisa menurunkan kepercayaan. Audiens ingin merasa diyakinkan, bukan didesak. Trust adalah jembatan antara perhatian dan pembelian.
5. Fokus ke angka, bukan ke konversi

Likes, views, dan followers sering jadi tujuan utama. Padahal, angka-angka itu bukan tujuan akhir bisnis. Tanpa konversi, semua itu hanya terlihat bagus di permukaan.
Bisnis perlu mengukur apa yang benar-benar berdampak ke penjualan. Konten tidak harus viral, tapi harus efektif. Fokus pada konten yang mendekatkan audiens ke keputusan membeli.
Ramai tanpa strategi hanya menghasilkan ilusi kesuksesan. Penjualan butuh relevansi, kepercayaan, dan arah yang jelas.
Jika akunmu sudah ramai tapi belum menghasilkan, saatnya evaluasi dari dalam. Perbaiki target audiens, konten, dan alur pembelian. Ketika strategi tepat, keramaian akan berubah menjadi penjualan nyata.











.jpg)







