Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Efisiensi Anggaran Bikin Jumlah Pemudik Turun

Sejumlah penumpang turun dari Kapal Motor (KM) Awu di dermaga Terminal Penumpang Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jawa Tengah, Kamis (20/3/2025). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Sejumlah penumpang turun dari Kapal Motor (KM) Awu di dermaga Terminal Penumpang Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jawa Tengah, Kamis (20/3/2025). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Intinya sih...
  • Jumlah pemudik Lebaran 2025 turun signifikan dibanding tahun lalu, terlihat sepi di DIY dan tol Trans Jawa.
  • Data PT Jasa Marga menunjukkan penurunan kendaraan pada arus mudik 2025, namun puncak arus tetap pada H-3.

Jakarta, IDN Times - Jumlah pemudik pada musim Lebaran 2025 mengalami penurunan signifikan dibandingkan tahun lalu.

Peneliti Inisiatif Strategis untuk Transportasi (Instran), Ki Darmaningtyas menyebutkan, hal itu terlihat pada kondisi di daerah-daerah tujuan pemudik. Dia mengambil wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai contoh, baik di Kota Yogyakarta maupun Kabupaten Gunungkidul yang hanya dipadati kendaraan pribadi mayoritas plat AB pada saat Lebaran dan arus mudik dimulai.

"Musim mudik 2025 ini terlihat sepi. Sejumlah testimoni yang melakukan perjalanan pada H-2 sampai H-1 melewati Tol Trans Jawa dari arah Jawa Timur misalnya, menyatakan sangat lancar, termasuk kendaraan yang mengarah ke Jawa Timur pun tergolong sepi," kata Darmaningtyas dalam catatannya, dikutip Kamis (3/4/2025).

1. Data penurunan angka pemudik

Pemerintah resmi menutup one way nasional dalam arus mudik 2025 (dok. BKIP Kemenhub)

Data PT Jasa Marga (Pesero) yang dihimpun dari Pintu Tol Ciawi 1, Cikampek Utama 1, Kalihurip Utama 1 (Jawa Barat), dan Cikupa antara H-5 sampai H-1 antara arus mudik 2024 dengan 2025 menunjukkan adanya penurunan selama kurun waktu H-5 sampai H-1.

Pada arus mudik 2024, ada 1.045.330 unit kendaraan, sedangkan pada arus mudik 2025 terdapat 1.004.348 kendaraan atau turun sebanyak 40.982 kendaraan. Namun, puncak arus mudik tetap pada H-3, yaitu sebanyak 231.511 (2024) menjadi 255.027 kendaraan tahun ini.

"Ini artinya kebijakan WFA (work from anywhere) sepertinya tidak berpengaruh signifikan. Yang ada pengaruh sepertinya libur lebih awal, hal itu terlihat dari pergerakan pada H-10 dan H-9 yang meningkat cukup signifikan, yaitu dari 93.568 unit (H-10 2024) menjadi 161.893 (H-10 2025) dan dari 116.579 unit (H-9 2024) menjadi 166.948 unit (H-9 2025)," ujar Darmaningtyas.

Selain itu, kata Darmaningtyas, penurunan jumlah kendaraan juga terjadi di Pelabuhan Merak, Banten yang menghubungkan ke wilayah Sumatra. Berdasarkan hasil monitoring PT ASDP (Pesero), untuk kurun waktu H-10 (21/3/2025) sampai hari H (31/3/2025), hanya ada 225.400 kendaraan roda empat pada arus mudik 2025 atau turun 0,1 persen dibandingkan periode sama mudik 2024 yang mencapai 225.637 kendaraan roda empat yang menyeberang dari Pelabuhan Merak.

Meski begitu, jumlah penumpang naik 3 persen dari 859.521 (2024) menjadi 885.828 pada 2025.

2. Penyebab penurunan jumlah pemudik tahun ini

Suasana Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur, jelang mudik lebaran pada Selasa (25/3/2025). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Darmaningtyas mengaku telah memprediksi penurunan jumlah pemudik tahun ini sejak sebelum Ramadan terutama ketika pemerintah menerapkan kebijakan efisiensi anggaran. Menurut dia, dampak efisiensi anggaran sangat luas dan memengaruhi minat warga untuk melakukan mudik saat Lebaran.

"ASN-ASN muda, yang masih punya tanggungan anggsuran rumah dan kendaraan pasti memilih tidak mudik karena selama tiga bulan terakhir mereka tidak mendapatkan tambahan penghasilan, baik dari perjalanan dinas ataupun kegiatan seremonial, dan konsultansi. Mereka lebih baik mengefiensikan pendapatannya untuk membayar cicilan rumah dan kendaraan sehingga memilih tidak mudik," tutur dia.

Sementara bagi kaum lansia, minat untuk bepergian terutama mudik sangat dipengaruhi oleh berita-berita terkait cuaca ekstrem.

Di sisi lain, untuk sektor swasta, banyak perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja alias PHK. Hotel-hotel dan tempat tempat hiburan juga sepi pengunjung dan itu berdampak pada turunnya kesejahteraan karyawan sehingga mereka tidak bisa mudik.

"Mereka lebih baik menghemat pendapatnya untuk kelangsungan hidup berikutnya sambil menunggu kepastian nasib mereka," ujar Darmaningtyas.

3. Pelarangan operasional truk 16 hari berlebihan

ilustrasi truk (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Turunnya jumlah pemudik itu membuat Darmaningtyas melihat persiapan pemerintah menyambut musim mudik tahun ini terkesan berlebihan. Persiapan berlebih itu kemudian berujung pada penerapan kebijakan yang tidak sesuai evaluasi pelaksanaan mudik 2024 maupun kondisi sosial ekonomi masyarakat.

"Bila mendasarkan pada hasil evaluasi arus mudik Lebaran 2024 dan kondisi perekonomian nasional, maka persiapannya tidak perlu berlebih, karena pasti jumlah pemudik akan turun, sehingga pelarangan kendaraan truk sumbu tiga yang terlalu panjang (16 hari) pun tidak diperlukan," kata Darmaningtyas.

"Pelarangan kendaraan truk yang terlalu lama, di satu sisi menurunkan kinerja ekonomi nasional, dan di sisi lain menyebabkan hilangnya sumber pendapatan selama 16 hari bagi para pengusaha dan awak truk, akhirnya mereka pun tidak bisa mudik," sambung dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ridwan Aji Pitoko
EditorRidwan Aji Pitoko
Follow Us