Ganjar Beberkan Alasan Anak Muda Ogah Jadi Petani

Jakarta, IDN Times - Calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo, mengatakan bahwa banyak anak muda kini enggan menjadi petani.
Hal tersebut disampaikan Ganjar saat menjawab pertanyaan dari Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (KADIN) bidang Pengembangan Otonomi Daerah, Sarman Simanjorang.
“Saya habis dari sawah bertemu dengan mereka (petani). Pertanyaan yang sama saya tanyakan ke mereka, siapa di antara bapak ibu sekalian yang kepingin anaknya jadi petani? Nyaris tidak ada,” jawab Ganjar dalam Dialog Capres Bersama KADIN, Kamis (11/1/2024).
1. Perlu modernisasi pertanian

Untuk mendorong minat anak muda menjadi petani, maka diperlukan modernisasi pertanian. Apalagi, lahan pertanian yang makin sempit sehingga perlu dilakukan konsolidasi.
“Kan sudah pernah uji coba di Sukoharjo, pertanian dalam 100 hektare dalam satu hamparan. Maka mekanisasinya bisa dilakukan pengolahan tanah dengan traktor. Teknologi nanemnya maju, tidak lagi mundur, ini akan percepatan dan efisiensi," jelas Ganjar.
Adapun pembangunan ketahanan pangan yang bersifat multisektor dari hulu hingga hilir harus berbasis pada spirit kemandirian dan kedaulatan pangan untuk menciptakan sistem pangan yang tangguh dan berkelanjutan.
Komitmen mendorong ketahanan pangan Indonesia berlandaskan kemandirian pangan dan kedaulatan pangan sudah sesuai dengan amanat UU 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Dengan begitu, dia berharap komoditas pangan yang bisa diproduksi dari dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional.
2. Anak muda perlu dikasi insentif

Ia menjelaskan alasan lain yang mendorong anak muda enggan bertani adalah tidak tersedianya insentif. Dari sisi pendapatan, pekerjaan ini dinilai tidak menjanjikan bagi anak muda.
Sebaliknya, kata Ganjar, anak muda justru ingin menjadi pengusaha yang memiliki pendapatan lebih besar.
"Enggak menjanjikan, 'lebih baik jadi pegawai di Kadin gitu Pak'. Maka insentif mesti diberikan dengan cara itu," sambungnya.
Ganjar mengaku memang tidak semua anak muda enggan bertani. Dirinya juga menemukan sebagian anak muda yang memiliki keinginan tinggi dalam bertani.
"Saya menemukan anak muda yang ideologis, kasih kami pelatihan dan teknologi, mudahkan bibit, ada dari lembaga riset BRIN dan perusahaan. Sebenarnya ada ABG, bukan anak buah Ganjar, tetapi ada akademisi businessman dan government, kalau bisa kita wujudkan, dapet Pak,” papar Ganjar.
3. Petani milenial berusia 19-39 tahun

Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, petani milenial yang berada direntang usia 19-39 tahun sebanyak 16,78 juta orang. Jumlah ini ditemukannya dari hasil Sensus Tani (ST) 2023 yang dilakukan Badan Pusat Statistik untuk periode Juni-Juli 2023.
Sekretaris Utama BPS, Atqo Mardiyanto, mengatakan data petani milenial dapat menjadi salah satu indikator tingkat regenerasi di sektor pertanian. Data itu juga menunjukkan pemanfaatan teknologi digital yang diharapkan dapat menciptakan pertanian modern yang produktif dan berkelanjutan.
"Petani milenial usianya di kisaran usia 19-39 tahun yang adaptif terhadap teknologi digital, dalam hal ini mencakup penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan) modern, penggunaan internet, telepon pintar, teknologi informasi, drone dan penggunaan kecerdasan buatan," jelas Atqo dalam acara Diseminasi Hasil Sensus Pertanian 2023 di Hotel Ritz-Carlton Jakarta, Senin (4/12/2023).
Dalam catatan BPS, petani milenial yang menggunakan teknologi digital mencapai 2,6 juta dan yang tidak menggunakan digital umur 19-39 tahun mencapai 3,57 juta.
4. Mayoritas petani usia 43-58 tahun

Dia menjelaskan petani di Indonesia masih didominasi oleh generasi X yakni direntang usia 43-58 tahun, dengan proporsi 42,39 persen.
Di susul petani baby boomers yakni umur 59-77 tahun mencapai 27,61 persen. Selanjutnya, petani milenial dengan umur 27 hingga 42 tahun mencapai 25,61 persen.
Sementara itu, petani pre-boomer yakni usia lebih dari 78 tahun yang menjadi petani hanya 2,24 persen dan generasi Z yang berada di rentang umur 11 hingga 26 tahun mencapai 2,14 persen.
"Jadi terjadi peningkatan proporsi pengelola UTP diatas 55 tahun, tapi dibawah 44 tahun alami penurunan. Saya tidak menyimpulkan, tapi bisa disimpulkan sendiri kondisi petani di Indonesia. Tapi secara umum pengelola UTP perorangan di Indonesia berumur 45 tahun ke atas," sambung Ganjar.
Oleh karena itu, menurutnya, perlu kebijakan untuk mendorong anak muda untuk ikut bertani, untuk mendukung kedaulatan pangan.