Gegara The Fed, Pelemahan Rupiah Diprediksi Masih Berlanjut

Jakarta, IDN Times - Tren pelemahan rupiah dalam beberapa bulan terakhir berlanjut. Bahkan sepanjang kemarin (7/7/2023), rupiah terkoreksi cukup dalam 0,57 persen atau Rp15.142,5 per dolar AS.
Senior Ekonom DBS Bank Radhika Rao menagatakan pelemahan rupiah masih akan terjadi dalam jangka pendek. Pelemahan ini disebabkan penguatan dolar AS akibat stance kebijakan The Fed yang hawkish.
"Pelemahan ini karena pasar masih bingung, terkait arah kebijakan The Fed apakah akan menaikkan suku bunga acuannya sekali lagi atau mereka akan berhenti," ujarnya.
1. Rupiah berpeluang menguat tapi tak signfikan

Radhika melihat peluang penguatan rupiah menjelang akhir tahun namun tidak akan signifikan. Pasalnya, jika The Fed benar merealisasikan dua kali kenaikan, maka suku bunga acuan di AS dan Indonesia akan berada pada level yang sama di 5,75 persen.
"Kami perkirakan rupiah akan menguat sedikit yakni sekitar Rp15 ribu per dolar AS, sehingga rupiah (sulit) untuk kembali ke level Rp14.500 per dolar AS," jelasnya.
2. Cadev Juni turun untuk intervensi stabilkan rupiah

Radhika menjelaskan posisi cadangan devisa (cadev) Juni yang menurun 1,8 miliar dolar AS menjadi 137,5 miliar dolar AS, disebabkan langkah intervensi BI untuk menstabilkan rupiah. Ini sejalan dengan penguatan dolar AS dalam beberapa waktu terakhir.
Selain itu, turunnya cadev juga dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah.
"Dibandingkan menaikkan suku bunga acuan untuk menstabilkan rupiah, BI memilih melakukan intervensi agar rupiah menguat. Jadi ini yang menyebabkan cadangan devisa menurun," tuturnya.
3. Akhir tahun, IHSG diproyeksi tembus di 7.500

Ekonom Senior DBS Group Research, Maynard Priajaya Arif, memproyeksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada di level 7.500 pada akhir 2023. Hal tersebut dipengaruhi oleh sejumlah sentimen diantarnaya The Fed hingga penyelenggaraan Pemilu.
"Jadi untuk semester kedua tahun 2023 ini kita positif terhadap IHSG dan Hang Seng. Jadi market Indonesia dan Hong Kong, sementara netral pada market yang lain," jelasnya.
Maynard bilang, pertumbuhan ekonomi rata-rata market Indonesia cukup bagus dibanding market ASEAN. Adapun pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I berada di level 5,03 persen sementara valuasinya di indeks sekitar 0,79.
Lebih lanjut. Maynard menjelaskan, pasar masih mewanti-wanti untuk mewaspadai kebijakan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed yang masih tidak pasti.