Hanya Setengah Warga DKI Punya Rumah, Rusun Bisa Jadi Solusi?

- 56,57% warga DKI tidak memiliki rumah
- Rusun dianggap solusi realistis untuk revitalisasi kawasan kumuh
- Dana bansos diusulkan dipakai untuk prioritas rumah susun
Jakarta, IDN Times - Persentase kepemilikan rumah di Jakarta hanya mencapai 56,57 persen menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).
Selain faktor daya beli, kurangnya ketersediaan rumah (backlog di kawasan perkotaan) juga mempengaruhi kondisi tersebut. Pada akhirnya, kondisi itu mendorong banyaknya perumahan kumuh di ibu kota.
Menurut Pengamat Infrastruktur dan Tata Kota, Yayat Supriatna, program penataan kawasan kumuh vertikal atau revitalisasi rumah susun (rusun) maupun pengembangan hunian subsidi di tengah kota dinilai sebagai langkah strategis untuk meningkatkan kualitas hidup warga perkotaan.
"Rusun itu sangat penting dalam program revitalisasi kawasan kumuh lantaran memiliki kualitas bangunan yang lebih baik, sanitasi yang lebih optimal, air bersih yang cukup, lingkungan yang lebih sehat, pencahayaannya yang lebih bagus," ujar Yayat dikutip Jumat, (25/7/2025).
1. Masyarakat pilih cari rumah jauh dari ibu kota

Untuk mengatasi masalah itu, Yayat melihat banyak masyarakat memilih tinggal di pinggiran Jakarta. Hal itu membuat biaya transportasi menjadi lebih besar, bahkan hingga 30-40 persen pengeluarannya hanya untuk transportasi.
Yayat menyebut revitalisasi rusun menjadi solusi paling realistis untuk kota-kota besar seperti Jakarta agar lebih tertata dan layak huni. Dia mengingat, Presiden Prabowo Subianto pernah menyinggung keberhasilan Singapura dalam pembangunan hunian vertikal.
"Hal itu sudah dinyatakan oleh Presiden Prabowo Subianto di Singapura. Di mana beliau akan meniru Singapura dalam penyediaan perumahan itu. Artinya, warga didorong untuk tinggal di rumah susun," ujar Yayat.
Selain menata kawasan, Yayat menilai program revitalisasi dan pengembangan hunian subsidi vertikal efektif menekan backlog perumahan dan mendukung target pemerintah menyediakan satu juta rumah perkotaan.
Yayat menekankan pembangunan rumah susun menjadi langkah paling masuk akal untuk memenuhi kebutuhan hunian di kota besar yang lahannya terbatas.
"Solusi mengatasi backlog untuk kawasan perkotaan yang paling realistis adalah membangun rumah susun," kata Yayat.
2. Pemprov DKI diusulkan pakai dana bansos buat revitalisasi rusun

Yayat mengatakan, masalah ini juga bisa diatasi dengan mendorong kolaborasi erat antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam penyediaan rumah susun agar lebih terintegrasi dan tepat sasaran.
Yayat menilai, anggaran Jakarta yang mencapai Rp17-18 triliun per tahun untuk bansos bisa digunakan untuk memprioritaskan warga pindah ke rumah susun.
Program revitalisasi rusun ini, kata Yayat, harus menyasar generasi produktif berusia 25 sampai 40 tahun seperti gen z dan milenial. Generasi tua dinilai lebih sulit diarahkan untuk tinggal di rumah susun karena faktor budaya dan kebiasaan.
"Kalau orang tua itu susah didorong pindah ke rusun. Makanya kelompok-kelompok usia produktif itu harus lebih diprioritaskan untuk mendapatkan rumah susun," ujar Yayat.
Menurutnya, transformasi ini bukan hanya merevitalisasi fisik rumah susun semata, tetapi juga menata ulang budaya masyarakat perkotaan. Yayat menilai, perubahan pola pikir dan gaya hidup warga menjadi kunci agar Jakarta mampu bertransformasi menjadi kota kelas dunia.
"Jakarta tidak akan pernah jadi kota global kalau warganya tidak berubah," kata Yayat.
Namun, menurutnya program revitalisasi rumah susun maupun pengembangan hunian vertikal subsidi tidak bisa dilepaskan dari peran vital Perumnas sebagai penyedia hunian masyarakat perkotaan.
Yayat menilai, Perumnas memiliki pengalaman panjang dalam membangun kawasan hunian terjangkau, seperti di Kota Depok dan Kota Bekasi.
"Sudahlah, urusan Rusunami beri bantuan kepada Perumnas melalui kerja sama Himbara agar bisa mengembalikan kejayaan Perumnas seperti era 70-an," kata Yayat.
3. Rusun harus diintegrasikan dengan sarana transportasi

Menurut Yayat, revitalisasi rumah susun maupun pengembangan hunian vertikal subsidi yang sudah dimiliki Perumnas seperti di Klender atau Alonia Kemayoran harus segera dioptimalkan dan dikembangkan lebih lanjut. Dia menilai, penambahan jumlah tower serta integrasi transportasi umum menjadi kunci agar kawasan rusun ini semakin diminati masyarakat.
"Itu tinggal dikembangkan lagi dengan menambah jumlah tower hingga mengintegrasikan dengan transportasi umum seperti kereta api atau TransJakarta," kata dia.
Plt Direktur Utama Perumnas, Tambok Setyawati, mengatakan, pihaknya mendukung percepatan program revitalisasi kawasan hunian serta pengembangan hunian subsidi vertikal di kawasan perkotaan.
Menurutnya, proyek seperti Rusun Klender dan Alonia Kemayoran merupakan bukti hunian subsidi yang layak dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tetap bisa diwujudkan di tengah kota.
"Kami percaya bahwa akses terhadap hunian yang layak dan terjangkau di pusat kota adalah hak semua warga. Perumnas hadir untuk menjawab tantangan itu," ujar Tambok.