LPS Pede Ekonomi RI Tumbuh di Atas 5 Persen Kuartal II-2022

Jakarta, IDN Times - Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa memprediksi ekonomi Indonesia di kuartal II-2022 bisa tumbuh di atas 5 persen, atau mendekati 5,5 persen secara year on year (yoy).
Dia mencatat, peredaran uang di dalam negeri sangat pesat, terutama disebabkan oleh tingginya permintaan masyarakat di periode Lebaran 2022.
“Artinya demand masyarakat sangat tinggi. Jadi pasti di atas kuartal pertama. Mungkin di mendekati 5,5 persen,” kata Purbaya dalam Fortune Indonesia Summit 2022 di Hotel The Westin, Jakarta, Rabu (18/5/2022).
1. Ekonomi Indonesia mulai ekspansi usai resesi

Purbaya mengatakan saat ini perekonomian Indonesia sudah mulai ekspansi, usai mengalami resesi pada pertengahan 2020 hingga awal 2021. Menurutnya, resesi itu sudah menjadi siklus dalam perekonomian Tanah Air.
“Nah ekonomi Indonesia itu punya siklus bisnis. Jadi sekitar 7 tahun biasanya kalau kita biasa saja. Kalau pintar bisa 10 tahun. Jadi 7 tahun ekspansi, jatuh resesi, ekspansi, resesi. Nah kemarin kan 2020 ya jatuhnya, harusnya kita bisa ekspansi. Sekarang sudah mulai ekspansi nih,” ucap Purbaya.
Melihat siklus itu, dia meyakini pertumbuhan ekonomi bisa terus terjadi selama sekitar 7 tahun ke depan.
“Kita bisa tumbuh 7 tahun lagi sampai 2028-2029. Ya ini kita sekarang masih masa ekspansi lagi. Saya semakin yakin dengan kebijakan KSSK yang semakin kompak, dan dengan kebijakan yang pas, yang menjaga permintaan dalam negeri, termasuk memaksa perbankan berpikir untuk menyalurkan kredit, itu akan berdampak positif sekali pada perekonomian kita. Sehingga siklus yang sampai 2029 tadi hampir pasti terjadi,” kata dia.
2. LPS klaim tingkat inflasi masih terkendali

Dia juga menilai tingkat inflasi di Indonesia masih terkendali. Menurutnya, realisasi inflasi pada April 2022 yang sebesar 3,47 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan periode sebelum pandemik COVID-19.
"Kita lihat angka inflasi kita terakhir hanya 3,47 persen. Naik dibanding sebelumnya sih. Tetapi untuk Indonesia itu angka yang historically low. Berapa mungkin 10 tahun lalu kita biasa dengan angka 6-7 persen. Jadi angka ini bukanlah angka kiamat," kata Purbaya.
3. Dampak perang Rusia-Ukraina dinilai tak signifikan

Terkait krisis pangan yang mengancam karena adanya perang antara Rusia dan Ukraina, menurutnya juga tak signifikan di Indonesia. Sebab, Indonesia yang biasanya mengimpor gandum dari Ukraina, kini sudah bisa mencari alternatif.
“Datanya sekarang kita pindah ke Australia. Jadi kemungkinan besar yang di Ukraina itu akan berdampak. Tapi mungkin tidak separah yang kita duga sebelumnya,” kata dia.