Orang Kaya Dunia Harus Menyumbang Lebih untuk Krisis Iklim

- Orang kaya bertanggung jawab atas emisi gas rumah kaca lebih banyak daripada kelompok miskin.
- Pembiayaan iklim dapat dikembangkan melalui pajak kekayaan global, retribusi penumpang pesawat, dan pajak karbon pada pelayaran internasional.
- Pendanaan iklim menjadi fokus utama KTT iklim PBB tahun ini, dalam perhelatan COP29 di Azerbaijan.
Jakarta, IDN Times – Seorang pakar yang menjadi penyusun Perjanjian Paris, Laurence Tubiana, mengatakan orang-orang kaya di dunia harus memberikan kontribusi lebih dalam penanganan krisis iklim. Kontribusi itu bisa disalurkan melalui pajak maupun pungutan konsumsi.
Menurut Tubiana, kelompok 1 persen orang terkaya dunia bertanggung jawab atas lebih banyak emisi gas rumah kaca. Kelompok ini juga hanya memiliki sedikit kerentanan akibat dampak perubahan iklim yang menyebabkan penderitaan dan kematian dibanding kelompok miskin lainnya.
“Ketidakadilan ini benar bukan hanya terjadi di antara negara berkembang. Di setiap negara, baik itu 1 persen orang kaya China, India, ataupun AS, mereka memiliki gaya hidup yang sangat-sangat mirip, dalam hal konsumsi berlebihan,” katanya, dilansir The Guardian, Selasa (4/6/2024).
1. Mencari alternatif pembiayaan iklim global

Menurut Tubiana, ada beberapa usulan pembiayaan iklim yang dapat dikembangkan. Pertama, penerapan pajak kekayaan global. Brasil sangat antusias dengan usulan ini.
Usulan lainnya adalah penerapan retribusi penumpang pesawat. Upaya ini berasal dari asumsi bahwa kebanyakan orang kaya lebih sering melakukan penerbangan setiap tahunnya. Tubiana mengatakan retribusi dapat ditargetkan pada kursi kelas bisnis dan kelas utama.
Ketiga, sumber pendapatan lain yang bisa diperoleh adalah pajak karbon pada pelayaran internasional dan retribusi bahan bakar fosil. Pendanaan ini dapat menghasilkan miliaran dolar tanpa mengganggu perdagangan global.
2. Mengedepankan unsur keadilan

Tubiana menegaskan, penting untuk menangani ketidaksetaraan agar masyarakat dapat menerima dan mendukung langkah-langkah untuk mengatasi masalah iklim.
”Jika ingin menghindari konflik yang nyata, kita harus mengedepankan unsur keadilan sosial,” tutur kepala eksekutif European Climate Foundation itu.
Menurutnya, sah-sah saja membicarakan perpajakan, mengingat besarnya elemen dampak iklim, dan perlunya memobilisasi lebih banyak dana untuk merespons transisi menuju ekonomi rendah karbon dan adaptasi terhadap dampak cuaca ekstrem.
Tubiana adalah salah satu Ketua Satuan Tugas Pajak Internasional (ITTF), sebuah inisiatif yang dipelopori oleh pemerintah Barbados, Perancis dan Kenya. Satuan ini dibentuk pada pertemuan puncak iklim PBB tahun lalu yang mengkaji gagasan untuk mengumpulkan jumlah yang diperlukan.
3. Pemerintah harus menemukan cara-cara baru

Pendanaan iklim akan menjadi fokus utama KTT iklim PBB tahun ini, dalam perhelatan COP29, di Azerbaijan.
Pada Senin, perwakilan pemerintah berkumpul di Bonn, Jerman, tempat sekretariat kerangka kerja PBB mengenai perubahan iklim bermarkas. Mereka melakukan pembicaraan pendahuluan selama dua minggu, di mana para pejabat akan menguji beberapa proposal utama.
Meski belum ada kesepakatan yang jelas mengenai langkah ke depan, Tubiana mengatakan ada pengakuan luas di kalangan pemerintah bahwa cara-cara baru harus ditemukan.
“Pada pertemuan G20, terdapat konsensus yang cukup besar, ya, kita harus berbuat lebih baik, kita harus mereformasi sistem perpajakan kita,” katanya.
Dilansir halaman PBB, krisis iklim telah menjadi isu utama yang dibahas selama beberapa dekade belakangan ini. Semuanya adalah dampak yang dimulai sejak tahun 1800-an. Aktivitas manusia telah menjadi pendorong utama perubahan iklim, terutama akibat pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas.