Pekerja Starbucks Mogok Massal Tuntut Kenaikan Gaji

- Para pekerja Starbucks protes gaji, mogok selama lima hari di kota-kota besar AS menjelang Natal.
- Barista menuntut upah yang cukup untuk kebutuhan dasar, menolak tawaran kenaikan gaji tahunan sebesar 1,5 persen yang dinilai tidak cukup.
Jakarta, IDN Times - Para pekerja Starbucks yang tergabung dalam serikat pekerja Starbucks Workers United memulai aksi mogok selama lima hari sejak Jumat (20/12/2024). Pemogokan ini terjadi di kota-kota besar seperti Los Angeles, Chicago, dan Seattle, dengan kemungkinan meluas hingga ratusan toko lainnya menjelang malam Natal.
Aksi ini merupakan bentuk protes atas minimnya kemajuan dalam negosiasi kontrak kerja antara pihak serikat dan perusahaan. Para pekerja mengatakan, ada sejumlah toko yang tutup akibat pemogokan tersebut, namun Starbucks menyatakan sebagian besar toko mereka tetap beroperasi normal.
1. Sekitar 10 toko Starbuck tutup

Barista di beberapa kota besar menggelar aksi mogok, yang menyebabkan setidaknya 10 toko tutup hingga Jumat siang waktu setempat.
Salah satu barista yang ikut dalam aksi di Los Angeles, Cassie Pritchard mengatakan bahwa upah yang ditawarkan perusahaan tidak mencukupi kebutuhan dasar pekerja.
"Upah yang adil dan layak... Anda harus mampu membayar sewa, makanan, dan perawatan kesehatan," ujarnya Pritchard, dikutip dari CBS News, Minggu (22/12).
Dia mengatakan, tawaran Starbucks berupa kenaikan gaji tahunan sebesar 1,5 persen tidak akan mampu mengimbangi inflasi.
"Sebenarnya ini adalah pemotongan gaji. Ini kenaikan gaji normal," ucap Pritchard.
Meski demikian, Starbucks menyatakan, aksi ini tidak memberikan dampak signifikan pada operasional toko mereka. Perusahaan menyebut sebagian besar toko di AS tetap buka dan melayani pelanggan seperti biasa.
2. Tuntutan utama: kenaikan upah dan kondisi kerja yang lebih baik

Serikat pekerja menuntut kenaikan upah minimum sebesar 64 persen dilakukan segera dan hingga 77 persen dalam tiga tahun ke depan. Mereka juga mendesak perusahaan menyelesaikan ratusan tuduhan praktik kerja tidak adil yang dilaporkan ke Dewan Hubungan Tenaga Kerja Nasional.
Di sisi lain, Starbucks menyatakan, rata-rata upah pekerja mereka telah mencapai 18 dolar AS atau setara Rp291 ribu (asumsi Rp16.171 ribu per dolar AS) per jam, dengan tambahan manfaat seperti biaya kuliah gratis, perawatan kesehatan, dan cuti keluarga berbayar. Jika dihitung keseluruhan, nilai kompensasi pekerja yang bekerja setidaknya 20 jam per minggu mencapai 30 dolar AS per jam atau setara Rp485 ribu.
Namun serikat pekerja menilai angka ini tidak cukup, terutama ketika dibandingkan dengan pendapatan eksekutif. Mereka menyoroti penghasilan CEO Starbucks, Brian Niccol, yang bisa mencapai lebih dari 100 juta dolar AS atau setara Rp1,6 triliun pada tahun pertamanya menjabat.
Presiden Starbucks Workers United, Lynne Foxmenegaskan para pekerja hanya ingin diperlakukan secara adil.
"Para barista yang tergabung dalam serikat pekerja tahu nilai mereka, dan mereka tidak akan menerima usulan yang tidak memperlakukan mereka sebagai mitra sejati," kataFox.
3. Pemogokan di musim liburan bukan hal baru

Pemogokan di akhir tahun ini mengingatkan pada aksi serupa yang terjadi sebelumnya. Pada November 2023, ribuan pekerja Starbucks lebih dari 200 toko melakukan mogok saat Red Cup Day, salah satu momen penjualan terbesar bagi perusahaan. Sebelumnya pada Juni 2023, aksi mogok juga dilakukan sebagai respons atas dugaan larangan tampilan Pride di beberapa toko.
Meski Starbucks menyatakan telah melakukan negosiasi dengan serikat sejak April dan mencapai lebih dari 30 kesepakatan dengan serikat lain, jalan menuju kesepakatan untuk para barista masih buntu.
"Dalam setahun ketika Starbucks menginvestasikan jutaan dolar pada talenta eksekutif papan atas, perusahaan tersebut gagal memberikan proposal ekonomi yang layak kepada para barista yang menjalankan perusahaannya," kata Fatemeh Alhadjaboodi, seorang barista Starbucks asal Texas dalam sebuah pernyataan delegasi perundingan.