Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (ANTARA FOTO/ Sigid Kurniawan)

Intinya sih...

  • Rupiah menguat 8,50 poin di pasar spot pada Rabu (4/12/2024), ditutup pada level Rp15.937 per dolar AS.
  • Mayoritas pergerakan mata uang di Asia kompak menguat, termasuk Bath Thailand, ringgit Malaysia, dan yuan China.

Jakarta, IDN Times - Pergerakan nilai tukar rupiah di pasar spot berbalik  menguat (rebound) pada akhir perdagangan hari ini, Rabu (4/12/2024). Rupiah ditutup pada level Rp15.937 per dolar AS.

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah terpantau menguat 8,50 poin atau 0,05 persen dibandingkan penutupan sebelumnya di levelRp15.945,5 per dolar AS. 

1. Mata uang di kawasan Asia menguat

Hingga pukul 15.11 WIB, mayoritas pergerakan mata uang di Asia kompak menguat. Bath Thailand menguat 0,12 persen, ringgit Malaysia menguat 0,47 persen, yuan China menguat 0,20 persen.

Sementara Peso Filipina menguat 0,56 persen, won Korea menguat 1,09 persen, dolar Taiwan menguat 0,37 persen. Sementara Yen Jepang melemah 0,55 persen. 

2. Rupiah masih akan tertekan dalam sepekan

Analis Mata Uang dan Komoditas Doo Financial Futures, Lukman Leong memperkirakan, rupiah masih akan tertekan sepekan ini. Investor, kata dia, juga cederung menghindari mata uang beresiko.

"Sedangkan mata uang emerging mengantisipasi pidato Powell (Ketua Federal Reserve Jerome Powell) dan rilis data-data ekonomi penting AS pekan ini," ujarnya.

3. Investor masih fokus jelang pidato the Fed

Direktur Utama PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan, investor masih fokus pada dolar AS menjelang pidato Powell pada Rabu waktu setempat.

"Pidatonya disampaikan hanya beberapa minggu sebelum pertemuan terakhir Fed untuk tahun ini, di mana bank sentral secara luas diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin," ujarnya.

Ibrahim menambahkan, data penggajian nonpertanian November yang dirilis Jumat akan menjadi faktor penting bagi keputusan the Fed, terutama mengingat inflasi yang kuat dan ketahanan pasar tenaga kerja.

Editorial Team