Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Singapura Prioritaskan Perlindungan Pekerjaan di Era AI dan Tarif AS

Ilustrasi Bendera Singapura (freepik.com/natanaelginting)
Ilustrasi Bendera Singapura (freepik.com/natanaelginting)
Intinya sih...
  • Perang tarif AS-China mempengaruhi ekonomi Singapura, khususnya sektor teknologi dan farmasi.
  • Inisiatif pemerintah untuk mempersiapkan pekerja menghadapi ancaman kecerdasan buatan dengan peluncuran inisiatif pencocokan kerja berbasis komunitas.
  • Kebijakan tarif AS dan arus impor produk China berisiko memperlebar ketimpangan ekonomi di Asia Tenggara, termasuk Singapura.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri Singapura, Lawrence Wong, mengatakan bahwa perlindungan pekerjaan bagi warga akan menjadi prioritas utama pemerintah. Pernyataan ini disampaikan pada pidato National Day Rally yang digelar untuk memperingati 60 tahun kemerdekaan Singapura pada Minggu (17/8/2025).

Pada pidato yang berlangsung di ITE College Central, Ang Mo Kio, Lawrence Wong menyampaikan bahwa Singapura menghadapi ancaman dari meningkatnya hambatan perdagangan global serta perkembangan pesat kecerdasan buatan (AI).

1. Tantangan tarif perdagangan AS terhadap ekonomi Singapura

Lawrence Wong mengungkapkan bahwa salah satu tantangan terbesar adalah perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China, serta kebijakan tarif yang diterapkan Presiden Donald Trump. Sejak April 2025, AS memberlakukan tarif sebesar 10 persen untuk semua barang asal Singapura.

Wong menilai bahwa langkah AS ini mempercepat fragmentasi ekonomi global. Lebih lanjut, tarif ini telah berdampak pada ekspor Singapura terutama sektor teknologi dan farmasi.

“Apa yang dilakukan AS saat ini bukanlah reformasi, namun penolakan terhadap sistem yang mereka ciptakan sendiri,” tutur Lawrence Wong pada sidang parlemen Singapura, dilansir Business Times.

Meski berbagai negosiasi telah terjadi hingga Agustus, sebagian besar tarif bagi negara-negara di Asia Tenggara tetap tinggi, berkisar 10–30 persen.

“Tidak ada jaminan kapan tarif dasar ini dapat berubah atau meningkat kembali, bahkan pada sektor strategis seperti semikonduktor atau farmasi.” kata Wong.

2. Inisiatif pemerintah mempersiapkan pekerja menghadapi ancaman kecerdasan buatan

Wong mengatakan bahwa pesatnya perkembangan teknologi, khususnya AI, membawa perubahan besar pada pasar tenaga kerja. Banyak pekerjaan yang akan berevolusi atau bahkan menghilang akibat otomatisasi, namun muncul peluang kerja baru di bidang teknologi.

“Singapura akan berada di pusat setiap kebijakan ekonomi, termasuk menghadapi pesatnya pertumbuhan AI. Kami akan terus melakukan investasi pada riset dan inovasi," kata Wong, dilansir Channel News Asia.

Salah satu langkah konkret yang diumumkan adalah peluncuran inisiatif pencocokan kerja berbasis komunitas oleh Community Development Councils (CDC), agar warga dapat menemukan kerja yang lebih relevan dengan keahlian mereka.

“Dengan setiap gelombang teknologi baru, kami beradaptasi dan memperbarui keterampilan tenaga kerja, seperti program pelatihan komputer di tahun 1980-an,” jelas Wong.

Wong juga menekankan penguatan program SkillsFuture Level Up dan peningkatan pelatihan bagi pekerja paruh baya serta lulusan baru.

"Kami akan terus melengkapi dan memberdayakan setiap perusahaan, terutama UKM, agar mampu memanfaatkan AI secara efektif serta meningkatkan daya saing,” ujarnya.

3. Strategi sosial ekonomi menyikapi ketimpangan akibat perang dagang dan teknologi

Analisa sejumlah pakar ekonomi global menunjukkan bahwa kebijakan tarif AS dan arus impor produk China berisiko memperlebar ketimpangan ekonomi di Asia Tenggara, termasuk Singapura.

“Kebijakan Presiden Trump berdampak negatif terhadap populasi di Asia Tenggara, terutama yang kurang mampu," kata Budy Resosudarmo, ekonom di Australian National University, dilansir DW. Ia menambahkan, sektor-sektor yang padat karya seperti manufaktur garmen lebih rentan terhadap perubahan ini.

Menurut penjelasan Hwok-Aun Lee, seorang peneliti di ISEAS-Yusof Ishak Institute, lonjakan impor produk China ke kawasan Asia Tenggara berpotensi mengakibatkan stagnasi upah serta memperlambat akumulasi kekayaan di kalangan pekerja.

Selain itu, sejak April 2025, pemerintah Singapura telah aktif menjalankan diplomasi serta membentuk satuan tugas khusus untuk melindungi sektor-sektor penting seperti farmasi dan semikonduktor guna mengantisipasi dampak negatif dari perang dagang yang terjadi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us