Sri Mulyani: Ketidakpastian Global Bersifat Lebih Permanen

- Kepercayaan terhadap lembaga multilateral melemah
- Ketegangan global dan minimnya mekanisme penyelesaian
- Dunia menghadapi perpetual shock
Jakarta, IDN Times – Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, ketidakpastian global saat ini tidak disebabkan oleh bencana alam atau peristiwa temporer lainnya, melainkan oleh tindakan unilateral, seperti penerapan tarif impor secara luas oleh Amerika Serikat (AS) terhadap hampir seluruh mitra dagangnya.
"Kita melihat ketidakpastian ini bersifat lebih permanen karena bukan berasal dari kondisi temporer, melainkan dari perubahan yang bersifat struktural dan cenderung berlangsung dalam jangka menengah hingga panjang," ujar Sri Mulyani dalam acara CNBC Indonesia Economic Update 2025 di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2025).
1. Kepercayaan terhadap lembaga multilateral melemah

Sri Mulyani menjelaskan, banyak negara besar kini mulai kehilangan kepercayaan terhadap lembaga-lembaga keuangan multilateral, seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Dana Moneter Internasional (IMF), dan Bank Dunia (World Bank). Hal ini terjadi karena kepentingan negara-negara besar dinilai tidak lagi terwakili atau terakomodasi dalam lembaga-lembaga tersebut.
"Negara-negara kuat merasa perlu menyelesaikan masalah mereka sendiri tanpa melibatkan lembaga multilateral. Inilah yang disebut sebagai unilateralisme, yakni penyelesaian sengketa secara bilateral tanpa mekanisme kolektif," tuturnya.
Menurutnya, masih banyak negara yang berharap sengketa global dapat diselesaikan melalui mekanisme multilateral seperti yang diatur oleh WTO. Namun, kini peran lembaga tersebut semakin dipertanyakan.
"Banyak negara masih berharap jika terjadi sengketa, penyelesaiannya dilakukan melalui WTO. Tapi sekarang, WTO tidak atau sangat kurang berfungsi," imbuh Sri Mulyani.
2. Ketegangan global dan minimnya mekanisme penyelesaian

Ia juga menekankan, dalam setiap interaksi antarnegara atau antarpemimpin, hampir selalu muncul perbedaan pandangan, sengketa, bahkan potensi konflik. Kondisi ini semakin rumit karena dunia saat ini tengah menghadapi ketegangan yang berlangsung terus-menerus, akibat dominasi rezim unilateral yang berpadu dengan kepentingan keamanan dan politik sempit dari masing-masing negara.
"Pertanyaannya adalah bagaimana kita membentuk mekanisme penyelesaian yang adil dan berkelanjutan," katanya.
3. Dunia menghadapi perpetual shock

Lebih lanjut, ia menyebut, dunia kini tengah menghadapi kondisi yang disebut perpetual shock, yakni guncangan terus-menerus yang muncul akibat keputusan sepihak dari negara atau pemimpin politik, yang lebih didasarkan pada kepentingan domestik dan situasional, bukan pada pertimbangan global.
Dalam jangka pendek, upaya untuk meredam ketidakpastian ini dilakukan melalui berbagai inisiatif bilateral. Salah satunya adalah komunikasi antara Amerika Serikat dan Tiongkok, seperti panggilan telepon antara Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping, yang kemudian membuka jalur negosiasi.
Namun demikian, hasil dari upaya bilateral tersebut masih belum jelas, sehingga ketidakpastian global tetap membayangi prospek ekonomi dan stabilitas dunia.
"Ada dua ketidakpastian besar saat ini: ketidakpastian mengenai mekanisme apa yang akan disepakati, dan ketidakpastian tentang hasil akhirnya," tegas Sri Mulyani.