Temuan KLH: Tambang Nikel di Raja Ampat Sebabkan Pencemaran Alam

- PT GAG Nikel melakukan tambang di hutan lindung, termasuk pulau kecil
- PT ASP menyebabkan pencemaran alam akibat settling pond yang jebol dan kegiatan di kawasan suaka alam
Jakarta, IDN Times - Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menemukan adanya beberapa pelanggaran pada aktivitas pertambangan nikel yang dilakukan di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Dari lima perusahaan yang mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP), ada yang melakukan pelanggaran seperti melakukan kegiatan di kawasan hutan lindung, menyebabkan pencemaran alam, melakukan kegiatan di luar izin kawasan, dan sebagainya.
"Kami tidak akan membiarkan satu inci pun kerusakan di wilayah yang menjadi rumah bagi 75 persen spesies karang dunia dan ribuan spesies endemik. Penegakan hukum dan pemulihan lingkungan menjadi komitmen utama kami,” kata Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, dikutip dari keterangan resmi, Minggu (8/6/2025).
1. PT Gag Nikel lakukan kegiatan tambang di hutan lindung

Berdasarkan keterangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), PT Gag Nikel adalah pemegang Kontrak Karya (KK) Generasi VII dengan luas wilayah 13.136 hektare (Ha) di Pulau Gag. Saat ini, tambang PT Gag telah memasuki tahap operasi produksi berdasarkan SK Menteri ESDM No. 430.K/30/DJB/2017 yang berlaku hingga 30 November 2047.
Perusahaan telah memiliki dokumen amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) pada 2014, lalu adendum amdal pada 2022, dan adendum amdal tipe A yang diterbitkan tahun lalu oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kementerian ESDM menyatakan PT Gag Nikel juga mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) pada 2015 dan 2018. Lalu, Penataan Areal Kerja (PAK) diterbitkan tahun 2020.
Hingga 2025, total bukaan tambang mencapai 187,87 ha, dengan 135,45 ha telah direklamasi.
Namun, menurut Kementerian Lingkungan Hidup, PT Gag Nikel berkegiatan di Pulau Gag yang seluruhnya masuk dalam kawasan hutan lindung dan termasuk kategori pulau kecil.
Oleh sebab itu, persetujuan lingkungannya akan ditinjau kembali, dan KLH/BPLH akan memerintahkan pemulihan atas dampak ekologis yang terjadi.
2. PT ASP sebabkan pencemaran alam

Kemudian, PT Anugerah Surya Pratama (ASP) yang melakukan penambangan nikel di Pulau Manuran yang memiliki luas 1.173 hektare dinyatakan menyebabkan pencemaran akibat settling pond yang jebol dan kegiatan di kawasan suaka alam.
KLH/BPLH akan memerintahkan peninjauan ulang izin lingkungan dan melakukan penegakan hukum pidana serta gugatan perdata.
Sebagai informasi, PT ASP mengantongi IUP Operasi Produksi berdasarkan SK Menteri ESDM Nomor 91201051135050013 yang diterbitkan pada 7 Januari 2024 dan berlaku hingga 7 Januari 2034. PT ASP telah memiliki dokumen amdal pada 2006, dan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) di tahun yang sama dari Bupati Raja Ampat.
3. PT MRP lakukan kegiatan tanpa kantongi PPKH

Tak berhenti sampai di situ, KLH menyatakan PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) yang melakukan eksplorasi di Pulau Manyaifun dan Batang Pele, berkegiatan tanpa dokumen lingkungan dan tanpa Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Oleh sebab itu, kegiatannya dihentikan dan langkah hukum akan ditempuh.
Perusahaan ini merupakan pemegang IUP dari SK Bupati Raja Ampat No. 153.A Tahun 2013 yang berlaku selama 20 tahun hingga 26 Februari 2033 dan mencakup wilayah 2.193 Ha di Pulau Batang Pele.
Lalu, PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) melakukan kegiatan di Pulau Kawe, pulau kecil yang berada di kawasan hutan produksi. Pengawasan menemukan kegiatan di luar izin kawasan.
Oleh sebab itu, KLH akan meninjau kembali izin lingkungan, dan melanjutkan ke proses hukum atas pelanggaran kehutanan.
PT KSM memiliki IUP dengan dasar hukum SK Bupati No. 290 Tahun 2013, yang berlaku hingga 2033 dengan wilayah seluas 5.922 ha.
Untuk penggunaan kawasan, PT KSM memegang IPPKH berdasarkan Keputusan Menteri LHK pada 2022.