Pemerintah Bakal Moratorium Pembangunan Smelter Jenis Ini

Antisipasi krisis pasokan nikel dalam negeri

Jakarta, IDN Times - Pemerintah memutuskan moratorium terhadap izin pembangunan pabrik pemurnian mineral (smelter) nikel kelas II untuk proses pirometalurgi.

"Dari Kemenkomarves juga mengatakan bahwa pemerintah tidak akan mengeluarkan lagi izin untuk pembangunan smelter jenis untuk proses pirometalurgi untuk nikel kelas II," kata Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, Irwandy Arif, dalam keterangan tertulis, Kamis (19/10/2023).

1. Pembatasan dilakukan agar Indonesia tak kekurangan pasokan nikel

Pemerintah Bakal Moratorium Pembangunan Smelter Jenis IniAktivitas pertambangan nikel Hillcon (dok. Hillcon)

Irwandi mengatakan, Kementerian ESDM bakal membatasi pembangunan smelter nikel kelas II dengan mempertimbangkan supply dan demand bijih nikel.

Pemerintah menyadari keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan bijih nikel diperlukan, agar tidak menjadikan Indonesia sebagai pengimpor bijih nikel.

Jadi, moratorium yang dilakukan bertujuan agar smelter yang sudah terbangun tetap mendapatkan pasokan bijih nikel untuk keberlanjutan operasi produksi mereka.

"Kementerian ESDM sudah ada rencana untuk melakukan pembatasan," tuturnya.

Baca Juga: IMA Dukung Hilirisasi Tambang Berkelanjutan, 2025 Smelter Operasi Full

2. Pemerintah akan mengkaji kebijakan secara komprehensif

Pemerintah Bakal Moratorium Pembangunan Smelter Jenis IniIDN Times/Istimewa

Dijelaskan Irwandy, pemerintah bakal melakukan kajian secara komprehensif terhadap kebijakan tersebut, terutama untuk proses nikel yang ada di Indonesia, baik nikel berkadar rendah (limonite) maupun nikel berkadar tinggi (saprolite).

"Saat ini, nikel yang mengalami proses pirometalurgi ke arah stainless steel ada 44 smelter dan yang menggunakan proses hidrometalurgi ke arah baterai itu ada 3 smelter. Konsumsi bijih nikel untuk pirometalurgi dengan saprolite adalah sebesar 210 juta ton per tahun dan limonate sebesar 23,5 juta ton per tahun," sebutnya.

Sekarang, ada 25 smelter yang sedang tahap konstruksi. Itu membutuhkan pasokan nikel sebanyak 75 juta ton per tahun. Sementara itu, untuk arah proses baterai hidrometalurgi ada 6 smelter yang sedang konstruksi dengan estimasi kebutuhan bijih 34 juta ton per tahun.

Dia menerangkan, pada tahap perencanaan ke arah pirometalurgi, ada 28 smelter dan 10 smelter untuk hidrometalurgi dengan kebutuhan masing-masing 130 juta ton per tahun dan 54 juta ton per tahun.

"Total, smelter yang ada sampai dengan saat ini, belum lagi yang terbaru itu ada 116 smelter yang terdiri dari 97 smelter pirometalurgi dan 19 smelter ke arah hidrometalurgi," ujar Irwandy.

3. Asosiasi profesi metalurgi dukung pemerintah lakukan moratorium

Pemerintah Bakal Moratorium Pembangunan Smelter Jenis Inidok.Antam

Asosiasi Prometindo mendukung langkah Kementerian ESDM untuk melakukan moratorium pembangunan smelter nikel kelas II. Menurut Dewan Penasehat Asosiasi Prometindo, Arif S Tiammar, itu langkah yang tepat dalam rangka membatasi produksi yang berlebihan.

"Sejujurnya saya sendiri sangat mendukung dengan upaya untuk membatasi pembangunan feronikel atau pembangunan proyek yang berbasiskan pirometalurgi yang mengkonsumsi biji nikel saprolite menjadi FeNi ataupun NPI ataupun mate. Sekalipun kita memiliki cadangan yang sangat besar di sisi hidrometalurgi yang bersumberkan dari nikel limonite atau nikel yang kadar rendah," kata Arif.

Dia menyatakan beberapa alasan menyetujui kebijakan moratorium tersebut. Pertama, untuk membatasi kapasitas produksi yang berlebihan dan menempatkan Indonesia menjadi produsen NPI terbesar di dunia.

"Kapasitas produksi saat ini sudah luar biasa besar, bahkan jumlahnya berdasarkan data tahun 2022 sebesar 9 juta ton NPI (nickel pig iron) dengan kandungan nikel 1,1 juta ton per tahun. Akhirnya menempatkan Indonesia sebagai produsen NPI terbesar dunia. Pembatasan produksi ini menjadi alasan pertama yang saya setuju dengan moratorium atau pembatasan," ujarnya.

Alasan kedua adalah supaya ketahanan cadangan yang dimiliki. Kemudian, alasan ketiga terkait supply dan demand yang berdampak pada harga pasar NPI dunia.

"Saya sendiri pelaku. Harga NP atau FeNi sendiri sekarang ini sangat rendah dibandingkan dua tahun depan karena jumlah NPI yang ada luar biasa berlimpah sehingga menyebabkan harga dari NPI itu turun. Itu yang menyebabkan kami sangat setuju dengan upaya moratorium ini," tambah Arif.

Baca Juga: Wamenlu Sebut Cadangan Nikel Indonesia Kunci Perdamaian Indo-Pasifik

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya